+ Add to Library
+ Add to Library

C9 Pernikahan Eduardo

Sebulan kemudian,

Eduardo terpaksa menikahi Ina, perempuan yang dijodohkan dengan ibunya. Laura mengacamnya dengan berbagai alasan, ada yang ingin bunuh diri, ada yang pergi ke luar negri, hingga ingin mengubur dirinya hidup-hidup. Merasa tak tega, Eduardo mengiyakan permintaan sang ibu. Dengan persiapan yang singkat dan tanpa proses perkenalan, Eduardo dan Ina menikah.

Kalau boleh jujur, Eduardo masih sangat mencintai Diana. Dulu, ia berjanji akan memberikan segalanya pada Diana, ia akan berada disisi Diana selamanya, ia percaya dengan Diana yang mencintainya. Karena hanya Diana lah yang membuat hatinya bergetar bahagia hingga tanpa ragu ia memberikan kepercayaan nya. Kepercayaan itu goyah, ketika foto perselingkuhan Diana sampai dimatanya. Ia marah luar biasa, ia merasa orang paling bodoh di dunia.

Laura senang luar biasa. Rencananya berjalan dengan mulus. Ia berhasil menyingkirkan Diana. Keinginan Eduardo menikah dengan orang yang sederajat pun terlaksana. Ina Sewarto, putri seorang pengusaha kepala sawit dan batu bara. Tak usah mempertanyakan bagaimana kekayaan keluarga Sewarto yang hampir sama dengan keluarga Pratama.

"Akhirnya ya jeng, kita besanan,” ucap Tantri Sewarto, ibu Ina. Wanita hedon itu sebelas dua belas dengan Laura, mereka juga merencanakan perjodohan ini dari lama.

Laura mengangguk senang. "Iya jeng, saya seneng besanan sama jeng Tantri.”

Eduardo hanya mendengarkan tanpa menimpali sedikitpun. Ia menatap tamu undangan yang datang pada pernikahannya dengan Ina. Mewah dan berkelas. Pernikahan ini sangat heboh.

Eduardo menjadi teringat ketika ia duduk di pelaminan bersama Diana. Raut bahagia selalu ia tunjukan, tak seperti sekarang yang hanya datar menanggapi semua ini. Padahal, pestanya lebih mewah dan meriah daripada pestanya bersama Diana.

Meriahnya pesta ini tak bisa mengubah rasa sendu di lubuk hati Eduardo. Masih terkenang jelas senyum Diana kala itu, masih terekam jelas saat ia berdansa dengan Diana yang diiringi musik romantis. Berbeda dengan saat ini, musik romantis di pesta ini tak bisa melengkungkan bibir Eduardo.

"Mas," panggil Ina. Ia melayangkan senyum kepada Eduardo.

"Eduardo tersentak. Ia menoleh arah Ina. "Iya, ada apa?"

Ina tersenyum kecut. Eduardo pasti masih teringat kepada mantannya, Diana. Ina tahu seberapa cinta Eduardo kepada Diana walaupun sudah bercerai. Tapi Ina akan membuat Eduardo tak akan berpaling darinya, karena ia bukan Diana yang bodoh dan gampang dihasut.

"Mas gimana kalau kita dansa?" ucap Ina.

Eduardo mengangguk tanpa protes. Eduardo dan Ina berdansa dengan lagu romantis.

"Ku harap kau yang terakhir Ina," batin Eduardo.

.

.

.

Tak sejalan dengan Eduardo,

Diana memulai hidupnya menuju yang lebih baik. Kehamilan Diana membuat Halimah menjadi cerewet. Tetangga sekitarnya pun sudah mengetahui tentang Diana. Diana Putri, perempuan ditinggal mati oleh sang suami dan tinggal bersama ibunya saat ini.

Banyak tetangga yang bersimpati. Perempuan mana yang sanggup ditinggal suami dengan keadaan hamil? Tak jarang mereka memberi dukungan dan wejangan-wejangan untuk ibu hamil. Tak jarang mereka juga membelikan susu ibu hamil dan makanan yang diidamkan Diana. Diana sangat bersyukur.

Ada yang simpati dan ada yang menghujat. Namanya juga manusia, tak habisnya mencari celah untuk mencari kesalahan orang lain. Mereka berpendapat bahwa Diana berbohong soal suaminya yang meninggal dan anak yang dikandung oleh Diana adalah anak diluar nikah. Itu membuat Diana kepikiran.

Seringkali, Diana merasa menyesal telah mempertahankan janinnya. Janin yang tak jarang diolok-olok dan dikatakan tak pantas hidup membuat Diana sedih. Disaat itulah Halimah dan Hendra menguatkannya. Hendra rela mencari pekerjaan di Yogyakarta dan tinggal di kos-kosan hanya untuk menyemangati Diana. Hendra benar-benar membuktikan cintanya.

"Makan yang banyak,” ucap Hendra sembari mengelus rambut Diana.

Diana tersenyum dan meneruskan kunyahannya. Halimah keluar dengan membawa susu khusus ibu hamil dan pisang goreng untuk Hendra. Bukan hanya sekali dua kali Hendra datang ke rumahnya, hingga semua tetangganya tahu bahwa Hendra sering datang kemari. Ada juga yang mendoakan mereka biar bisa menikah, mereka pasangan yang cocok. Diana cantik dan Hendra tampan.

"Kau tak kerja?" tanya Diana.

Hendra mengangguk pelan. “Sebentar lagi.”

Diana mengangguk dan mengambil lagi ubi cilembu pemberian Hendra. “Ku dengar Yusuf kemari? Apa benar?” tanya Hendra diselipi rasa tidak suka di setiap katanya. Mengingat sosok Yusuf membuat darahnya mendidih.

Diana yang sedang mengunyah seketika berhenti dan langsung menelannya. "Yusuf? yang mana?” karena bingung, Diana menoleh kearah Halimah. "Bu, Yusuf yang mana?"

Halimah memegang dagu lalu mengacungkan telunjuknya. "Oh! pas kamu tidur dia kesini. Yusuf anaknya Pak Lurah, cuma tanya soal kamu mau menetap atau tidak. bukan yang aneh-aneh.”

Hendra merengut kesal dan mengambil pisang goreng yang dibawa Halimah dengan cepat. ”Sama aja! dia nanti deket-deket sama kamu nantinya. Terus godain kamu, terus kamu ninggalin aku.”

Diana terkekeh. Ekspresi Hendra saat ini sangat lucu. "Cemburu?" Hendra mengganguk yang membuat Diana tertawa kencang.

“Nggak lucu tahu!” kesal Hendra. Masa rasa cemburunya dianggap main-main?

Diana terkekeh lalu mencubit pipi Hendra. "Yang minta dinikahin siapa hayo?” goda Diana.

"Nggak tahu siapa!” balas Hendra kesal. Ia memalingkan wajahnya. Halimah juga tertawa melihat tingkah Hendra bagaikan remaja yang labil.

“Kalau kamu sampai kecantol sama Yusuf, aku bakal pelet kamu!” ucap Hendra dan memakan pisang gorengnya dengan beringas.

Diana terkekeh mendengar kata pelet dari mulut Hendra. Hendra begitu cemburu dengan Yusuf, Diana sendiri tak tahu Yusuf yang mana. "Pelet? pelet apa? lele apa mujahir?" canda Diana yang membuat Hendra merengut.

Diana mendekatkan dirinya ke Hendra. "Tanpa kamu pelet, aku nggak akan kemana-mana,” bisik Diana.

Hendra tersenyum, tanpa aba-aba Hendra mencium kening Diana lembut. Diana kaget dengan perlakuan Hendra yang tiba-tiba, jantungnya berdetak tak karuan. Halimah pun sama, ia sama kagetnya tapi ia tersenyum bahagia.

“Kamu nggak akan kemana-mana karena kamu cuma sama aku.” Hendra mengambil tas ranselnya.

"Aku pergi kerja dulu,” pamit Hendra pada Diana yang masih mematung.

Diana tersadar dan tersenyum canggung. "I...ya..."

"Bu..." ucap Hendra pada Halimah, Halimah menoleh kearahnya. "Aku pamit,” pamit Hendra dan di balas anggukkan oleh Halimah.

Hendra beranjak dan diikuti oleh Diana. Hendra tersenyum dan mengusap puncak kepala Diana. Hendra berjalan kearah Halimah dan mencium tangannya. Hendra melangkah pergi disertai lambaian tangannya. Lambaian yang bukan berarti selamanya.

"Aku memang sedih pada awalnya. Orang yang aku cintai melebihi apapun malah tak mempercayaiku. Ketika orang yang dekat hatinya dengan kita dan tahu masalah kita, mereka akan membantu dengan senang hati... hingga akhirnya aku tak merasa sedih dan sendirian lagi..." batin Diana sembari menatap kepergian Hendra.

.

.

.

.

.

tbc

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height