My Iceberg/C4 Bab 4 Lepaskan!!
+ Add to Library
My Iceberg/C4 Bab 4 Lepaskan!!
+ Add to Library

C4 Bab 4 Lepaskan!!

Ganis tetap berdiri menunggu dipersilahkan duduk. Wajah cantiknya terlihat datar, tidak ingin menunjukan ekspresi apapun.

"Duduklah." pintanya dingin.

Ganis duduk, tidak peduli dengan Prana yang tidak melepaskan tatapannya sedetikpun.

"Kamu bekerja di sini?" tanyanya.

Sorot mata Ganis, menatap orang di hadapannya ini. "Kamu lihat sendiri sekarang." jawabnya ketus. Ganis bertekad tidak mau terintimidasi lagi oleh sikap dinginnya.

Berakhir sudah sikap Ganis yang selalu patuh, mengatakan 'ya' dan selalu mengikuti apa maunya tanpa banyak protes.

Mata Prana sedikit menyipit, Ganis yang empat tahun lalu sepertinya sudah benar-benar menghilang. Pribadinya yang manis, tenggelam di balik matanya yang cukup menusuk jantungnya, yang masih terluka karena penghianatannya. Rasa sakitnya masih bercokol lekat di hatinya.

Prana menggeram, terlihat dari kedutan rahangnya yang terlihat kokoh. "Seharusnya kamu tidak bekerja di sini." ucapnya marah.

Mata Ganis menyala, seakan ingin menelan bulat-bulat lelaki yang sangat dibencinya ini. "Seandainya aku tahu bahwa perusahaan ini milikmu, tentu saja tak akan pernah terpikirkan olehku untuk bekerja di sini."

Ganis berdiri, "Kamu boleh membatalkan kontrak kerjanya dan aku akan dengan senang hati, resigh dari perusahaan ini." Ia akan beranjak dari ruangan itu. Merasa sia-sia untuk berbicara dengan manusia yang tak punya hati, seperti Prana.

Dengan cepat Prana bangkit dari duduknya dan segera menyambar lengan Ganis yang sudah berjalan menuju pintu. "Kamu kira mudah memutuskan kontrak kerja secara sepihak, heh?" sentaknya agak kasar.

"Kamu kan, Bosnya? Yang selalu mengikuti keinginanmu. Jadi sangat mudah untuk kembali menendangku dari hadapanmu." Mata Ganis kembali menatapnya, setajam pisau belati.

Kemudian ia menatap lengannya yang dicekal oleh Prana. "Lepaskan!" pintanya marah. Raut mukanya benar-benar menunjukan rasa tidak sukanya.

Akan tetapi, tidak mudah ternyata. Prana semakin mencengkeram lengan bagian atasnya.

"Kalau kamu melangkahkan kaki sejengkal saja keluar dari perusahaan ini, ingat! Kontrak kerja itu dibuat ada dasar hukumnya." ancamnya dengan geram.

Ganis menatapnya heran, sedikit mencemooh, "Bukankah kamu yang menginginkan aku enyah dari hadapanmu? Aku akan dengan senang hati melakukannya." ada tawa sinis mengiringi ucapannya, hingga Prana merasa diejek secara terang-terangan.

Sungguh! Ia tidak menyangka, gadis lugu dan manja yang dikenalnya dulu, seolah telah kehilangan jati dirinya di depan mata Prana. Sangat berubah 180 derajat, jadi seperti kucing liar yang sangat garang.

"Kamu !!" suaranya bergetar. Ia menariknya dengan kasar hingga tubuhnya menubruk dadanya yang bidang. Ganis merasakan sakit di lengannya.

Ah!

Ia membaui aroma maskulin dari tubuh Prana. Membaui lagi aroma campuran dari Woody dan Citrus, yang merupakan aroma parfum kesayangan Prana. Sudah lama ia tak merasakannya, jadi sedikit panik.

"Jangan berusaha melawanku, kalau kamu tidak ingin lebih hancur di tanganku!" desisnya di balik telinganya. Lalu ... "Baiklah! Teruslah bekerja di sini, aku tertantang untuk melihat sejauh mana kamu bisa bertahan!" Kemudian dia melepaskan cengkraman tangannya dengan begitu saja.

Ganis sedikit terhuyung, meringis menahan sakit di lengannya. Namun, segera berdiri tegap dan cepat berlalu dari ruangan itu.

Dia tidak melihat lagi kepada Ganis. Tubuh jangkungnya, langsung menuju ke sisi jendela. Matanya yang menyala, menatap nyalang ke pemandangan di bawah gedung perusahaannya.

Sama sekali tak pernah menduga, bahwa dia akan kembali bertemu dengan perempuan yang sudah menggoreskan luka sangat dalam di hatinya.

Sebuah penghianatan sama sekali tidak dapat ditolerirnya. Ia hanya memiliki satu hati dan sudah dimiliki seutuhnya oleh mahluk yang bernama Ganis itu.

Prana mengepalkan tangannya, saat bayangan melintas di ingatannya. Dengan jelas ia melihat tubuh istrinya berpelukan dengan lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya. Dan itu terjadi di sebuah kafe, di mana ia sedang mengadakan pertemuan dengan relasinya.

Sungguh, ia tidak menduga. Wanita semanis Ganis, mampu berselingkuh di belakang punggungnya.

Dari itu, mengapa dia langsung mengusir Ganis, setiba di rumahnya? Karena dia tidak akan mampu menahan emosinya, bila melihat istrinya itu lebih lama lagi. Prana tidak mau jadi seorang pembunuh karena rasa cemburunya.

Meskipun sudah empat tahun berlalu, rasa sakit itu masih terasa perihnya. Apalagi sekarang, luka itu seperti terbuka kembali. Mengapa wanita ini harus dilihatnya kembali? Disaat hatinya sudah mulai tertata, hingga tidak terlalu menyakitkan lagi.

Seandainya bisa untuk mencekiknya dan membuangnya ke laut lepas, lalu dimakan hiu buas, agar tak bisa dilihatnya lagi. Atau, mungkin mendorongnya ke jurang terdalam, supaya tak seorang pun yang dapat menemukannya.

Prana jadi tersentak kaget, dengan pikiran jahatnya sendiri. Ia bergidik ngeri jadinya, hingga mengusap wajahnya beberapa kali.

Prana kembali ke kursi kebesarannya, melanjutkan lagi memeriksa berkas-berkas yang sudah bertumpuk rapih di atas meja kerjanya.

Sementara Ganis, berjalan lunglai menuju ruang kerjanya. Lengan atasnya masih terasa berdenyut sakit. Cekalan Prana, memang sangat keras, pasti kulitnya yang putih itu akan meninggalkan bekas merahnya.

Ia tidak tahu kedepannya seperti apa, mengenai hubungannya dengan Prana. Mereka sama-sama telah terluka. Tentu tidak akan mudah dalam menghadapinya.

Tiba-tiba ia mengingat Gagah. Jantungnya berdenyut sakit. Bagaimana kalau mereka bertemu lagi? seperti di mall waktu itu. Kemungkinannya bisa saja terjadi kembali dan belum tentu ia seberuntung itu lagi, karena bisa menghindarinya.

Ah, belum tentu Prana mau mengakui kalau Gagah adalah anaknya. Bukankah dia sudah menuduhnya berselingkuh? tentu akan mengira juga kalau Gagah itu sebagai anak hasil dari perselingkuhanya.

Ya, Tuhan ... tak bisa dibayangkan, kalau Gagah juga akan ditolaknya. Sungguh! hati Ganis tak akan pernah merelakannya. Anak setampan dan selucu Gagah, bila disangsikan anak siapa, oleh bapaknya sendiri. Akan lebih merobek hatinya lebih dalam lagi.

Sangat menyedihkan memang, tuduhan itu sangat kejam. Sementara ia sendiri, tidak merasa melakukannya.

Ganis memasuki ruang toilet, sebelum masuk keruangan kerjanya. Membasuh wajah dan membenahi kembali penampilannya.

Di cermin itu, kembali tergambar wajah garang Prana saat menatapnya tadi. Tatapan Prana tidak pernah seperti itu, dia sangat memuja kecantikan alaminya. Sangat suka menyentuh kehalusan dari kulit putihnya yang lembut. Ganis baru melihat wajah murkanya, saat mengusirnya waktu lalu, juga tadi.

Ia jadi bergidik ngeri. Seperti mengenalnya untuk pertama kali, aura dinginnya telah kembali lagi pada pribadinya. Ya, Gunung Esnya, telah kembali. Lebih terasa dingin dari sebelumnya, hampir membekukan hatinya.

Ganis mencoba menarik nafasnya berkali-kali. Berusaha meluangkan paru-parunya yang terasa menyesakkan dada. Seandainya bisa menjerit, pasti ia sudah dengan lantang mengeluarkan suara tertingginya. Namun, mana bisa? ini adalah toilet kantornya. Orang pasti akan mengira, ia sudah gila.

Ia menyenderkan tubuhnya, ke wastafel. Ingatannya malah kembali pada saat pengusiran itu terjadi. "Mengapa kamu menginjakan kakimu di rumah ini?!" hardik Prana, begitu melihat Ganis baru saja datang, menjelang hari mulai gelap. Wajahnya merah padam.

Ganis yang sedang melebarkan senyumnya, jadi mengatupkan kembali bibirnya dengan mata terbelalak, saking kagetnya.

Padahal waktu itu, dia sudah bersiap-siap untuk memberi tahu khabar gembira, bahwa ia sudah dinyatakan hamil oleh dokter yang memeriksanya tadi pagi.

Ia memang merasakan kejanggalan belakangan hari itu. Setelah bertanya pada ibunya lewat telepon, ibunya menyarankannya untuk pergi ke poliklinik kandungan, rumah sakit terdekat.

Sayangnya, sebelum berita itu tersampaikan, ia malah mendapat kejutan yang sangat mengguncang jiwanya. Suami yang sangat dipuja dan dicintainya itu, dengan tiba-tiba menghardiknya dengan kata-kata pengusiran. Ia salah apa?

"Masih diam di situ? Apa perlu aku melemparkanmu kejalanan? Untuk perempuan penghianat seperti kamu, memang pantas tempatmu di jalanan!" bentak Prana lagi. Kata-kata makiannya, sangat mampu meremukkan tulang-tulangnya. Hingga tubuhnya terasa luluh lantak, lemas tak berdaya.

"Pergi ...!!" dengan mata merah membara, kembali Prana mengusirnya.

Meski Ganis belum mengerti, mengapa suaminya bisa semurka itu, tapi ia punya harga diri juga. Tanpa berkata lagi, ia meninggalkan rumah yang sudah setahun ini ditinggalinya dengan rasa bahagia. Bersama Prana, suaminya.

Ganis sudah mengenal karakter Prana. Saat laki-laki itu jatuh cinta padanya, dia menunjukan perasaanya tidak setengah-setengah. Sangat memanjakan dan memedulikannya sedemikian rupa.

Namun, ketika Prana sudah merasa terkhianati, maka ia akan membencinya setengah mati. Akan sangat susah lagi untuk mengembalikan kepercayaannya.

Inilah yang sampai sekarang, Ganis belum menemukan jawabannya. Ia berkhianat dengan siapa .... ?

Mulutnya melenguh, merasa lelah.

Kembali mengingat anaknya Gagah. Bocah pintar menggemaskan itu, harus dilindunginya, tidak akan dibiarkan Prana menyakitinya. Gagah, harus ia sembunyikan keberadaannya.

Ya, ia akan berjuang sendirian melawan murka suaminya.

Ia bertekad, untuk membersihkan namanya dari segala tuduhan yang Prana lontarkan tanpa mencari dulu kebenarannya. lelaki itu harus diajar, agar segala sesuatu tidak terus mengikuti emosinya saja.

Prana tentu tidak tahu, kalau sikapnya yang tidak bijaksana itu, telah membuat diri dan anaknya menderita.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height