My Lord/C4 Hyroniemous.
+ Add to Library
My Lord/C4 Hyroniemous.
+ Add to Library

C4 Hyroniemous.

=========================

Hyroniemus.

Kenzie sampai pada sebuah kerajaan megah nan tinggi. Sayapnya menghilang dan mahkota di rambutnya hilang. Ernest Avram mengikuti Kenzie dari belakang. Matanya meneliti setiap pergerakan di sekitarnya.

Kenzie melihat seekor burung terbang ke arahnya. Tangannya terulur dan burung itu langsung hinggap di tangan Kenzie.

"Lama tak berjumpa Lykaios Canuto. Saatnya kau berubah."

Usai mengatakan itu, burung di tangan Kenzie terbang tinggi dan berubah. Dua sayap cream yang bersinar dan rambut yang berwarna merah sesaat kemudian berubah menjadi putih. Burung itu turun dan berdiri tepat dua meter di depan Kenzie. Perlahan sayap itu menghilang dan berubah menjadi hewan yang mempunyai ekor.

Kini burung yang di tangan Kenzie telah berubah menjadi serigala putih. Perlahan serigala itu berubah menjadi pria tinggi yang juga tampan.

"Hormat hamba, Yang Mulia. Lykaios Canuto siap menjalankan perintah, Yang Mulia." Lykaios menundukkan badannya dengan satu lutut di tekuk.

"Bangunlah," Kenzie sedikit tersenyum dan menyentuh bahu Lykaios. "Lama tak bertemu Lykaios. Hal apa yang akan kau laporkan padaku?"

"Sesuai perintah, Yang Mulia. Hamba menghilang seusai pembuangan Yang Mulia dan berubah menjadi burung kecil. Sesuai rencana Yang Mulia, mereka benar-benar berkhianat pada Yang Mulia." Lykaios tertunduk dan bangun dari sujudnya.

"Sebutkan." Kenzie mendengarkan Lykaios dengan teliti.

"Yang Mulia Ratu Azzura Xaviera dan Raja dari klan Lucifer, Raven Thian. Mereka mempunyai hubungan yang serius."

"Hubungan seperti apa?"

"Mohon ampun, Yang Mulia. Mereka adalah sepasang kekasih dan mereka ingin menguasai Hyroniemus. Itu kenapa mereka mengutuk dan menyegel Yang Mulia."

"Seperti dugaanku. Lalu apa yang terjadi selama kepergianku?"

"Semua klan mempertahankan pendapatnya sendiri-sendiri. Mereka tak pernah mematuhi perintah dari Ratu Azzura. Hingga kondisi Hyroniemus melemah hingga saat ini."

"Lalu,?"

"Loyalitas mereka berkurang terhadap Hyroniemus. Mereka semua ingin klan mereka menjadi yang tertinggi."

"Pecundang! Aku akan menghancurkan mereka semua yang tak tunduk pada perintahku! Bukakan gerbang, aku telah kembali."

Lykaios dan Ernest langsung menundukkan kepalanya dan berjalan di depan Kenzie. Mereka berdua langsung membuka gerbang yang masih tertutup.

Suara keras dari deritan pintu gerbang membuat perajurit bingung. Dengan sigap mereka bersiaga dan berkumpul mengacungkan senjatanya. Ernest Avram tersenyum sinis dan langsung melirik tajam. Hal itu juga di lakukan oleh Lykaios Canuto.

"Beraninya kalian mengacungkan senjata kalian terhadap Lord kalian! Turunkan!" Ernest berteriak tegas. Sedangkan prajurit tetap tak mengindahkan perintah dari Ernest.

Tanpa menunggu lagi Lykaios berubah menjadi serigala putih dan langsung melolongkan suaranya. Sahutan dari serigala di dalam istana terdengar. Kenzie memasuki gerbang dan memandang pemandangan di depannya. Prajuritnya mengacungkan senjata di depan orang kepercayaannya.

"Sudah terlalu banyak yang berubah." Kenzie berkata dingin.

Kawanan prajurit lainnya datang lebih banyak. Ernest langsung sigap merubah bentuknya menjadi harimau putih. Ernest mengaum keras hingga membuat para prajurit mulai takut dan sedikit mundur. Ernest dan Lykaios mulai berjalan membukakan jalan untuk rajanya. Kenzie berjalan dengan tenang sedangkan prajurit tetap siaga.

Tak lama panglima perang datang dan menghadang mereka. Ernest dan Lykaios langsung mendekati dan melindungi Kenzie. Lykaios di samping Kenzie sedangkan Ernest ada di depan. Panglima perang yang melihat Kenzie langsung gemetar. Wajahnya pucat dan keringat dingin mengalir. Lalu dengan sigap ia bersujud. Melihat panglima perang yang bersujud, para prajurit menurunkan senjatanya dan ikut bersujud.

"Hormat hamba, Yang Mulia. Dan maaf atas kelancangan para prajurit yang tak mengetahui kedatangan, Yang Mulia." Panglima perang berkata dengan gemetar.

"Mohon jangan hukum kami Yang Mulia. Kami menyadari kesalahan kami." Panglima perang melanjutkan kata-katanya.

"Jika aku menghukum kalian, Ratuku tak akan senang. Mengingat dia adalah gadis yang lugu dan baik hati, dia akan marah jika aku menghukum bawahanku. Kuampuni kalian. Bangunlah." Kenzie tersenyum mengingat wajah takut Ellina. Itu membuatnya untuk mengampuni semua prajuritnya. Karena Kenzie tau, semua orang takut padanya hingga Ratunya pun juga sama. Kenzie ingin merubah semuanya. Merubah rasa takut menjadi rasa segan hingga loyalitas semua klan kembali.

Ernest dan Lykaios yang terpaku dan saling berpandangan. Mereka sangat terkejut dengan pilihan raja mereka. "Mengampuni." Ini pertama kalinya Kenzie tersenyum pada bawahan yang lancang terhadapnya. Mereka semakin bingung dengan sebutan "Ratuku yang lugu dan baik hati". Karena Ratu Azzura Xaviera bukanlah orang yang rendah hati dan baik.

Kenzie melangkah memasuki istana. Semua mahkluk yang menyadari kedatangan Kenzie langsung terkejut dan menundukkan kepalanya, mereka semua langsung sujud. Sedangkan Lykaios dan Ernest telah berubah menjadi sosok pria yang memasang tampang dingin dan kejam.

Kenzie memasuki sebuah ruangan. Dengan sigap Lykaios menutup ruangan tersebut dan Ernest menyiapkan segala hal yang di perlukan. Jubah kebesaran Hyroniemus dan mahkota raja yang tersimpan rapi. Semua hal yang bersangkutan dengan kebesarannya sang raja telah di siapkan.

Kenzie berdiri dan mengenakan semua pakaian yang Ernest coba pakaikan. Terakhir menyusun rambut dan mahkota kerajaan mereka. Kenzie siap dengan semuanya.

Kenzie berjalan menuju aula utama letak kursinya berada. Ernest dan Lykaios mengikuti di belakang.

"Yang Mulia Lord telah tiba." Lykaios berseru lantang.

Sedangkan di kursi tersebut, Azzura tengah duduk dan mengenakan mahkota ratu. Dia dengan angkuh duduk dan memerintah pada salah satu dayangnya. Saat mendengarkan suara lantang yang menggema, Azzura mengernyitkan keningnya. Emosinya langsung naik dan dengan lantang dia berteriak.

"Lancang! Beraninya kau menyebut Lord, saat aku tengah duduk dan memerintah! Akulah Lord di sini!" Azzura telah berdiri dan menatap tajam.

Kenzie memandang Azzura dengan dingin. Semakin lama Kenzie semakin dekat melangkah. Azzura membelalakkan kedua matanya. Menatap takut pada sesosok pria yang tengah berjalan ke arahnya.

"Bagaimana bisa? Ka...kkau...?" Azzura menatap tak percaya dan menutup mulutnya. Wajahnya pucat saat sosok itu kian dekat.

"Beraninya kau duduk dan memerintah di kursi singgasanaku!" Kenzie berkata dingin dan menatap Azzura tajam.

"Apa yang kau lakukan?! Berikan hormatmu terhadap Yang Mulia Lord." Ernest berkata tegas meski Azzura adalah ratu.

Dengan sigap Azzura turun dari atas singgasana. Kenzie berjalan melewati Azzura dan duduk di kursi kebesarannya. Azzura turun dan mundur. Lalu menunduk dan bersujud.

"Hormat hamba Yang Mulia. Senang anda telah kembali ke Hyroniemus. Apakah yang mulia baik-baik saja?" Azzura mencoba berbicara senormal mungkin.

"Sangat baik. Bangunlah." Kenzie berkata dingin.

Azzura bangun dan menepikan tubuhnya. Azzura duduk di kursi yang terpisah di samping kursi Kenzie.

"Kau terlihat sangat nyaman duduk dan berkuasa di atas kerajaanku." Kenzie menatap tajam Azzura.

"Mohon ampun Yang Mulia." Azzura menundukkan wajahnya.

"Lepaskan!" Kenzie berkata dingin dan kemudia menatap Ernest dan Lykaios. Ernest langsung maju dengan nampan di tangannya. Lykaios mendekati Azzura dan menundukkan kepalanya sebentar lalu mencopot mahkota yang Azzura kenakan. Meletakkan di nampan yang Ernest bawa dan kembali mengambil mahkota yang lainnya. Lalu memasangkan di rambut Azzura. Setelah itu mereka kembali ke tempat semula.

"Sial. Bagaimana bisa ia kembali kesini?" Azzura berkata dalam hatinya.

Satu kesalahan yang Azzura lakukan. Azzura lupa jika Kenzie dapat mengetahui apa yang Azzura katakan.

"Karena memang di sinilah tempatku Azzura Xaviera!" Kenzie langsung menjawab kata-kata dalam hati Azzura. Azzura kian menundukkan kepalanya.

"Ernest...kirimkan kabar pada seluruh klan. Aku telah kembali. Adakan pertemuan secepatnya."

"Akan saya laksanakan Lord." Ernest membungkukkan badannya.

Kenzie berdiri dan meninggalkan aula. Azzura mengikuti Kenzie dari belakang. Sedangkan Lykaios mengikuti Ernest untuk melaksanakan tugas. Mengunjungi semua kerajaan dari seluruh klan.

***

Ellina menjinjing semua barang dalam tangannya. Ia telah tiba di pintu gerbang rumahnya. Dengan cepat Ellina berjalan dan masuk dalam halaman rumah tersebut. Di pandangi rumah di depannya dengan lama.

"Pa, Ma, Ellina pulang. Bukankah ini benar-benar rumah kita? Namun mengapa kini rumah ini terasa asing tanpa kehadiran ayah dan bunda?" Ellina berkata lirih, selirih air mata yang telah mulai menggenang di matanya dan turun ke pipi putihnya.

Ellina melangkah masuk kedalam rumah dan meletakkan semua barang yang berada di tangannya. Dengan lelah, Ellina mulai melangkah menuju dapur untuk mengambil segelas air putih. Baru akan meminum, gelas di tangannya telah di rebut. Ellina menoleh dan,

Plakkkk! Sebuah tamparan mendarat di pipi kirinya. Ellina memegang pipinya air mata telah turun tanpa bisa ia tahan.

"Beraninya kau menampar putriku, gadis pembawa sial!" Vania Vanella, yang merupakan bibi dan istri dari pamannya telah menatap murka kepada Ellina.

"Tidak, Bibi. Ellina tak pernah menampar Lexsi." Ellina mencoba menjelaskan dan memegang pipinya.

"Dia bohong, Ma. Mama lihat, kan? Pipi Lexsi masih merah karna tamparannya." Lexsi berdiri di samping Vania sambil tersenyum sinis kepada Ellina.

"Tapi Si, aku-"

"Masih berani menjawab?! Diam atau aku akan menguncimu di dalam kamar mandi!" Vania menarik rambut Ellina dengan marah.

"Maaf, Bibi. Tapi Ellina,"

"Siapa yang kau panggil Bibi?! Aku bukan Bibimu, gadis pembawa sial!" Vania masih menarik rambut Ellina dan mendorong tubuh Ellina hingga jatuh ke lantai.

Dukkk! Kepala Ellina membentur pinggiran kaki meja makan dan membuat luka terbuka di kening Ellina.

"Ahhh," Ellina memegang keningnya yang terasa ngilu.

"Itu belum cukup, Ma. Bibirku bahkan berdarah karena tamparan darinya." Lexsi semakin tersenyum senang mendapati Ellina yang kesakitan.

Vania menarik rambut Ellina lagi dan, plakkk! Lagi-lagi Vania menampar pipi Ellina.

"Ampun Tan, Ellina tak pernah melakukan itu semua." Ellina memegang rambut yang Vania tarik.

"Masih mengelak? Dasar gadis tak tahu malu!" Vania menarik rambut Ellina lebih keras dan membenturkan kepala Ellina ke dinding meski tak begitu keras.

Luka dari kening Ellina pecah dan menyemburkan darah segar. Ellina langsung ambruk dan terduduk di lantai dengan tangan yang memegangi keningnya. Rasa pusing sangat mendera di kepalanya.

"Ampun Tan, ampun. Sakit Tan, ampun." Ellina merintih kesakitan. Namun Vania tetap tak menggubris dan siap menarik rambut Ellina lagi.

"Apa yang kau lakukan?!" Suara berat yang tegas terdengar keras. Aldric Rexton memandang Vania dan Lexsi secara bergantian.

"Paman, Ellina..."

"Ayah, dia menampar Lexsi. Lihat, bibir Lexsi sampai luka." Suara Ellina terpotong karna Lexsi dengan cepat mengadu kepada Aldric.

"Apa?" Aldric bertanya tak percaya, namun setelah melihat luka di sudut bibir anaknya, wajahnya mulai mengeras dan raut marah terlihat jelas di wajahnya.

"Ellina, Paman tak percaya kau sekejam itu kepada sepupumu." Aldric berkata dingin.

"Tidak, Paman. Ellina tidak," Ellina berkata lirih dan mencoba memegang keningnya agar darah tak terus keluar.

"Paman tak bisa lagi memberimu toleransi. Kau tak akan mendapatkan jatah makan selama seminggu. Sekarang, pergi ke kamarmu dan jangan menampakkan wajahmu selama seminggu di hadapan kami!" Aldric meninggalkan Ellina dan baik ke lantai dua.

"Tunggu apa lagi?!" Vania menarik tangan Ellina dan menyeret Ellina untuk berdiri dan berjalan.

"Berbuat ulahlah sekali lagi! Kau akan dapatkan yang lebih dari ini!" Lexsi tersenyum puas dan memandang Ellina yang tertatih menaiki tangga darurat untuk menuju loteng.

Ellina menutup pintu kamarnya. Kamar sempit yang sesak bahkan sangat dekat dengan loteng rumahnya. Dulunya kamar ini hanya sebagai gudang barang yang tak terpakai namun masih layak untuk di gunakan. Kini, gudang ini menjadi kamar Ellina. Takdir yang begitu cepat berubah untuk Ellina.

Ellina menatap wajahnya di cermin. Membersihkan luka di keningnya dan mencoba memberi perban agar darah tak lagi keluar. Rasa pusing yang mendera dan sakit secara bersamaan membuat Ellina tak mampu untuk tak menangis.

"Aku lelah menghadapi semua ini." Ellina berkata lirih sambil melihat bayangannya di cermin. Perban yang tertempel di keningnya dan perih pada kedua pipinya dan sudut bibirnya. Ellina menangis keras.

"Tidak, aku tak boleh menyerah. Aku harus kuat hingga lulus sekolah. Setelah itu, aku akan pergi. Ya, hanya tunggu satu tahun lagi. Aku harus bersabar." Ellina menghapus air matanya dan mencoba memberi semangat pada diri sendiri.

Ellina berjalan menuju jendela kecil di kamarnya. Wajahnya menengadah ke langit dan melihat bintang-bintang yang bersinar. Tangannya terulur ke atas dan matanya menyipit sebelah. Dengan gerakan seperti meraih bintang dan bulan yang biasa Ellina lakukan membuat Ellina tersenyum.

"Dapat. Aku mendapatkan bintang yang paling terang. Suatu saat aku juga akan menjadi bintang yang paling terang." Ellina tersenyum tipis dengan tangan yang masih menggenggam sesuatu yang kosong.

Ellina menutup jendela kamarnya dan menggelar kain tipis untuk alas tidurnya. Di rebahkan kepalanya pada sebuah bantal dari beberapa kain yang telah ia bungkus rapi. Ellina meraih sebuah bingkai foto dan tersenyum.

"Esok akan baik-baik saja kan, Pa? Ellina rindu Mama. Ellina juga rindu pelukan hangat Papa." Ellina kembali meletakkan bingkai foto tersebut dan menghapus air matanya yang telah turun

"Benar. Hari esok akan lebih baik. Aku sanggup menghadapi semua." Meski tak yakin, Ellina tetap tersenyum tipis. Di pejamkan kedua matanya dan akhirnya gelap dan mimpi menyambutnya.

Sekebat bayangan datang dan perlahan terlihat nyata. Pria tinggi tampan dengan rambut putih panjang yang terikat dan tertata rapi. Sosok itu mendekat dan menatap wajah Ellina.

"Queen, aku baru meninggalkanmu sebentar, dan saat aku kembali kau sudah terluka seperti ini?" Kenzie membelai wajah Ellina lembut.

"Mahkotaku tak cukup melindungimu karena kau manusia. Karena darahku belum mengalir di tubuhmu." Kenzie menyentuh mahkota biru kecil di rambut Ellina.

"Aku akan menjagamu, kau tak perlu mahkota ini. Namun mahkota ini akan tetap berada di atas rambutmu. Karena kau ratuku." Kenzie menurunkan kekuatan mahkota di kepala Ellina.

"Mereka akan mendapatkan semua lukamu." Kenzie menyentuh semua luka Ellina. Perlahan luka tersebut menghilang dan kembali seperti tak pernah terluka sekalipun.

Kenzie tersenyum. Diciumnya kening Ellina dan di angkatnya kepala Ellina. Kenzie menggeser bantal Ellina dan menggantikan bantal tersebut dengan tangannya. Kenzie ikut berbaring di samping Ellina dan memeluk tubuh Ellina.

"Selamat malam, Queen. Aku telah berada di sampingmu." Kenzie tersenyum dan memandang wajah tidur Ellina. Kenzie akan tetap seperti itu karena sebenarnya dia tak membutuhkan tidur.

===================================

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height