My Lord/C8 Selalu aku.
+ Add to Library
My Lord/C8 Selalu aku.
+ Add to Library

C8 Selalu aku.

Ellina turun dari sebuah mobil hitam yang mewah. Tak lama Aaric juga turun dan langsung menuju jok belakang. Aaric menurunkan sepeda Ellina dan menuntunnya hingga tepat di samping Ellina.

"Terimakasih, Ric. Aku-"

"Suatu kehormatan bisa melayani Yang Mulia Ratu."

Belum selesai Ellina berbicara, Aaric sudah memotong kata-kata Ellina.

"Apa? Kau...," Ellina langsung menendang kaki Aaric.

"Ah, ampun Yang Mulia. Ampun," Aaric memegang kakinya dan tertawa kecil.

"Jangan panggil aku dengan sebutan Yang Mulia atau apapun itu. Menggelikan!" Ellina memajukan bibirnya dan bersungut kesal.

"Tapi Yang Mulia, anda memang seorang ratu yang harus saya hormati." Aaric membungkukkan badannya.

"Wah, aku akan benar-benar gila," Ellina diam sebentar. "... setidaknya jangan panggil aku seperti itu jika di dunia manusia. Ya ampun, ada apa dengan hidupku?" Ellina menghembuskan napas kasar.

"Baiklah jika itu yang Ratu inginkan. Maka saya akan menurutinya. Saya tak akan menggunakan bahasa formal lagi," jawab Aaric.

"Ya udah, pulang sana. Terimakasih sebelumnya."

"Kau menyuruhku pergi?" tanya Aaric.

"Tidak. Tapi aku baru aja mengusirmu."

"Demi ap-"

"Demi kata selamat jalan...," Ellina tersenyum tipis dan mendorong sepedanya memasuki gerbang.

Aaric bengong melihat Ellina yang sudah masuk kedalam gerbang sebuah rumah mewah berlantai dua. Bahkan kata-katanya terpotong dan dia hanya bisa diam karena Ellina langsung menjawab dan berlalu meninggalkannya.

"Demi apapun, ini pertama kalinya aku diperlakukan seperti ini," ucap Aaric pelan sambil berdiri di depan gerbang rumah tersebut.

Tanpa mereka sadari, Lexsi yang tengah berdiri di balkon kamarnya menatap nanar. Awalnya Lexsi heran melihat mobil hitam mewah terparkir di depan gerbang rumahnya. Namun saat sosok Aaric itu keluar dari dalam mobil, Lexsi tersenyum senang.

"Bukankah itu Aaric? Ah, akhirnya dia peduli sama perasaanku. Tunggu dulu, apa aku sudah cantik? Ini akan jadi kabar luar biasa. Aaric sang ice prince, datang kerumahku." Lexsi merapikan rambutnya dan menatap wajahnya pada cermin kecil di tangannya.

Namun kemudian gerakan Lexsi tertahan saat melihat Aaric menuntun sebuah sepeda dan tersenyum kepada seorang gadis. Seorang Aaric tersenyum hangat dan memperlakukan seorang gadis dengan baik? Bahkan di sekolah Aaric tak pernah tersenyum pada gadis manapun. Meskipun gadis itu, Ariela. Gadis tercantik dan terkaya.

"Ellina. Jadi karena Ellina? Sang pangeran dingin itu tersenyum karena gadis pembawa sial."

Lexsi semakin murka saat mengetahu gadis itu adalah Ellina. Sepupunya sekaligus pemilik seluruh aset yang tengah keluarganya gunakan.

Pernah terpikir oleh keluarganya untuk menyingkirkan Ellina selamanya. Namun semua itu gagal, saat mengetahui seluruh aset kekayaan itu akan disumbangkan pada sebuah panti asuhan jika Ellina tiada.

Ya, sebuah kendala yang sangat sulit untuk keluarga Lexsi. Dan akhirnya Ayahnya memutuskan untuk tetap tinggal dan mengawasi Ellina. Bukan karena peduli, melainkan karena Ayahnya membutuhkan tandatangan dan stempel Ellina sebagai pemilik seluruh perusahaan dan semua aset yang tengah Ayahnya pimpin.

Jika Ayahnya tak mendapatkan stempel dan tandatangan Ellina, maka seluruh dana dan semua rencana tak akan terlaksana. Bahkan seluruh kartu kredit yang Lexsi dan kedua orangtuanya gunakan, akan ditarik oleh pihak dari perusahaan Ellina.

Keluarganya memainkan drama yang sangat sukses. Bersikap sangat manis pada Ellina saat ada pertemuan antara keluarga, karyawan perusahaan dan seluruh orang yang mempunyai kepentingan pada Ellina. Namun dibalik itu semua hanyalah omong kosong agar mereka semua percaya bahwa Ellina benar-benar menunjuk pamannya sebagai walinya.

Lexsi menggeram kesal dan segera masuk ke dalam kamarnya saat mengetahui Ellina mulai memasuki halaman rumah. Lexsi langsung turun dan mendapati kedua orang tuanya tengah menunggu Ellina. Lexsi tersenyum sinis dan ikut duduk dengan ke dua orangtuanya.

Ellina baru saja memasuki rumah. Namun tubuhnya membeku saat menyadari Paman, Bibi dan Lexsi tengah menunggunya.

"Dua hari tak pulang. Kemana saja kau, Ellina?" Aldric Rexton berjalan mendekati Ellina.

"Pa-paman, Ellina...,"

"Kau pulang di antar mobil mewah dan ternyata itu seorang pria. Siapa dia?" Aldric tak memberi kesempatan pada Ellina untuk menjawab.

"I-itu, Ellina bisa jelaskan. Dia ...,"

"Dia...," Aldric mengikuti kata-kata Ellina dan menunggu jawaban dari Ellina.

"Dia an-"

"Aku melihat pria itu mencium Ellina, Pa." Lexsi memberikan suara dan tersenyum sinis.

Ellina, Aldric, dan Vania menatap Lexsi. Ellina tak mengerti kenapa Lexsi berbicara omong kosong.

"Apa? Apa itu benar sayang?" Vania menatap anaknya.

"Tentu saja, Ma. Aku melihatnya dari balkon kamarku." Lexsi tersenyum meyakinkan.

"Dua hari tak pulang dan diantar seorang pria kaya. Apa kau menjual tubuhmu? Apa itu pekerjaanmu?" Aldric mulai menahan emosinya.

"Ti-tidak, Paman. Sungguh, aku tidak seperti itu," ucap Ellina.

"Lalu kemana kau selama dua hari? Kenapa tak pulang kerumah?"

"I-itu...,"

"Paman kecewa padamu, Ellina."

"Paman, sungguh. Dia tak berbuat seperti yang Lexsi ucapkan."

"Apa kau baru saja mengatakan anakku telah berbohong?" Vania berjalan mendekati Ellina.

Plakkkk!

Lagi-lagi satu tamparan dari Vania mendarat di pipi Ellina.

Ellina terjatuh di lantai dan memegang pipinya.

"Dasar anak pembawa sial! Sekarang kau menjadi pelacur dan masih mengatakan anakku berbohong?" Vania menarik rambut Ellina.

Lexsi tersenyum penuh kemenangan. Aldric hanya menatap Ellina yang telah menangis.

"Bibi, tidak Bi. Ellina tidak bermaksud seperti itu." Ellina mencoba menjelaskan.

"Lalu apa, hah?"

"Ellina," Aaric telah berdiri di tengah pintu dan menatap tajam pada orang di sekitar Ellina. "... apa yang kalian lakukan?!" Aaric berkata pelan namun sangat tegas.

Lexsi menatap tak percaya. Aldric menaikkan satu alisnya menyadari adanya tamu tak di undang. Sedangkan Vania langsung melepaskan Ellina dan menatap tajam pada Aaric.

Aaric langsung masuk dan mencoba membantu Ellina berdiri. Ellina menerima uluran tangan Aaric dan berdiri tak jauh dari Aaric. Aaric memperhatikan salah satu pipi Ellina yang memerah.

"Apa mereka selalu menyiksamu? Bukankah mereka keluargamu? Tapi kenapa mereka jahat sekali padamu?" Aaric hanya berbicara di dalam hatinya.

"Apa yang kalian lakukan padanya?!" Aaric bertanya dengan tegas.

"Itu bukan urusanmu! Dan kami tidak mengenalmu!" Vania menjawab lantang.

"Pergi dari rumah kami!" Aldric menatap tajam pada Aaric. "... dan kau, Ellina. Masuk ke kamarmu sekarang! Hukumanmu di tambah menjadi dua minggu!" Aldric beralih menatap tajam Ellina.

"Tapi paman...,"

"Sekarang!!!" Aldric berteriak kencang.

Ellina menatap Aaric sebentar lalu berjalan pelan meninggalkan Aaric. Berjalan melewati dapur dan menuju tangga darurat untuk sampai ke atas atap, tempat kamarnya berada.

"Dan kau anak muda, pergi dari rumahku sekarang!" Tangan Aldric menunjuk pintu dan matanya menatap tajam Aaric.

"Anda akan sangat menyesal melakukan itu semua pada Ellina tuan, Aldric Rexton." Aaric tersenyum sinis dan melangkah keluar dari rumah tersebut.

Siang berlalu dan malam pun datang menyambut. Ellina memegang perutnya yang tengah keroncongan karena belum makan dari tadi siang. Ellina turun perlahan dari kamarnya dan menuju dapur. Membuka tempat makanan yang ternyata telah kosong. Ellina kembali membuka kulkas dan hanya menemukan satu bungkus roti kecil yang telah kadaluarsa.

"Baru dua hari yang lalu. Tak apa, ini hanya baru dua hari kadaluarsa." Ellina berucap pelan dan memakan roti itu cepat.

Suara derap langkah kaki membuat Ellina terkejut. Dengan cepat Ellina mengambil satu gelas air dan meminumnya dengan cepat. Lalu dengan langkah hati-hati Ellina mulai menaiki tangga darurat menuju kamarnya.

Sampai di kamar, Ellina mencari sebuah kain panjang dan mengikat perutnya.

"Begini lebih baik. Aku harus membeli roti untuk persediaan dikamar. Perut, bertahanlah sampai besok pagi." Ellina menepuk perutnya pelan dan mulai mencari selimut untuk tidur.

Kenzie lagi-lagi menyelinap masuk kedalam kamar Ellina. Tangannya mengepal saat mendengar penjelasan Aaric tadi siang. Tentang semua perlakuan yang Ellina dapatkan. Dan bagaimana mereka menyiksa Ellina. Itu semua membuat Kenzie murka.

Kenzie ikut berbaring di samping Ellina, mengangkat kepala Ellina dan meletakkan tangannya di bawah kepala Ellina. Kenzie merapatkan tubuhnya dan memeluk erat Ellina. Namun tangannya terhenti saat merasakan sesuatu di perut Ellina.

"Sebuah kain," Kenzie diam sebentar. "... Queen, apa kau kelaparan? Kau mengikat perutmu terlalu kuat." Kenzie mengendorkan ikatan di perut Ellina.

"Maaf Queen, aku belum bisa melakukan segalanya dengan cepat. Kau tau? Disini berbeda dengan Hyroniemus. Disana aku yang berkuasa, namun disini aku perlu menyusun semuanya agar bisa membawamu keluar bersamaku. Bersabarlah sedikit lagi, kau tak perlu tinggal bersama mereka lagi." Kenzie mengelus puncak kepala Ellina.

"Aku akan membuat hidup mereka sengsara karena telah menyakitimu. Menyakiti ratuku, dan itu sama dengan mereka mencoba melawanku." Kenzie mencium kening Ellina.

Ellina menggeliat kecil dan merubah posisi tidurnya. Memiringkan tubuhnya dan menghadap ke tubuh Kenzie. Untuk sekian detik Kenzie diam dan mencoba untuk tidak melakukan pergerakan. Setelah memastikan Ellina benar-benar tidur, Kenzie tersenyum dan semakin erat memeluk Ellina.

"Aku tak akan membiarkan mereka menyakitimu, queen. Tak akan. Siapapun itu, akan kupastikan mereka sengsara." Kenzie mencium bibir Ellina sekilas.

======== ***** ========

Keesokan harinya.

Ellina mengayuh sepeda dengan cepat. Hari rabu adalah tugas piketnya. Dan susahnya, semua teman yang satu piket dengannya menyerahkan semua tugas pada Ellina. Ellina semakin cepat mengayuh sepedanya.

"Dua ratus meter lagi sampai sekolah." Ellina bergumam kecil.

Suara klakson sebuah mobil membuat Ellina menoleh dan menghentikan sepedanya. Mobil ferrari merah itu menepi di samping sepeda Ellina. Ellina menautkan kedua alisnya dan mencoba mencari tahu.

Aaric keluar dari pintu depan mobil tersebut. Tak lama Kenzie juga ikut keluar. Sedangkan dari pintu belakang, Ernest Avram dan Lykaios Canuto juga baru saja turun dari mobil tersebut.

"Pagi ... Queen." Kenzie berjalan mendekati Ellina dan mencium kening Ellina meski Ellina sudah menjauhkan badannya.

"Apa yang Tuan lakukan?" Ellina bertanya dengan tak mengerti.

"Yang Mulia Ratu, sarapan Yang Mulia menunggu di dalam mobil." Lykaios menundukkan kepalanya.

"Tapi, aku ada piket kelas."

"Itu mudah, Queen." Kenzie tersenyum lembut.

Tak lama Aaric menghampiri dan dengan sopan meminta sepeda Ellina. Aaric menaiki sepeda itu, sedangkan Lykaios berlari di samping Aaric. Ernest Avram pamit dengan alasan tertentu dan akan segera kembali. Kini tinggal Kenzie dan Ellina.

Kenzie membukakan pintu mobil untuk Ellina. Dan Ellina hanya menurut lalu duduk di bangku depan. Kenzie menyiapkan segalanya di atas nampan dan memberikan pada Ellina.

"Sarapan pagimu, Queen." Kenzie meletakkan nampan tersebut di pangkuan Ellina.

Ellina menatap nampan dipankuannya. Sepiring nasi goreng dengan telur mata sapi di atasnya. Di sampingnya, sepiring roti sandwich yang terlihat sangat menyelerakan. Tak lupa segelas susu coklat hangat juga telah siap di nampan tersebut.

"Devian Blade bilang, kau menyukai keduanya. Dan istrinya, Acalia menyiapkan itu semua untukmu."

Ellina diam dan masih menatap nampan di pangkuannya.

"Queen, apa kau tak suka? Apa kau mau, aku menyuapimu?"

Ellina menggeleng dan menatap wajah Kenzie.

"Terimakasih, Tuan. Aku akan memakannya."

Ellina mengambil sepotong roti tersebut dan memakannya. Sedangkan sepiring nasi goreng tersebut diberikannya pada Kenzie. Kenzie diam dan menatap makanan di tangannya.

"Apa tuan tak suka?" Ellina memperhatikan wajah Kenzie.

"Aku tak pernah memakan makanan manusia, Queen. Aku tak pernah makan dalam waktu yang lama."

"Lalu, apa Tuan tak lapar? Biasanya Tuan makan apa?"

"Darah yang kau berikan padaku, itu lebih dari cukup untuk energiku, Queen."

Ellina menatap Kenzie. "Meskipun begitu, Tuan tetap harus makan." Ellina mengambil alih sendok di tangan Kenzie, dan menyuapkan satu sendok nasi goreng ke mulut Kenzie.

"Rasanya aneh."

Ellina hanya tersenyum mendengar kata-kata Kenzie.

Tak lama kemudian, Ernest datang dengan banyak tas belanja di tangannya. Ernest mengetuk kaca mobil dan menunggu Kenzie keluar. Kenzie keluar dan menerima semua barang yang berada di tangan Ernest.

"Queen, tukar bajumu. Hyroniemus menyiapkan ini semua," Kenzie memberikan semua barang tersebut pada Ellina yang masih duduk di dalam mobil.

"Kami akan menunggu di luar." Kenzie kembali menutup pintu mobil dan melangkah tak jauh dari situ.

"Bagaimana persiapan semuanya, Avram?"

"Kita harus menunggu Devian Blade, Yang Mulia. Karena dia yang lebih mengerti tentang perusahaan dan cara mengambil hak asuh Ratu Ellina." Ernest membungkukkan badannya.

"Begitu? Berapa banyak kekayaan yang kita punya?"

"Sangat banyak, Yang Mulia."

"Aku ingin perusahaan yang kubangun berkembang pesat. Itu semua agar tak menimbulkan pikiran buruk pada semua orang saat aku mengambil alih hak asuh atas Ellina."

"Akan hamba siapkan, Yang Mulia."

"Aku mengirim Lykaios untuk menjaga Ratu di sekolah. Aku tak bisa menyerahkan keselamatan ratuku pada anak raja dari klan Lycanthrope."

"Apa maksud Yang Mulia, Lykaios menjadi anak sekolah sama dengan Yang Mulia Ratu?"

"Itu benar. Aku akan sedikit tenang saat mengurusi semua hal tentang perusahaan baru kita. Karena ratuku juga akan terjaga keselamatannya."

"Apakah Yang Mulia juga akan membeli sekolah yang ditempati oleh Yang Mulia ratu?"

"Jika itu membuat keselamatan Ratuku terjaga, akan aku lakukan."

"Dimengerti Yang Mulia. Hamba akan mengurus segalanya."

Tak lama Ellina keluar dengan semua seragam baru di badannya. Kenzie dan Ernest menatap Ellina sebentar lalu tersenyum. Kenzie mendekati Ellina dan mengelus puncak kepala Ellina.

"Lepaskan ikatan rambutmu, Queen." Kenzie menarik jepit rambut Ellina dan menyimpannya di dalam kantung bajunya.

"Tuan, aku harus segera pergi. Aku ada piket dan aku hampir telat."

"Piketmu telah selesai. Lykaios mengurusi itu semua. Dan kita akan pergi bersama ke sekolahmu."

Ernest berjalan membukakan pintu mobil untuk Ellina dan Kenzie. Setelah mereka berdua masuk, Ernest masuk dan mulai menjalankan mobil.

Sedangkan di sekolah, semuanya ribut karena melihat Aaric tengah duduk di parkiran dan Aaric berada di atas sepeda Ellina. Lykaios memperhatikan sekitar dan hal itu membuat seluruh anak di sekolah menjerit histeris karena ketampanannya.

Tak hanya itu, rambut Lykaios yang putih telah di potong pendek dan mengikuti model rambut sekarang era dunia manusia. Seragam sekolah yang tampak pas di tubuhnya dan kulit putihnya yang terlihat serasi dengan rambutnya. Jika dibandingkan, Lykaios dan Aaric sama tampannya dan itu membuat seluruh sekolah semakin mengidolakan mereka.

Sebuah mobil ferrari merah memasuki halaman sekolah. Seluruh siswa berkumpul dan ingin melihat siapa pemilik mobil tersebut. Lykaios dan Aaric menghampiri mobil tersebut. Membuat seluruh siswa berbisik-bisik pelan.

Ariela, Lexsi, dan valerine tak mau kalah. Mereka memperhatikan Lykaios dan Aaric yang telah berada disamping mobil tersebut. Lexsi dan Valerie begitu penasaran dengan sosok Lykaios. Sedangkan Ariela, terlihat curiga karena dapat merasakan energi lain meski hanya samar-samar.

Lykaios membukakan pintu mobil dan membungkukkan badannya sebentar. Kenzie turun dan mengulurkan tangannya pada Ellina. Seluruh siswa menjerit histeris karena ketampanan Kenzie. Tak lupa Ariela, Lexsi, dan Valerie juga melakukan hal yang sama. Terpesona dengan ketampanan Kenzie.

Semua orang lebih kaget lagi saat melihat Ellina turun dari mobil mewah tersebut. Terlebih Ellina yang menjabat tangan Kenzie dan sekarang berada di samping Kenzie. Ellina tampak berbeda dengan seragam baru bersih dan menggerai rambut panjang coklatnya.

"Itu Ellina, kan?" Valerie bertanya tak percaya.

Lexsi tertegun melihat Ellina yang sangat berbeda. Ellina yang biasa terlihat kumal dan mengikat rambutnya asal kini berubah menjadi sangat cantik. Tapi Yang membuat Lexsi lebih kesal karena Ellina bisa mengenal sosok amat tampan di sampingnya.

"Si, kau yakin Ellina hanya pembantu di rumahmu?" Ariela bertanya namun matanya tetap memandang Ellina.

"Kau pikir aku bohong?" Lexsi menjawab kesal.

"Ellina sangat cantik ya...," suara bisikan antar siswa mulai merambat dan sampai di telinga Lexsi, Valerie, dan Ariela.

"Benar. Bahkan Ellina sekarang lebih cantik dari Ariela."

Ariela menoleh pada salah seorang siswa yang baru saja mengatakan kata-kata tersebut. Hati Ariela panas mendengar komentar perubahan sosok Ellina. Dengan kesal Ariela menghentakkan kakinya meninggalkan kerumunan tersebut. Lexsi dan Valerie juga ikut mengikuti Ariela.

Bel masuk berbunyi. Seluruh siswa memasuki kelas masing-masing. Kenzie baru saja mengantar Ellina sampai di depan kelasnya. Dan itu membuat seluruh siswa di kelas berbisik atas perubahan Ellina. Hal itu Lexsi gunakan untuk menyebarkan gosip murah dan langsung di tanggapi serius oleh satu kelas. Lexsi mengatakan bahwa Ellina bekerja menjual diri dan tubuhnya.

Semua murid duduk di tempatnya masing-masing. Ellina hanya sendiri di bangku paling akhir di pojok kanan. Tak ada yang mau duduk bersamanya. Semua orang menjauhinya. Seorang guru masuk dan seluruh siswa tenang. Di belakang guru tersebut, seorang siswa ikut masuk kedalam ruang kelas. Detik berikutnya seluruh siswa mulai bersorak senang.

"Tenang semuanya. Kalian mendapat teman baru. Dia baru saja pindah dari luar negeri. Lykaios, perkenalkan dirimu."

"Halo semua ... namaku Lykaios Canuto." Lykaios tersenyum manis dan itu membuat seluruh siswa bersorak senang.

"Ada pertanyaan lain?"

"Ada pak," Valerie mengacungkan tangannya."... Lykaios sudah punya pacar belum?" Valerie dengan senyum genitnya mencoba menarik perhatian Lykaios.

"Maaf pak, saya lelah. Bisakah saya langsung duduk?" Lykaios tak menanggapi pertanyaan Valerie.

"Tentu saja. Pilih bangku yang kau suka."

"Boleh saya duduk dengan rat-? Ah, maksud saya Ellina." Lykaios menunjuk bangku kosong di samping Ellina.

Seluruh mata di kelas membulat tak percaya. Terlebih Valerie yang terang-terangan berusaha mencari perhatian Lykaios namun terabaikan.

"Kemarin Aaric, sekarang Lykaios. Dia benar-benar harus dilenyapkan!" Lexsi mengumpat dalam hati.

Lykaios menundukkan kepalanya sebentar sebelum akhirnya duduk di samping Ellina. Seluruh mata menatap Ellina tajam dan rasa tak suka terang-terangan mereka tunjukkan. Sedangkan Aaric yang biasa duduk ditengah pojok sebelah kiri, kini dengan santainya berpindah duduk di bangku depan Ellina. Semua mata semakin menatap tak percaya. Dua lelaki tampan di sekolah terang-terangan mendekati Ellina. Mendekati gadis yang mereka bully dan mereka benci.

Waktu berlalu dan jam istirahat kedua di mulai. Ellina melangkah masuk kedalam toilet, sedangkan Lykaios dan Aaric menunggu di kantin. Valerie, Lexsi, dan Ariela ikut menyelinap masuk kedalam toilet dan mengunci pintu toilet. Dengan cepat Lexsi menghampiri Ellina dan menarik rambut Ellina.

"Sudah merasa hebat, ya? Berani mendekati Aaric dan Lykaios, anak baru tampan itu?"

"Ampun, Si. Sakit, lepaskan." Ellina berusaha melepaskan tangan Lexsi dari rambutnya.

"Aku muak melihat muka sok cantikmu, anak beasiswa! Mulai besok, kau akan terima kabar bahwa beasiswamu dicabut!" Valerie mendorong tubuh Ellina hingga tubuh Ellina terbentur dinding dengan keras.

Plakkk!

Lexsi menampar pipi Ellina dan menatap penuh benci. Ellina memegang pipinya dan air mata itu lagi-lagi telah keluar. Ellina mendongakkan wajahnya dan balas menatap Lexsi.

"Aku tak pernah melawanmu sejauh ini, Si. Tapi kau tetap menyiksa dan memperlakukanku sesukamu. Kenapa selalu aku? Kenapa selalu aku yang jadi masalah buat kalian? Apa salahku?"

"Heh," Lexsi menunjuk wajah Ellina. "... kesalahanmu karena kau hidup di dunia ini. Dan kau punya segalanya yang aku dan keluargaku inginkan!"

"Apa itu belum cukup? Aku berikan segalanya untuk keluargamu!" Ellina tak dapat lagi menahan emosinya.

"Belum. Harusnya kau ikut mati bersama kedua orangtuamu, agar semua rencana orangtuaku lancar! Itu lebih baik buat keluargaku!"

"Maksudmu?"

Lexsi mendekati Ellina dan berbisik. "Semua sudah diatur oleh keluargaku, anak pembawa sial!"

Ellina membeku mendengarkan perkataan Lexsi. Kematian kedua orangtuanya sudah di atur? Oleh pamannya sendiri? Oleh saudaranya sendiri? Setitik air mata itu kembali turun. Emosi yang baru saja akan Ellina redam perlahan kian memuncak.

Plakkkk!

Kali ini Ellina menampar Lexsi. Ariela dan Valerie bengong dan membulatkan matanya tak percaya. Ellina yang biasanya penurut pada Lexsi, kini telah berani menampar Lexsi.

"Teganya kalian! Kalian sebut diri kalian manusia? Kalian menghancurkan kebahagiaanku! Kal-,"

Plakkkk!

Lexsi menampar pipi Ellina lagi.

"Beraninya kau menamparku? Kau pikir kau siapa? Hanya karena Aaric dan Lykaios dekat dengan dirimu, kau sudah berani berulah?" Lexsi menarik rambut Ellina dan mendorong tubuh Ellina hingga terjerembab.

Valerie dengan cepat mengambil ember yang telah berisi air bekas kain pel. Detik berikutnya air itu ia gunakan untuk menyiram tubuh Ellina.

Ariela mendekati Ellina dan tertawa sinis. Tangannya terulur dan menyentuh dagu Ellina.

"Dengar, anak beasiswa! Berani kau mendekati para pangeran tampan di sekolah ini, hidupmu ada di tanganku!" Ariela tersenyum licik namun matanya memandang pada mahkota kecil biru di rambut Ellina.

Valerie dan Lexsi mendekat dan menendang perut Ellina keras. Ellina meringis merasakan sakit di perutnya. Setelah itu Valerie dan Lexsi memperbaiki penampilan mereka dan keluar dari toilet. Kini tinggal Ariela dan Ellina berdua di dalam toilet.

"Berikan mahkota di kepalamu. Kau tak pantas untuk memakainya!"

"Tak akan. Ambil jika kau mampu!"

Kata-kata Ellina membuat Ariela tersenyum penuh arti.

"Jika aku mampu? Akan aku buktikan di depan matamu, siapa aku sebenarnya!"

Ariela memutar air kran dan perlahan air itu mengalir. Ariela memandang air itu dan dengan pikirannya ia menggerakkan air tersebut. Saat air bergerak di atas tubuh Ellina dengan sekali kedipan mata air itu jatuh di tubuh Ellina. Bibir Ariela bergerak meski tak jelas apa yang tengah ia ucapkan. Tiba-tiba air di tubuh Ellina membeku. Berubah menjadi bongkahan es yang menyelimuti tubuh Ellina.

Ellina sangat terkejut mengetahui air di tubuhnya telah berubah menjadi es dan menyelimuti tubuhnya. Ellina semakin takut saat Ariela semakin mendekat dan mengulurkan tangannya. Ariela meraih mahkota di kepala Ellina. Dengan semua kekuatan yang Ariela punya, Ariela berusaha mengambil mahkota tersebut.

Karena Kenzie melemahkan kekuatan mahkota di kepala Ellina, Ariela berhasil meraih dan mengambil mahkota di kepala Ellina. Meski Ariela harus mencekik dan membekukan tubuh Ellina. Kini Ellina tak sadarkan diri. Bibirnya membiru dan tubuhnya benar-benar membeku. Ariela tersenyum puas dan memakai mahkota tersebut. Lalu meninggalkan Ellina dan mengunci toilet tersebut.

========//////=========

Di sebuah ruangan klan Lycanthrope, Kenzie tengah duduk berhadapan dengan Devian Blade. Ernest dengan cekatan mendengarkan semua penjelasan Devian tentang perusahaan dan hukum manusia. Kenzie dengan cepat mencerna semua penjelasan Devian.

Bahkan Kenzie kini telah membangun sebuah rumah mewah bak istana yang mirip dengan kerajaan Hyroniemus. Kenzie memerintahkan semua bawahannya di Hyroniemus untuk membangun rumah tersebut. Karena mereka semua gabungan antara iblis, fairy, dan serigala, rumah tersebut jadi dalam waktu kurang 24 jam.

Tak hanya itu, Hyroniemus kini berubah menjadi Hyroniemus Grub di dunia manusia. Dengan kekayaan yang Hyroniemus punya, Hyroniemus Grub berkembang dengan sangat cepat kurang dari 1 hari. Hyroniemus menjadi sebuah perusahaan yang menembus level tinggi dan di segani.

"Jadi apa yang bisa kulakukan untuk membawa ratuku tinggal bersamaku?" Kenzie memandang Devian.

"Maaf Yang Mulia, tapi kita harus mempunyai bukti bahwa keluarga Ellina memaksa, menyiksa, dan menelantarkan Ellina. Dengan begitu, kuasa hukum Ellina akan menyerahkan semua hak asuh serta seluruh aset yang Ellina miliki."

"Jadi aku harus membiarkan mereka memukul Ratuku untuk mendapatkan bukti itu?"

"Ampun Yang Mulia. Hanya itu jalan yang mudah untuk kita tempuh."

Kenzie mendesah kasar. Membiarkan ratunya tersakiti di depan matanya sendiri? Itu akan sangat sulit untuk Kenzie. Mendengar Ellina akan tersakiti saja sudah membuatnya ingin melenyapkan siapapun yang akan menyakiti ratunya.

"Yang Mulia, mungkin ini sedikit sulit. Tapi setelah itu Ratu akan aman bersama kita. Terlebih sekarang klan Vampire, penyihir dan iblis tengah memburu ratu. Akan sangat sulit melindungi ratu jika ratu masih dalam hak dan kewenangan keluarganya. Hanya satu tahun lagi Yang Mulia. Setelah itu kita bisa membawa ratu pergi dari sini dan menetap di Hyroniemus." Ernest mencoba menenangkan Kenzie.

Kenzie berpikir sejenak dan mengangguk. Devian dengan cepat menyiapkan seluruh dokumen hak asuh atas Ellina. Namun tiba-tiba darah di sekujur tubuh Kenzie terasa sakit. Suhu tubuh Kenzie juga tiba-tiba berubah dingin.

"Queen. Klan Neptunus!" Kenzie berkata tegas.

Devian dan Ernest langsung menoleh pada Kenzie. Melihat raut wajah Kenzie yang telah berubah. Membuat mereka tahu ratu mereka tengah dalam bahaya.

Dengan secepat kilat Kenzie langsung menghilang. Ernest mengikuti Kenzie, sedangkan Devian dengan cepat masuk dalam mobil mewahnya.

Lykaios dan Aaric mendobrak pintu toilet. Wajah mereka pucat saat mengetahui tubuh Ellina yang telah membeku. Mereka gagal melindungi Ellina, meski Ellina sangat dekat dengan jangkauan mereka.

Kenzie tiba di halaman belakang sekolah. Dengan lari yang sangat lambat namun cepat untuk ukuran manusia, Kenzie menatap sebuah sinar biru redup di rambut seseorang. Kenzie berlari dan memeluk tubuh orang tersebut.

"Queen, aku mengkhawatirkan dirimu."

Ariela membeku saat tiba-tiba sosok pria tinggi tampan itu memeluknya dari belakang. Ariela membalikkan tubuhnya dan matanya bertemu dengan mata Kenzie. Detak jantung Ariela semakin cepat saat menyadari wajah Kenzie begitu dekat dengannya. Ariela jatuh hati pada Kenzie pada pandangan pertama.

Kenzie melebarkan matanya tak percaya. Ia salah memeluk orang. Dengan cepat ia melepaskan pelukannya dan menatap Ariela tajam. Mata Kenzie melihat mahkota di kepala rambut Ariela yang bersinar karena dekat dengannya.

"Queen," tanpa banyak kata Kenzie meninggalkannya Ariela yang tengah terpesona olehnya.

Kenzie dengan cepat memasuki area sekolah. Dan matanya menerawang dan mencoba merasakan kekuatan dari Lykaios. Tak lama Kenzie melihat Ernest yang tengah masuk dalam sebuah toilet.

Lykaios dengan cepat mengeluarkan kekuatannya. Sedangkan Aaric menjaga pintu agar tetap tertutup. Api ditangan Lykaios telah menjalar dan mencairkan es di tubuh Ellina. Hanya beberapa menit akhirnya seluruh es tersebut mencair. Tak lama Ernest datang dan langsung mendekati tubuh Ellina.

"Apa yang terjadi pada Ratu?" Tanya Ernest khawatir.

"Ratu hampir saja mati membeku," Lykaios menjawab lirih.

"Ratu tak ingin kami terlalu dekat dengannya. Hingga kami lalai dalam menjaga ratu." Aaric ikut tertunduk.

Kenzie langsung masuk dalam toilet tersebut. Namun matanya menatap tubuh Ellina yang telah membiru dan tak sadarkan diri.

"Queen. Apa yang kalian lakukan!!!"

Kenzie langsung meraih tubuh Ellina dan memeluknya. Membawa Ellina dalam gendongannya dan pergi meninggalkan toilet. Ernest, Lykaios dan Aaric mengikuti Kenzie. Hingga Kenzie tiba di halaman sekolah dan di sambut oleh mobil Devian. Kenzie dengan cepat masuk kedalam mobil dan Devian langsung melajukan mobilnya.

Ariela menatap nanar pada sosok Kenzie yang tengah membawa Ellina. Pria yang baru saja memeluknya ternyata mencari Ellina dan bukan dirinya. Ariela semakin ingin membunuh Ellina agar ia dapat bersanding dengan Kenzie.

Ernest menyadari mahkota ratunya bersinar pada seorang gadis yang tak jauh darinya.

"Siapa dia? Kenapa mahkota ratu ada padanya?"

Aaric menoleh pada arah pandang Ernest. Lykaios pun melakukan hal yang sama. Dengan cepat Aaric menarik tangan Ariela menuju halaman belakang sekolah. Ariela hanya menurut dan mengikuti Aaric.

Lykaios dengan cepat membuat portal yang tak bisa di masuki oleh manusia. Ernest menatap wajah Ariela dengan tajam dan benci. Sedangkan Ariela kaget saat mengetahui bahwa Lykaios memang bukan manusia biasa. Ernest maju dan mencekik leher Ariela.

"Kau yang menyakiti Ratu? Kenapa mahkota Ratu ada padamu?"

"Lep-lepaskan."

"Katakan!" Perintah Ernest tegas. Ernest mengendurkan cengkeramannya.

"Karena aku menginginkannya. Karena ia tak pantas menggunakan mahkota cantik ini."

"Klan Neptunus yang tak tahu diri!" Ernest melempar tubuh Ariela.

Ariela terhempas dan terbatuk sambil memegangi lehernya. Ariela menatap sekelilingnya. Baru saja ia hendak menggerakkan suatu benda dengan pikirannya, Ernest telah mengeluarkan sayap coklatnya dan api di tangannya.

Ariela ketakutan melihat Ernest yang ternyata bukan tandingannya. Ariela mundur dan terus mundur. Ernest mengulurkan tangannya dari jauh dan kalung di leher Ariela terlepas. Ernest menatap ke langit dan tiba-tiba langit mulai gelap. Tak lama hujan pun turun. Ariela menatap tak percaya saat kakinya telah berubah menjadi ekor. Ariela berubah menjadi duyung.

Saat rasa takut tengah mendera, Ariela tak menyadari bahwa Ernest telah mendekat. Dengan senyum sinis Ernest mengulurkan tangannya yang telah mengeluarkan api.

"Sekali lagi kau mengganggu Ratu, aku akan melenyapkanmu!" Ernest mengarahkan api di tangannya pada ekor Ariela.

Ariela menjerit kesakitan. Aaric bergidik ngeri melihat kekejaman Ernest meski itu pada Ariela. Namun Aaric juga tak ingin menolong Ariela. Setelah Ariela tak sadarkan diri, Ernest menjauh dari tubuh Ariela.

"Kau membekukan Ratu, dan aku membakar ekormu!" Ernest berucap pelan dan meninggalkan Ariela.

Lykaios mengeluarkan sayap putihnya dan membawa tubuh Ariela. Lykaios terbang tinggi hingga tak dapat terlihat. Menuju laut luas dan dengan senyum sinis, Lykaios melepaskan tangannya begitu saja.

"Bahkan seluruh nyawa dari klanmu, tak pantas hidup saat mereka menyakiti Ratu meski hanya sedikit saja!"

Ariela jatuh dari ketinggian yang tak dapat di perkirakan. Lykaios tersenyum puas melihat tubuh Ariela yang kian jauh dari pandangannya dan akhirnya jatuh kedalam laut.

"Sampaikan salam kematian pada klanmu jika kalian berulah sedikit saja!" Lykaios terbang dan pergi menjauh dari area tersebut.

""""""""""""""""""""""""""""""""""""

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height