MY SEXY EDITOR/C4 Chapter 4
+ Add to Library
MY SEXY EDITOR/C4 Chapter 4
+ Add to Library

C4 Chapter 4

"Itu Kayvan bukan?" Ilene menoleh ke samping. Kayvan Sagara—crush Ilene. Gadis itu langsung terdiam. Dulu, saat masih kecil ia sering bersama Kayvan karena orang tua mereka saling mengenal, tapi saat tumbuh remaja, Ilene menyadari ketertarikannya pada Kayvan. Baginya, Kayvan itu cowok idaman untuk bisa ia bawa jalan-jalan atau minimal bisa jadi praktek agar ia tidak kaku menulis adegan. Seperti Ilene dan Kayvan pergi kencan, keduanya berpegangan tangan, saat malam hari Kayvan membuka jaketnya dan memberi pada Ilene. Saat sudah larut malam dan keduanya nyaris berciuman saat Kayvan mengantarnya pulang.

"Kayvan." Suara bundanya membuat Ilene kembali sadar, ia hanya bisa menunduk saat laki-laki itu mendekat. Sampai sekarang, getaran itu masih terasa. Sejak SMA Ilene menyukai Kayvan, tapi laki-laki itu tidak menyukai dirinya. Ini kenyataan pahit yang Ilene terima.

"Hai bunda." Kayvan menyalami Ilona. Ilene sibuk membaca proposal miliknya.

"Hai Ai." Ilene pura-pura terkejut, dan tersenyum pada Kayvan padahal jantungnya mau copot.

"Oh hey." Kayvan tersenyum padanya kembali. Ilene memalingkan wajahnya, duh wajahnya begitu tampan dan senyumannya secerah bulan. Ilene langsung menganga, ngomong bulan ia jadi terikut editor rese Moon. Ilene hanya mencibir kesal.

Saat Kayvan pamit pergi, Ilene turun dari mobilnya dan langsung menuju ruang Pak Prapto siapa tahu, orang tua tersebut tidak sibuk.

Ilene bernapas lega, saat melihat kepala plontos Pak Prapto di balik pintu berkaca tersebut. Ilene mendorong deg-degan karena takut kena semprot Pak Prapto apalagi orang tua itu moodnya sedang buruk.

"Misi pak." ujar Ilene dengan sopan.

"Ya." Pak Prapto menurunkan sedikit kacamatanya.

"Ada apa?"

Ilene menurunkan dokumen. Dan mengeluarkan proposal yang sudah ia buat.

"Kamu mau bimbingan? Jam berapa janjian?"

"Harusnya, jam 10 pak." lirih Ilene berharap orang tua ini sedikit tuli. Tapi pak Prapto malah melihat jam yang melingkar di tangannya.

"Telat! Jumpai saya jam 1 nanti."

Bokong Ilene yang belum mendarat sepenuhnya terpaksa ia angkat lagi.

"Iya pak." Gadis itu dengan lesu keluar dari ruangan Pak Prapto. Demi apa, ia harus menunggu dua jam lagi? Belum lagi bimbingan lama, dan banyak revisi yang membuatnya pusing.

Ilene keluar dari ruangan ber-AC. Bertemu Kayvan nyatanya tidak membuat nasibnya mujur.

"Eh ibu anak satu." tegur Ilene saat melihat Azyan yang membawa anaknya ikut bimbingan. Bayi yang sudah lancar berjalan bahkan berlari saja sudah laju, berjalan di setiap bangku menunggu dan membuat semua mahasiswa yang melihatnya geram.

"Hai ponakan." tegur Ilene, dan langsung mengendong Danish. Mencium aroma bayi, membuat kekesalan Ilene sedikit berkurang. Demi apa, saat bimbingan banyak waktunya ia habiskan dengan menunggu.

"Bella bimbingan juga?"

"Iya. Tadi udah, ini mau tandatangan persetujuan penelitian."

Azyan memalingkan wajahnya. Hufh ... Dunia serasa tak pernah adil padanya. Azyan mendapatkan semua kebahagiaan dan kesempurnaan.

"Ini aja jualnya." Ilene mengangkat wajahnya, saat melihat abangnya membawaa materai 6000. Dih, bikin makin iri aja.

"Yaya." Danish sibuk saat melihat ayahnya. Bayi itu tangannya langsung ia ulurkan minta digendong.

Dennis mengambil Danish dan duduk di samping Ilene. Ilene melirik irih ke keluarga bahagia ini. Demi apa ia iri sama abang sendiri, iri sama sahabat sendiri. Hufh ... Hati Ilene hanyak penyakit iri dengki.

Ilene melihat Azyan yang menempel banyak kertas dengan materai. Dia bahkan, revisi bab 1 belum selesai hingga sekarang.

"Abang nggak kerja?" Ilene curiga, kerja Dennis hanya ngepet karena ia seperti tak pernah bekerja dan dunianya tak pernah habis bahkan hidup keluarga kecilnya makin bahagia. Ditambah anak mereka. Ilene harus menanyakan pada bundanya, penyakit apa yang ia punya ia seperti iri dengan kehidupan Dennis dan Azyan.

"Kerjalah." Ilene hanya mencubit-cubit pipi Danish karenw geram. Bayi ini semakin menggemaskan, dan masih bayi saja sudah terlihat bibit tampannya.

"Mommy." Danish berteriak saat melihat ibunya berdiri.

"Bentar ya baby. Mommy tanda tangan bentar." Azyan mencium pipi anaknya dan masuk ke dalam ruangan dosen.

"Habis ini abang pulang?"

"Iyalah."

"Kenapa nggak di kampus aja? Jalan-jalan gitu."

"Danish mau tidur."

Ilene akhirnya membuka ponselnya dan terpaksa ia harus melayani si rese Moon lagi.

Tentang : Revisi 🥶🥶🥶

Hi Moon,

😴😴😴😴.

Mati aja lo Moon!

Ilene langsung menghapus pesan konyol tersebut. Bisa-bisa nyawanya dicabut Moon jika ia berani mengirim seperti itu. Padahal ia sudah lelah.

Tentang : 🥴🥴🥴🥴

Moon resek!

Ilene menghapus lagi. Sepertinya hanya dengan seperti ini, ia bisa bebas mengeluarkan apa yang ia rasakan.

Tentang : 🤢🤢🤢🤢

Lo kapan mati sih!

Ilene menghapus lagi.

Tentang : Revisi

Hi Moon,

Saya terhura, gigi saya jadi gigi sapi😱😱😱. Padahal saya sambil ngaca, gigi saya masih gigi kelinci.

Saya akan revisi lagi. For you information, saya juga mahasiswa akhir yang dikejar deadline skripsi😴😴😴. Lagian saya jomblo😪😪

Regards,

Gigi Kelinci

Ilene langsung mengirim, peduli setan jika editor Moon marah. Dia memang editor rese.

Ilene melihat Danish yang sudah terkantuk-kantuk. Kasian juga bayi inu, rela menemani ibunya ke kampus hingga mengantuk.

"Bang. Anaknya udah ngantuk tuh." Dennis akhirnya membenarkan tidur Danish dan mata bayi itu tertutup sempurna. Ah mengemaskan.

Saat itu, Azyan juga keluar.

"Udah? Danish udah tidur."

"Yaudah pulang yuk. Udah selesai kok Ai pulang dulu." Ilene hanya mengangguk dengan perasan iri yang begitu kentara.

Ilene memperhatikan saat pasangan suami istri tersebut berjalan beriringan menuju parkiran. Dennis yang mengendong bayi, Azyan yang mengambil tas menutupi wajah bayi itu dari sengatan matahari. Saat sampai di mobil, Azyan merogoh kunci mobil di saku Dennis, dan membuka pintunya.

"Kenapa sih mereka bikin iri aja." guman Ilene saat melihat keluarga kecil yang berbahagia tersebut. Gadis itu misuh-misuh, dan melihat ponselnya apa ada balasan dari editor Moon.

Tentang : Mengeluh!

Dear Gigi Kelinci,

Jangan banyak alasan dan mengeluh. Kamu pikir kerjaan saya cuman mau ngurusin kamu yang kerjanya tidak becus?! Masih banyak ratusan naskah yang mengantre untuk saya koreksi. Tapi saya mau beri kamu kesempatan dan belajar.

Jangan banyak alasan! Kerjakan saja apa yang diminta. Saya minta naskah jam 4, sudah masuk ke ke email saya!

Tertanda,

Moon.

"Anjim emang si Moon." maki Ilene. Saat ia menyadari banyak pasangan mata yang melihatnya sudah jingkrak-jingkrak. Tapi Ilene tak peduli, jika ia membalas moon dengan melas, Moon membalasnya dengan lebih kejam.

"Sumpah. Si Moon makan cabe aja tiap hari kayaknya. Atau dia punya grup khusus untuk melatih mulutnya jadi tajam seperti itu. Atau si Moon sebenarnya ibu-ibu komplek yang cerewet banyak maunya. Shit! Bisa-bisanya dapat editor rese macam nih."

Ilene masih menghentak-hentak kakiknya kesal. Dan tanpa sadar Pak Prapto sudah berdiri do depannya. Seperti gaya khasnya. Orang tua itu, menurunkan sedikit kaca mata bulat kecil yang bertengger di hidungnya, dengan kepala plontos andalan dan menatap Ilene.

"Kamu yang mau bimbingan bukan? Ikut saya." Masih dengan kesal karena editor Moon, Ilene mengikuti Pak Prapto untuk bimbingan yang ia yakini levelnya sebelas-dua belas seperti editor Moon.

"Dosa apa gue di masa lalu, hingga ketemu orang yang tak enak semua?" Saat masuk dalam ruangan Pak Prapto. Orang tua itu, bertanya dengan baik, membuat Ilene bernapas lega dan lancar menjawab semua pertanyaan dari Pak Prapto dengan percaya diri.

"Apa ini? Kamu mau meneliti novel? Yang ada sisi erotisnya? Seperti novel Fifthy Shades of Grey? Oh, saya bahkan belum baca novelnya. Tapi filmnya cringe." Ilene menelan ludahnya gugup. Ia sengaja mengambil tema yang sama, karena sejalan dengan apa yang ia kerjakan jadi semuanya terasa lebih gampang.

"Saya ada novelnya kalau bapak mau baca." Ilene merasa tak nyaman. Harusnya ia ingat, jika pembimbingnya seorang lelaki bukan perempuan yang membuat keduanya sama-sama tak nyaman membahas sisi erotis dari sebuah cerita.

Ilene suka membaca novel, jadi penelitiannya ia samakan, kebetulan editor rese juga menyuruh bagian erotis, jadi ia samakan saja. Kebetulan Ilene pernah beli novelnya, walau ia harus menyembunyikan jangan sampai orang rumah ada yang tahu ia membaca novel model seperti itu.

Pak Prapto tentu tidak meloloskan begitu saja. Banyak coretan dan revisi yang harus Ilene kerjakan. Tapi untuk waktu dua hari, Ilene sedikit lega karena sebelum jam 4, ia harus mengirim revisi pada si rese. Ilene keluar dengan perasaan lega.

Gadis itu ingin makan di kantin, sebelum pulang. Atau mencari kembarannya.

"Hai Ai. Mau pulang?" Lidah Ilene langsung terasa kelu, Kayvan berdiri di depannya. Cowok itu begitu wangi, dengan senyum manis andalan. Ilene hanya mampu menunduk.

"Pulang sama aku?" tawaran Kayvan begitu menggiurkan rupanya. Ilene melirik jamnya sudah pukul, 2.34. kenapa waktu cepat berlalu. Tapi Ilene akhirnya mengikuti Kayvan dari belakang.

Ponsel Ilene bergertar. Gadis itu, membuka pinselnya siapa yang mengirimnya pesan. Rupanya email.

Tentang : Saya Tunggu!

Dear Gigi Kelinci,

Jangan pacaran aja. Kerjakan apa yang saya minta. Waktu kamu tersisa satu setengah jam.

Tertanda,

Moon

"Bangsat! Dia bahkan tahu aku ngapain aja! Mati aja lo Moon!" teriak Ilene tak terima, bahkan Kayvan yang melihatnya terheran-heran. Bodo amat, jika Kayvan ilfeel padanya.

Moon editor rese sejagad raya!

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height