MY SEXY EDITOR/C5 Chapter 5
+ Add to Library
MY SEXY EDITOR/C5 Chapter 5
+ Add to Library

C5 Chapter 5

"Loh kok cemberut aja?"

Ilene yang sedang gondok mengaduk-gaduk minumannya dengan kasar. Editor rese itu membuat moodnya turun bebas seperti bermain seluncuran di water boom.

Bahkan, sekarang sudah jam 4, Ilene tak peduli kalau pada akhirnya ia gagal jadi penulis best seller. Untuk apa ia terkenal, tapi jiwanya tak sehat karena jumpa editor rese sejagad raya. Bahkan depan gebetan Ilene masih misuh-misuh. Ilene juga tak peduli jika Kayvan semakin tak menyukai dirinya.

"Maaf aku lagi kesal." Aku Ilene jujur. Kayvan hanya mengangguk. Ia tahu, asa yang menganggu pikiran Ilene sekarang. Apalagi habis bimbingan itu memang butuh pelarian mood yang sempurna, seperti para lelaki main game atau futsal. Jika para wanita Kayvan kurang tahu, mungkin dengan bergosip atau makan. Kayvan tahu, wanita adalah makhluk yang suka mengunyah seperti sapi. Makanya ia sengaja mengundang Ilene makan terlebih dahulu, tapi gadis itu hanya memesan jus strawberry dan tidak memesan makanan sedikitpun.

"Gara-gara skripsi ya?"

"Iya nih. Sumpah, revisi-revisi. Nggak masalah revisi, nah ini reseknya minta ampun. Minta tenggelamkan ke Bikini Bottom." Ilene menyetak kakinya kesal. Yang ia maksudkan ke editor rese bukan Pak Prapto. Walau banyak revisi, Pak Prapto tak serese satu lagi. Harusnya editor rese itu tak punya kewajiban karena Ilene bahkan belum taken kontrak. Dasar penyusah!

Kayvan hanya mengangguk. "Yaudah makan yang banyak." Ilene langsung menatap Kayvan horor. Jadi maksud cowok ini dia suka makan dan sekarang Ilene kelihatan gemuk? Yang benar saja? Walau masih gadis, tapi Ilene harus mengakui demi bulu hidung kuda nil, tubuh Azyan beranak satu lebih bagus dari dirinya. Ibu-ibu anak satu itu memang membuatnya selalu iri.

"Aku diet kok." seloroh Ilene. Moodnya benar-benar jatuh ke jurang dan tak bisa diajak kompromi sekarang.

"Eh kok diet? Aduh gimana sih." Kayvan menggaruk rambutnya. Memahami cewek lebih sulit dari membedakan akar serabut, akar tunggal, tulang akar hingga tulang ekor.

"Ya aku tahu, aku gendut. Dan sekarang aku diet." Kayvan mengusap wajahnya kasar. Dari pembicaraannya tadi, ia rasa ia tidak salah bicara. Tapi kenapa gadis di depannya salah tangkap? Apa Ilene sedang PMS. Jika Kayvan bertanya ini, ia yakin Ilene makin murka padanya. Jadi bagaimana ia memulai pembicaraan sekarang?

"Oh diet. Tapi jangan sampai kayak ranting berjalan ya." komentar Kayvan asal.

"Ih tubuh aku dari kecil nggak pernah kurus apalagi sampai kayak lidi nggak pernah."

"Biasanya kalau stress cepat kurus. Banyakan pas lagi skripsi sekarang kurusnya cepat bangat, karena mikirin skripsi."

"Tapi aku kalau makan tinggal makan kok. Walau begadang juga."

"Nah ini. Jangan samapi begadang. Begadang memperpendek umur. Bawa santai aja, kalau nggak kuat bisa lanjut besok. Nggak mati kalau skripsi tak selesai."

"Tapi kan ini buat masa depan." Sebenarnya Ilene dan Kayvan sudah seakarab seperti sekarang, hingga berbicara tak perlu malu-malu lagi. Hanya saja, Ilene takut jika terus seperti ini perasaannya makin tak tekontrol sedangkan Kayvan tak tahu sama sekali dengan perasannya. Dasar lelaki tak punya hati! Atau Kayvan punya pacar? Ilene takut jika ia mencari tahu lebih lanjut, maka membuat moodnya makin hancur dan tak jadi buat skripis karena patah hati atau ia bunuh diri di pohon pisang milik tetangganya.

"Ya tapi jangan menyiksa diri. Nggak baik okay?" Ilene mengangguk. Ini yang ia suka dari Kayvan. Dia bisa jadi teman, penasihat, orang tua. Kayvan adalah pacarable yang Ilene impikan dalam khayalan liarnya. Asal kalian tahu, otak liar Ilene selalu berpikir ingin mencium Kayvan. Andai saja kesempatan itu ada, pasti habis seratus lembar kertas Ilene tuangkan demi kisah mereka.

"Hujannya reda. Tinggal petir-petir aja nih." Ilene melihat keluar. Keadaan masih gelap, hujan tadi sempat deras saat mereka tiba di cafe. Tapi Ilene berdoa dan berharap hujan sengaja membuat mereka terjebak dan akan ada kisah cinta seperti di drama Korea atau di novel-novel yang Ilene baca.

"Nanti aja." Ilene sengaja ingin berlama-lama bersama Kayvan. Karena setelah ini, mereka akan susah untuk bertemu lagi, apalagi keduanya beda fakultas.

Ilene diam-diam memperhatikan raut wajah Kayvan. Tampan, tak ada celah dari lelaki ini untuk membuatnya ilfeel. Ilene yakin, banyak perempuan yang mengejar Kayvan pasti. Tapi sedekat ini saja, Ilene senang bukan main. Andai lebih dari ini, ia bahkan lebih senang. Seperti mengandeng tangan tak pernah lepas, Kayvan menjemputnya setiap saat kalau boleh Ilene tak boleh kalah seperti pasangan sebelah yang sudah menikah, punya anak dan sangat harmonis. Apa Ilene bisa berpikir sejauh itu? Apa Kayvan suami-able? Laki-laki yang selalu bisa diandalkan seperti abangnya?

Kayvan anak tunggal di rumahnya, Ilene yakin semua kebutuhan Kayvan pasti terpenuhi. Bukan seperti dirinya yang banyak saudara, bahkan punya saudara kembar yang apa-apa harus bagi dua tak bisa dimiliki sendiri. Tapi Ilene menyayangi saudara kembarnya yang tak kalah resek. Walau editor bulan lebih resek.

"Ini udah beneran reda. Mau pulang? Mungkin kamu butuh istirahat dan buat revisi lagi." Ilene mendesah kasar. Hanya sebatas ini, tak ada kemajuan. Kayvan tak tertarik padanya, ini kesimpulan yang bisa Ilene tarik sejauh ini. Ah, potek sudah hatinya. .

"Yaudah." jawab Ilene lesu. Ia mengangkat tas dan dokumen menyeret-nyeretnya tak ikhlas karena harus berpisah dengan sang pujaan hati. Jika Ilene tak malu, maka ia bisa mengutarakan perasaannya sekarang, tapi ia belum samggup Kayvan menjauhinya. Karena Ilene tahu, jika tahu kebenarannya Kayvan akan menjauh. Bukankah seperti ini lebih baik? Pura-pura tidak tertarik padanya.

Keduanya keluar dari cafe dengan hujan rintik-rintik kecil. Waktu seperti ini tepat untuk Ilene mengkhayal dan menuangkan idenya dalam tulisan.

"Hari apa lagi bimbingan?" Sekarang hari Selasa, berarti hari kamis.

"Uhm Kamis tadi janjian lagi sama Pak Prapto." jawab Ilene semangat.

"Oh, masih banyak waktunya. Jangan dibawa stress." Wajah cerah Ilene langsung mengkisut seperti lemon busuk. Ia mengira Kayvan akan mengajak dirinya, atau cowok itu ingin mengatarkan dirinya lagi sebagai jajak pendekatan lebih dekat. Ayolah, Ilene cukup percaya diri bahwa ia cantik. Tapi kenapa Kayva tak bisa melirik dirinya? Hufh... Mata Kayvan buta seperti. Kayvan butuh iup. Ngomong iup Ilene jadi makin cemberut mengingat su bulan-bintang editor rese.

Ilene melihat ayah dan bundanya yang seperti mau ke kondangan. Papahnya pasti baru pulang kerja.

Kayvan mengklakson mobil orang tua Ilene dan berhenti di depan rumah Ilene. Darris belum pulang, berarti rumah kosong.

Ilene bisa tidur atau melanjutkan revisi punya si bulan-bintang.

Ilene yakin bundanya menyimpan kunci di bawah keset kaki.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height