My Sweet Bodyguard/C9 Crush on You
+ Add to Library
My Sweet Bodyguard/C9 Crush on You
+ Add to Library

C9 Crush on You

Angin malam berembus kencang menebarkan aroma amis laut yang pekat dan lembab. Beberapa nelayan yang telah bersiap akan melaut, sibuk menyiapkan alat-alat memancing mereka; seperti jala, bagan besar tempat ikan, dan beberapa alat lainnya.

Mereka diam-diam memperhatikan beberapa orang yang sedang berdiri menggunakan baju nelayan di sudut dermaga. Merasa curiga entah siapa para nelayan asing itu. Namun, akhirnya mereka memilih bersikap acuh lantaran sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

"Apa kita kelihatan mencolok?" tanya Dimas pada rekan-rekannya yang mengenakan baju serta topi nelayan lusuh.

"Lo tetep ganteng kok," ujar Rian kalem, rekan satu tim-nya yang ikut menyamar malam ini. Cowok bertubuh gempal itu mengulum senyum sambil melirik Dara yang berdiri di sampingnya tengah terkikik geli.

Dimas mencibir pada Dara yang juga mengenakan baju nelayan wanita. "Lo juga kelihatan kayak ibu-ibu ditinggal mati suaminya," ejeknya.

Dara menghentikan tawanya dan menyeringai, "Apaan sih. Gue nggak ngomong apa-apa, tapi kenapa lo ngatain gue?"

"Itu lo tadi cekikikan ngetawain gue," sergah Dimas sengit.

"Sudah-sudah kenapa kalian malah berkelahi? Kita sedang melaksanakan tugas!" Pak Mathias berseru. Ia juga mengenakan pakaian nelayan dan sepatu boot karet hitam yang membuat penampilannya persis seperti nelayan sungguhan.

Dimas, Dara, pak Mathias, Rian serta tiga rekan yang lain sedang menyamar menjadi nelayan malam ini untuk menangkap basah para mafia yang akan melakukan transaksi penjualan senjata ilegal. Mereka mendapat kabar tersebut dari beberapa narasumber terpercaya. Jika berhasil melakukan penggrebekan malam ini, otomatis penangkapan Haikal bisa lebih mudah.

Sampai pukul 4 pagi, sama sekali belum ada pergerakan yang mencurigakan. Mereka sudah menunggu sejak jam enam sore tadi. Beberapa nelayan pun sudah berlayar menuju ke tengah laut untuk menangkap ikan.

"Kenapa belum ada tanda-tanda juga?" Pak Mathias celingak-celinguk dengan gelisah. Beberapa anggota yang lain sudah tertidur di saung-saung bambu pinggir dermaga karena lelah menunggu.

"Jangan-jangan misi kita malam ini gagal, Pak," sela Rian yang masih setia menemaninya, sementara Dimas sudah molor sejak tadi.

"Kita sudah di sini selama sembilan jam, Pak." Dara menimpali. Matanya sudah perih karena menahan kantuk yang menyerang.

Pak Mathias terdiam sejenak, mencoba berpikir. Kemudian, memandang berkeliling memperhatikan anak-anak buahnya satu per satu dengan rasa kasihan. Mereka juga belum makan sejak tadi karena buru-buru ke tempat ini, takut kalau-kalau penggrebekan mereka gagal jika terlambat.

"Apa restoran 24 jam masih ada yang buka di jam segini?" Pak Mathias bertanya pada Rian. "Kalian pasti lapar."

Rian dan Dara saling pandang. "Tapi tugas kita bagaimana, pak?" tanya Dara.

Pak Mathias menghela napas sambil melepas topi nelayannya. "Sepertinya target operasi kita gagal malam ini. Ayo, kita kembali!"

Ucapan tersebut disambut antusias oleh Dara dan Rian. Kedua orang itu langsung membangunkan rekan mereka yang lain. Semua orang segera bangkit sambil membereskan beberapa peralatan yang mereka bawa. Pak Mathias berjalan mendahului mereka menuju sebuah mobil Van yang di parkir tak jauh dari sana.

"Kita ke mana, Pak?" Dimas mengucek-ngucek matanya yang masih sembab, lalu merentangkan tangan sambil menguap lebar.

"Kita cari makan dulu. Nanti malam kita kembali berjaga di sini," sahut Pak Mathias sambil masuk ke dalam mobil.

***

"Lo beneran naksir bodyguard lo?" Poppy membelalak kaget pada Shelyn yang sedang menceritakan bahwa ia sepertinya mulai menyukai Davin.

Mereka sedang berada dalam kelas. Dosen mata kuliah hari ini sepertinya terlambat karena sudah 10 menit jam pelajaran dimulai, belum ada tanda-tanda kedatangannya.

"Ya ampun, Shel. Baru seminggu bodyguard lo kerja, lo udah pake naksir aja. Gimana kalo udah setahun? Lo kawinin kali, ya." Rara menimpali seraya tertawa ngakak.

Shelyn tersenyum kecut, mata bulatnya melirik Davin yang sedang berdiri di depan pintu kelas menunggunya seperti biasa. Wajahnya yang tampan selalu sukses menyihir tiap gadis yang lewat di depannya dan Shelyn benci jika ada gadis yang mencoba mendekati Davin. Mungkinkah itu rasa cemburu?

"Tapi, gue maklum sih Shelyn bisa naksir, soalnya Davin cakep gitu. Gue juga pasti bakalan melting terus kalo di deket dia." Poppy ikutan mengamati Davin sambil menggigit ujung pulpennya dengan penuh nafsu.

"Terus rencana lo apa, Shel? Apa si Davin mau lo jadiin pacar?" Rara bertanya penasaran.

Shelyn mengangkat bahu sambil membuka buku tulisnya yang berisi catatan matematika. "Gue belum kepikiran mau pacaran sama bodyguard gue sendiri."

"Emang kenapa? 'Kan romantis kalo lo pacaran sama bodyguard lo," ujar Rara diplomatis. "Atau lo mau balikan sama si Bara?"

Shelyn tercenung. Ia teringat janjinya pada Bara hari minggu ini untuk jalan bersama. "Oh ya, Bara ngajak gue jalan hari minggu ini.”

"Wah, pasti dia mau ngajak lo balikan deh," kata Poppy membenarkan ucapan Rara. Tiba-tiba ia teringat sesuatu, lalu merogoh tasnya untuk mengambil tiga buah undangan yang terikat pita pink. "Eh, gue lupa kasih tahu. Nih, ada undangan birthday party dari Elisa malam minggu besok. Lo dateng nggak, Shel?"

Shelyn menerima undangan tersebut dan membaca isinya dengan malas. "Apa gue harus dateng?"

"Ya, pasti dia pengen lo dateng, makanya ngundang kita bertiga,” kata Poppy.

"Males, ah!" Shelyn meremas kartu undangan tersebut dengan geram. "Nanti yang ada dia malah sengaja mau manas-manasin gue lagi. Lo kan tahu dia gimana resenya."

"Ya, itu terserah lo sih. Kalo lo nggak dateng, kita berdua juga nggak bakal dateng.”

"Kalian dateng aja, kok. Gak perlu bareng gue.”

"Tapi nggak seru lah kalo nggak ada lo, Shel." Rara menyela.

Shelyn menopang dagunya di atas meja, menimbang-nimbang apakah harus pergi atau tidak. Ia melihat Davin yang masih berdiri di luar menunggunya. Bibirnya pun mengulas sebuah senyum tipis.

"Oke, gue bakal dateng. Gue mau tunjukin ke Elisa gimana kerennya bodyguard gue.”

Lalu, ketiga gadis itu tertawa keras yang membuat orang-orang dalam kelas menatap mereka keheranan.

Tepat saat itu, Pak Boris, dosen mereka masuk ke dalam. Ia meminta maaf atas keterlambatannya karena hujan lebat membuatnya terjebak kemacetan. Kemudian, kelas pun dimulai. Shelyn melirik jam tangannya. Tersisa satu jam lebih waktu kelas berakhir.

Sementara itu, Davin yang berada di luar sedang membalas chat Dimas dan Dara dalam grup WhatsApp mereka. Mereka sedang membicarakan rencana penggrebekan perdagangan senjata yang dilakukan 3 hari berturut-turut tersebut gagal. Sepertinya, Haikal dan para mafia itu sudah mengetahui rencana mereka dan mungkin sedang mengatur siasat baru untuk mengekspor senjata-senjata ilegal tersebut ke negara lain.

Pak Mathias pun meminta agar Davin mulai mengintai kegiatan Menteri Haikal di dalam rumah dan menyadapnya. Dimas akan membantu merusak security system pada CCTV yang terpasang di rumah Haikal agar Davin bisa leluasa menyelinap tanpa kesulitan.

Obrolan yang serius tersebut lama-kelamaan berubah menjadi obrolan ngalor-ngidul seputar Davin dan Shelyn. Apakah Davin nanti akan tahan dengan godaan karena terus berdekatan dengan Shelyn.

Davin tersenyum sendiri membaca pesan-pesan tersebut. Walaupun dunia yang mereka jalani sangat penuh dengan tantangan dan resiko, tapi itu tidak mengurangi kejailan dan keakraban mereka jika sedang berkumpul. Davin jadi merindukan rekan-rekannya. Rasanya sudah seperti berbulan-bulan ia tidak bertemu dengan mereka.

Pintu kelas terbuka. Jam pelajaran sudah berakhir. Davin memasukkan ponselnya ke dalam saku celana dan berdiri tegak menunggu Shelyn keluar dari dalam.

Seorang cowok berbadan kurus jangkung berdiri tak jauh dari tempatnya dan sedang memegang seikat bunga di tangan. Ia celingak-celinguk melihat setiap orang yang keluar kelas. Begitu Shelyn muncul di ambang pintu, cowok itu langsung menghampirinya dengan cepat.

"Hei, Shelyn!" sapanya semringah sambil menyodorkan bunga di tangannya. "Ini buat kamu!"

Shelyn tampak terkejut dengan kehadiran cowok asing di depan wajahnya itu. Kedua matanya melebar. Tangannya mengambil bunga tersebut dengan ragu-ragu.

Davin cepat-cepat mendekati Shelyn dan bertanya lantang, "Maaf. Ada keperluan apa kamu sama Nona Shelyn?"

Cowok jangkung tersebut mengacuhkan Davin. Ia memandang Shelyn dengan tajam. "Shel, aku suka sama kamu. Kamu mau 'kan jadi pacar aku?"

Shelyn tertegun. Ia sudah bisa menebak bahwa cowok jangkung itu pasti ingin menyatakan perasaannya seperti yang dilakukan kebanyakan cowok-cowok lain di kampus ini.

"Sori, gue nggak bisa." Shelyn menolak tegas, mengembalikan bunga tersebut padanya.

Cowok jangkung tersebut langsung memucat dan merasa lemas. Ia tak menyangka akan mendapatkan penolakan begitu cepat.

"Jadi, kamu gak bisa?" ucapnya sedih.

"Iya, maaf ya ...." Shelyn meringis.

Dengan langkah gontai, cowok itu berjalan meninggalkan Shelyn dan Davin sambil menunduk sedih.

"Kenapa itu sih Andri?" Poppy yang baru datang menatap heran pada cowok jangkung itu.

Rara menyenggolnya. "Biasa lah pernyataan cinta ke Shelyn dan langsung ditolak."

Poppy terkikik. "Ya ampun, Shel. Lo jahat amat. Awas nanti dia bunuh diri gara-gara lo."

Shelyn tertawa pelan, melirik Davin yang berdiri di sampingnya. Ekspresi cowok itu datar sekali, seperti tidak ada yang mengganggunya melihat peristiwa itu. Padahal Shelyn berharap Davin menunjukkan raut sedikit kecewa atau cemburu padanya.

"Ayo, kita pulang!" ajak Poppy pada Rara.

"Tapi, di luar hujan gede banget. Kita tunggu hujan sampe reda aja." Rara menggelengkan kepala.

Saat ini memang sedang turun hujan lebat di luar. Banyak yang memilih untuk berteduh di dalam gedung dan menunda kepulangan mereka.

"Kita 'kan naik mobil." Poppy menatap jengkel pada Rara.

"Tapi, ke parkirannya kan hujan, Pop. Kalo basah gimana?" sergah Rara.

"Paling basah dikit lah. Nggak papa keles. Udah yuk kita pulang!" Poppy langsung menarik tangan Rara dengan paksa, lalu ia tersenyum pada Davin dan Shelyn. "Kita pulang dulu ya, Shel!"

Shelyn mengangguk dan melambai pada kedua sahabatnya itu.

"Apa Nona mau pulang sekarang?" Davin bertanya pelan.

Shelyn memandang hujan di luar yang masih mengguyur dengan intensitas sedang. Ia merasa bosan jika harus menunggu di dalam gedung. "Ya udah, kita pulang aja."

Davin mengangguk. Mereka berdua berjalan pelan menyusuri koridor menuju pelataran parkir. Saat kaki Shelyn melangkah di bawah hujan yang masih turun, Davin tiba-tiba membuka jas hitamnya dan membentangkannya di atas kepala Shelyn agar gadis itu tidak kebasahan.

Shelyn tersentak kaget, lalu menoleh pada cowok itu dengan jantung berdebar kencang. Mereka berjarak sangat dekat dan entah kenapa waktu berjalan menjadi sangat lambat. Baru kali ini ia merasakan indahnya hujan yang turun.

Wajah Davin yang tampan begitu dekat dengan wajahnya. Shelyn merasa pipinya panas. Ia berharap mobilnya terparkir jauh ratusan kilometer dari sini agar adegan romantis ini tidak cepat berakhir.

"Thanks, Vin ...," ucap Shelyn lirih.

Davin menoleh dan tersenyum manis padanya. Senyuman yang membuat Shelyn semakin deg-degan.

Arrgghhh... andai dia bukan bodyguard gue, batin gadis itu, merona.

🌹🌹🌹

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height