My Sweet Savage Boss/C1 A Cruel Step Mother
+ Add to Library
My Sweet Savage Boss/C1 A Cruel Step Mother
+ Add to Library
The following content is only suitable for user over 18 years old. Please make sure your age meets the requirement.

C1 A Cruel Step Mother

Tik ... tik ... tik

Coffeshop sepi sekali sore ini sampai suara rintik hujan yang menerpa atap kanopi coffeshop terdengar lumayan lantang.

Nara melaburkan lamunannya, matanya menerawang ke arah luar jendela, dia tatap pemandangan membosankan di depannya. Hanya memandangi kendaraan yang berlalu lalang dan orang-orang yang bergegas mencari tempat berteduh karena hujan sore ini cukup deras.

"Ya ampun ... pencuri hati terbaru nih! Muach muach muach ...." kata lulu sembari dia kecup layar ponselnya berkali-kali, entah apa yang merasuki lulu sampai dia bersikap receh seperti itu.

Nara tak terlalu peduli, dia lanjutkan lamunannya.

"Daripada galau galau kayak gitu mending lo lihat ini deh!" kata lulu lalu dia gusur kursinya mendekat pada Nara, Nara hanya menoleh dengan muka datar dan tidak menyahut apa pun.

"Nih gue kenalin, namanya Azka, shooting guard baru dari sunrise! Ini musim debut nya tapi dia udah mencuri perhatian! oh my wow oh my wow ... sexy banget sih dia!" kata Lulu dengan gaya lebaynya. Lulu emang fans fanatik Sunrise, club basket kebanggaan ibu kota yang tengah mengarungi musim kompetisi nasional. Bahkan perilaku Lulu hampir seperti groupis yang sangat terobsesi pada para atlet basket itu.

Melihat ekspresi Nara yang masih datar, Lulu jadi cemas. Dia perhatikan sejak pagi Nara cenderung jadi pendiam padahal biasanya tidak begitu. Lulu tahu, pasti Nara punya masalah yang mengganggu moodnya hari ini.

"Kenapa sih?? Cerita dong. Masalah lo gak akan selesai kalo lo kunyah sendiri!" tanya Lulu dengan sedikit gurauan berharap itu bisa mencairkan suasana hati Nara yang sangat beku hari ini.

"Biasa, ini masalah biasa yang selalu gue hadapi sepanjang hidup gue," tukas Nara pelan lalu dia menjatuhkan wajahnya di atas meja, tampak ada ribuan beban yang merundung pundak dan kepalanya saat ini sehingga tampak begitu berat.

"Ibu sama sodara tiri lo lagi?" tanya Lulu, Nara hanya mengangguk pelan.

"Gue pikir ini usah saatnya lo pergi dari rumah itu Nar, selama lo tinggal sama mereka, lo akan sulit keluar dari zona merah ini! Biarkan mereka hidup mandiri! Lo gak cape apa? Menafkahi mereka sementara mereka duduk manis menikmati hasil keringat lo? Udah deh, cape gua denger balada lo ini Nar." Dengan tegas Lulu sampaikan saran dan unek-uneknya, itu membuat Nara kembali memikirkan rencananya untuk pergi dari rumah dan memulai hidup baru sendiri.

"Gue yakin, mereka pasti kesulitan tanpa lo! Dengan begitu, mudah-mudahan mereka bisa lebih menghargai lo!" tambah Lulu semakin memompa keyakinan Nara untuk pergi.

***

Sepulang dari coffeshop, Nara segera pulang kerumah. Dia sudah mantap dengan keputusannya untuk meninggalkan Soraya dan Nadia, saudara tirinya. Soraya adalah ibu tiri yang telah merampas banyak hal dalam hidup Nara.

Dia temui Soraya dan Nadia di ruang tengah, mereka sedang asyik menikmati malam dengan gawai mereka dan seabreg cemilan di meja.

Nara duduk di antara mereka.

"Ada waktu sebentar, Bu? Ada yang harus aku bicarakan sama ibu," ujar Nara mencoba menyadarkan Soraya akan kehadirannya, tapi Soraya masih memandangi layar ponselnya sambil senyum-senyum sendiri, entah apa yang dia lihat?

"Bu!" Panggil Nara sedikit lebih keras dan kali ini Soraya bereaksi, dia menoleh ke arah Nara.

"Bicara saja, ibu denger kok," sahutnya enteng lalu kembali fokus pada layar ponselnya.

"Bu ... Bu! Lihat ini! Edisi terbaru musim panas! Limited edition pula! Kita harus punya ini, harus gerak cepat Bu keburu soldout nih!" kata Nadia menyela Nara yang baru saja mau bicara serius dengan mereka. Nara kesal, sangat kesal!

"Iya, ibu udah tahu, tapi itu terlalu mahal sayang, budget kita kurang!" sahut Soraya dan masih fokus pada gawainya.

"Bu, aku udah pikir matang matang dan aku udah putuskan ...." Nara menahan kalimatnya lalu menghela nafas, Soraya belum begitu bereaksi.

"Aku akan pergi dari rumah ini!" tegaskan Nara, kali ini Soraya tertarik, dia simpan gawainya lalu dia fokus menatap Nara yang sudah yakin dengan keputusannya.

"Serius? Kamu mau pergi dari rumah ini?" tanya Soraya meyakinkan keputusan Nara yang terkesan spontan itu.

"Ya! Aku mau mulai hidup mandiri!" jawabnya dengan sedikit sindiran. Selama ini, justru Nara telah bekerja keras untuk menghidupi ibu dan sausara tirinya itu.

"Baguslah kalo begitu,"gumam Nadia, tapi Nara bisa dengar dengan jelas gumaman itu.

"Aku gak mau berdebat tentang harta yang ayah tinggalkan untuk kita! Tapi ayo kita buat kesepakatan, rumah ini untuk kalian, dan coffeshop itu milikku!" tambah Nara tegas.

"Hey Nara! Kamu ... serius??" tanya Soraya sekali lagi mencoba meyakinkan.

"Ya! Aku mau hidup mandiri, kita harus buat lebih cepat kesepakatan ini supaya kita bisa menjalani hidup kita masing-masing!" tukasnya tanpa kompromi lagi.

"Menarik! Oke, ibu pikir pembagian ini cukup adil, kalo kamu mau lebih cepat, oke deal! Ambil cafe

itu dan pergilah dari rumah ini!"

"Kalau begitu, cepat serahkan sertifikat Coffe shop itu! Aku akan menyimpannya!" pinta Nara.

"Heum, oke, nanti ibu cari dulu yaa ... sertifikat coffe shop itu tersimpan di dalam bundelan penting di brankas ayahmu! Secepatnya ibu akan menyerahkannya padamu, Nara!"

"Baiklah! Ini adalah malam terakhir aku tinggal di rumah ini!"

"Oke, nikmatilah malam terakhirmu!" kata Nadia dengan nada sarkasnya.

Nara bangkit dan pergi dari ruangan itu tanpa basa-basi lagi dan tanpa pamit pada keduanya.

Nara menikmati setiap jengkal langkahnya. Dia sentuh dindingnya, juga barang-barang peninggalan ayahnya. Rasanya berat sekali.

Ya, Nara adalah seorang yatim piatu yang kini terjebak dengan ibu dan saudara tiri yang menyebalkan. Kisah hidupnya sudah seperti cinderella saja, tapi sialnya pula, belum ada tanda-tanda pangeran tampan akan menjemputnya ke sebuah istana besar.

Nara masih saja jomblo! Padahal, dia memiliki wajah yang menarik, dia juga adalah gadis yang ulet dan rajin.

'Ayaaah, maafkan aku ... aku akan meninggalkan rumah ini dan semua kenangan tentang kita, bersama mendiang ibu ....' lirihnya lalu ia dekat sebuah figura kecil berisi foto dirinya dan almarhum kedua orang tuanya. Rasanya sesak sekali.

Tapi, Nara memang harus cepat-cepat memutuskan, dia tak bisa lebih lama lagi tinggal bersama keduanya.

***

Sejak malam itu Nara mencoba melupakan ibu dan saudara sambungnya yang selama ini sangat tidak menghargainya. Mereka serakah dan sudah menjual beberapa aset peninggalan ayah yang ayah raih dengan jerih payah. Nara khawatir kalo lama-lama aset ayah habis mereka jual untuk gaya hidup mereka yang berlebihan.

Dia cari tempat tinggal baru, dia dapat sebuah kamar sewa yang cukup nyaman. Dia merasa lebih damai sekarang, walaupun dia mempertaruhkan rumah peninggalan ayah tapi setidaknya dia bisa menyelamatkan cafenya dari ketamakan Soraya.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height