+ Add to Library
+ Add to Library

C4 Sengketa

Pagi berikutnya, Nara kembali datangi cafe yang kini bukan miliknya lagi. hari ini beberapa pekerja sedang merenovasi interor cafe itu. Nara mencari sosok Budi tapi dia tidak melihatnya. Nara hampiri salah seorang pekerja.

"Maaf pak, boleh saya minta nomor telphone orang yang mengelola tempat ini?" tanya Nara dengan sangat sopan berharap orang itu memberikan nomor Budi tanpa perdebatan.

"Maksudnya, nomor pak Budi??"

"iya..iya, nomor pak Budi.."

setelah berhasil mendapatkan nomor telphon Budi, Nara segera menghubunginya, tapi belum berhasil juga, sudah berkali-kali dihubungi dan Budi sama sekali tidak mengangkatnya. Nara kesal dan kecewa.

Nara gak tahu kalau hari ini Budi sedang menjalani latihan rutin dengan team sunrise, saat latihan tidak ada satupun pemain ataupun official yang memainkan ponselnya.

Selesai latihan Azka dan Budi pulang bersama, saat dalam perjalanan Budi baru menyadari ada banyak panggilan tak terjawab dari nomor yang masih asing untuknya.

"wah siapa nih, nelpon gue sampe 14 kali?" tanya Budi heran, diapun menelphone balik nomor itu, dia belum tahu kalau nomor itu milik Nara.

"halo.."sapa Budi.

"pak Budi ya..??" terdengar suara Nara disebrang sana.

"iya, saya Budi..ini siapa ya??"

"ini saya, Nara.. pemilik cafe yang sekarang kamu kelola pak.."

mendengar jawaban itu Budi jadi tidak semangat, dia malas harus berhadapan dengan Nara lagi.

"oh.. ada apa lagi sih mba? jual beli cafe itu udah sah, udah selesai! cafe itu sudah resmi jadi milik bos saya.. kalau masalah kamu sama ibu tiri kamu itu..please lah, jangan libatkan saya.. saya kan gak tahu apa-apa.." kata Budi , percakapan Budi dan Nara membuat Azka penasaran.

"udah ya.. saya lagi sibuk, tolong jangan ganggu saya lagi !!" dengan tega Budi memutuskan pembicaraannya dengan Nara, Azka semakin ingin tahu dengan apa yang terjadi.

Kriiing..ponselnya berdering lagi dan Budi mematikan ponselnya. dia memang tampak lelah dan gusar saat ini.

"ada apa?" tanya Azka.

"gak tahu nih..gak jelas banget. kemarin ada cewek datang ke cafe itu dan ngaku-ngaku sebagai pemilik cafe, udah jelaskan kalau kita baru saja membelinya dari bu Soraya, dan yang bikin drama banget..katanya bu Soraya itu ibu tirinya..aahhh, gak tahu deh.." cerita Budi singkat masih menyisakan tanya dibenak Azka.

"jadi maksudnya, orang itu mau nuntun cafe itu buat dibalikin sama dia, gitu.." tanya Azka.

"gak tau ah, gak usah dipikirin lah..cafe itu udah mutlak jadi milik lo kan.."

"gimana kalau cafe itu masih sengketa?" Azka tampak cemas.

"udahlah, itukan urusan mereka..lo udah bayar lunas cafe itu dan hal lainnya biar mereka yang urus, udah ya.. gak usah cemas, itu mah masalah keluarga mereka, bukan urusan kita!!" Budi mencoba menenangkan tapi tetap saja Azka merasa cemas.

***

Hari ini ada pertandingan dan Azka melakoninya dengan semangat dan hasilnya sunrise menang mutlak dan Azka adalah penyumbang point terbanyak pada game ini.

Hari yang melelahkan untuk Azka, dia pulang kerumah dan berencana beristirahat total, tapi alangkah terkejutnya dia saat dia sampai didepan gerbang rumahnya, ada sesosok gadis yang duduk di tepi gerbang. Azka awalnya agak takut tapi dia segera hampiri gadis itu yang ternyata adalah Nara.

saat Azka turun dari mobilnya, Nara terpaku! dia hampir tak percaya kalau orang yang ingin dia gugat sekarang adalah seorang pria tampan dan keren, untuk beberapa detik dia terpaku.

"lo siapa?" tanya Azka membuyarkan Nara, Azka tampak marah karena malam ini dia memang sangat lelah.

"h..lo yang kemarin beli cafe gue kan?" tanya Nara mencoba fokus pada tujuan awalnya, Azka kini tahu kalau gadis itu adalah orang yang kemarin Budi ceritakan.

"iya, kenapa??" sikap dingin Azka sedikit membuat Nara gentar, tapi dia ingin terus memperjuangkan haknya.

"asal lo tahu ya.. transaksi kalian itu gak sah! cafe itu milik gue, dan gue gak berniat buat menjualnya!!" kata Nara penuh emosi, 'heh', Azka hanya tersenyum kecut..sangat kecut menyaksikan kekonyolan Nara.

"itu bukan urusan gue! minggir!" kata Azka sinis lalu membukakan gerbang rumahnya, tapi Nara masih disana mencoba membuat kesepakatan baru dengan Azka.

"cafe itu atas nama ayah gue, dan gue pewarisnya.. kalian gak bisa lakukan ini! ini gak adil tau gak??" Nara semakin emosi, bahkan saat ini dia bicara dengan tangisan. Azka tetap gak peduli lalu dia masuk kembali kedalam mobilnya dan memarkirkannya didepan rumahnya. Nara gak berhenti sampai disana dia ikuti langkah Azka sampai kedalam gerbang, Azka semakin kesal.

"tolong jangan ganggu gue, gue gak ada urusan sama lo!"kata Azka tajam.

"tapi cafe itu milik gue !!!"

"tempat itu milik gue sekarang !! gue udah bayar dengan harga yang tinggi! lo mau gugat gue? heh.. bodoh! sebelum itu gue yang akan tuntut lo karena sudah sangat mengganggu privasi gue !!" kata-kata Azka dan ancamannya membuat Nara semakin putus asa. dia benar-benar down, dia gak menyangka kalau respon Azka sekejam ini.

"terserah.. tapi gue akan tetap perjuangkan hak gue!" kata Nara, dan dia masih berdiri disana, Azka makin kesal. dia ingin sekali istirahat tapi Nara malah datang dengan masalahnya.

"ya udah, silahkan lo pulang! siapkan pengacara terbaik!!" kata Azka lagi, perlahan Nara menarik langkahnya dan saat tepat ditepi gerbang dia berhenti.

"lihat aja.. gue akan ambil kembali cafe itu!" ujarnya dengan sangat lantang, membuat Azka semakin muak dan kesal. dia segera tutup gerbang rumahnya dan menguncinya rapat-rapat.

Bersambung.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height