Night Creepy Diary/C3 Psikopat 3
+ Add to Library
Night Creepy Diary/C3 Psikopat 3
+ Add to Library

C3 Psikopat 3

Aku memberontak...

Berteriak histeris, memohon untuk dilepaskan. Namun ia tetap menyeretku bagai karung sampah, perlawananku sia-sia. Aku sadar dia jengkel karena aku terus meronta, hingga akhirnya dia menarik tubuhku dan membopongku dibahunya. Rasanya sangat pusing dengan posisi kepala terbalik seperti ini, cengkramannya begitu kuat. Aku tahu, aku telah membuatnya marah. Dan mungkin kadar kemarahannya kini meningkat menjadi tiga puluh persen.

Sesampai dikamar penyekapan, dia membanting tubuhku keatas lantai lalu menutup pintu dan menguncinya. Punggungku terasa sakit karena terbentur keras dengan lantai meski lantainya terbuat dari kayu, tak sampai disitu. Kini ia menjambak rambutku dan menyeret tubuhku ketepi ranjang, tak lupa ia memakaikanku borgol yang sudah beberapa hari ini tak aku kenakan lagi.

Namun kini aku harus mengenakannya karena kesalahanku, aku masih menangis. Ditambah lagi raut wajahnya yang seolah menahan amarah makin membuatku ngeri, apakah ia akan membunuhku sekarang? Keyakinanku makin menjadi setelah melihat isi dari kamar tadi. Bahwa dia memang adalah seorang pembunuh, mungkin memutilasi korbannya, mengerikan.

Aku tahu dia marah, dia tidak dapat menyembunyikan kemarahannya meskipun kelihatannya ia berusaha keras. Hingga pada akhirnya, setelah usai memakaikanku borgol, ia menamparku dengan keras. Wajahku terpelanting hampir membentur meja nakas, aku hanya bisa terisak lagi-lagi menahan sakit dibagian pipi.

Namun kini, cairan segar mengalir dari sudut bibirku. Berdarah. Masih dengan kemarahannya, aku dapat merasakan ia membuka bajunya dengan tergesa-gesa tanpa aku melihat kearahnya. Entah apa yang akan ia lakukan, aku hanya menangis tersedu menahan rasa sakit itu. Hingga pada saat ia mendekatiku, langkahnya terhenti. Aku masih tidak mau melihatnya karena aku takut ia akan menyakitiku lebih kejam lagi.

Jadi aku hanya merunduk menatap lantai diposisiku setelah ia menamparku sambil menangis memanggil nama 'ibu', beberapa detik kemudian, aku mendengar langkahnya menjauh. Setelah itu terdengar pintu terbuka lalu tertutup kembali dan terkunci, ia pergi, setidaknya aku bisa bernafas lega, ia tidak membunuhku. Atau mungkin belum...

Beberapa waktu berlalu, mungkin beberapa hari. Lagi-lagi, dia tidak memberiku makan. Dia tidak muncul sama sekali dikamar ini dan membiarkanku hampir mati kelaparan. Padahal aku telah menyiapkan siasat untuk kabur. Ya, rencana untuk kabur meskipun perih diwajahku ini belum sembuh. Namun aku tidak bisa terus berlama disini tanpa melakukam sesuatu.

Bertekad untuk keluar, setidaknya aku telah berusaha meskipun ia akan marah lagi atau mungkin segera menghabisiku. Kini aku tidak takut mati lagi, rasa sakit yang ia berikan telah membuat perasaanku mati rasa. Dan lebih baik mati karena mencoba, daripada membusuk didalam neraka ini. Setidaknya aku punya peluang.

Hari ini, dia datang. Membawa serta nampan yang berisikan makanan serta minuman lengkap dengan buah-buahan, aku heran. Jika ia ingin membunuhku, mengapa ia selalu menyajikan makanan lezat. Dan dari segi rasa, semua makanan yang masuk ketenggorokan ini sangatlah nikmat. Mengapa ia harus repot-repot?

Atau jangan-jangan, ia berusaha membuatku gemuk agar dagingku terlihat berisi?

Pertama ia menuntunku untuk mandi, aku kembali menjadi gadis penurut untuknya. Agar aku mendapat kepercayaannya lagi dan melepaskan borgol dikakiku, benar saja. Sepertinya ia menyukai tingkah lakuku yang baik, hingga ia berkata demikian...

"Jadilah gadis yang baik, maka aku akan memberimu kebebasan..."

Sebenarnya, aku tidak tahu maksud dari ucapannya itu. Kebebasan mungkin persepsi kami berdua berbeda, dimana kebebasan untukku adalah keluar dari sini dengan selamat dan kebebasan untuknya adalah kematian. Mungkin saja, wajahnya tidak dapat ditebak, namun aku yakin dibalik wajah tampannya tersimpan sejuta rencana. Aku harus lebih berhati-hati, bersamanya selama berminggu-minggu, aku jadi sedikit demi sedikit dapat memperlajari perilakunya.

Berhari-hari, ia kembali kepada rutinitas lagi. Memandikanku lalu menyuapiku makan, sampai tiba pada hari yang aku nantikan. Ia membuka borgol kakiku... sontak otakku mulai memberi sinyal kepada tubuh untuk menjalankan rencanaku yang sudah tertanam berminggu-minggu. Meskipun kali ini tidak jauh berbeda dari terakhir aku tertangkap. Namun aku memiliki antusias yang besar.

Selesai menyuapiku, aku berpikir matang-matang seolah dunia berputar dengan slow motion. Menarik nafas panjang kedua tanganku mengepal kuat.

Saat ia meraih nampan diatas meja, lagi-lagi aku memukulkan kursi kayu kekepalanya dengan sangat keras.

Aku tak ingin mendengarkan atau melihatnya lagi dan hanya terfokus pada usaha kaburku kali ini, sehingga aku tidak tahu apa ia meringis kesakitan atau berdarah sekalipun. Aku langsung berlari keluar setelah melakukan itu, dan anehnya lagi. Aku tidak melihat kunci tergantung digagang pintu kali ini, persis seperti terakhir aku berusaha kabur.

Padahal, sebelum ini. Kunci selalu tergantung disana jika ia berada didalam kamar ini, perasanku semakin tidak enak. Apa dia selalu mengetahui rencanaku? Aku mencoba mengenyahkan pikiran itu dan berusaha lari. Tanpa menoleh kekanan dan kiri aku berlari, terus tanpa aku ingin mencoba membuka pintu seperti terakhir kali aku mendapati ruangan itu.

Aku terus berlari...

Berharap ia tidak mengejarku atau setidaknya dia cukup jauh untuk menangkapku, sangat jauh. Lorong ini, bahkan membuat keringat bermunculan. Aku hampir frustasi hingga titik ini aku tidak menemukan apapun, yang ada hanya lorong.

Aku berhenti, hampir menangis. Bukan karena frustasi, namun melihat didepanku, ternyata adalah jalan buntu.

Tidak...

Semuanya rata dinding kayu yang kokoh dan kuat, sama seperti dikamar penyekapanku. Aku merabanya, berharap ada jalan keluar rahasia yang tersembunyi. Tapi tak kunjung kutemukan, langkah kaki terdengar santai berjalan kearahku. Aku panik, mempercepat gerakanku yang berusaha mencari jalan keluar. Aku menangis semakin jadi, berdoa dalam hati agar dia tidak lagi menangkapku.

Namun terlambat...

Dia menjambak rambutku kasar dan aku hanya bisa menangis sambil meronta, ia menarikku menatap wajahnya. Ia tersenyum meremehkan, kali pertama aku melihat senyum diwajahnya namun sangat mengerikan. Seperti ia memberikan sebuah isyarat bahwa ini adalah malam terakhirku hidup didunia ini. Namun satu suntikan dari jarum suntik ditengkuk leher belakangku, berhasil membuyarkan lamunanku.

Perlahan kesadaranku mulai menghilang, ia membiusku...

Satu hal yang membuatku membencinya adalah, ia mempermaikanku. Ia tahu bahwa aku berusaha kabur dengan tidak menggantungkan kunci digagang pintu, ia tertawa karena mengejekku. Dan aku membenci ketika aku dalam keadaan seperti ini.

Tertangkap lagi dan mungkin ia akan menyiksaku lebih keras dari yang sebelum-sebelumnya, aku juga membenci dirinya yang seolah memainkan buruannya terlebih dahulu, lalu dibunuh saat ia puas.

Aku benci...

Disela kesadaranku yang mulai hilang, aku sempat memakinya dan berkata,

"Aku membencimu..." tepat didepan wajahnya yang seolah meremehkanku.

Bukannya marah, ia malah tersenyum lebar kearahku tanpa menghilangkan kengerian diwajahnya lalu membalas ucapanku,

"Aku juga mencintaimu, sayang..."

Setelah itu aku benar-benar tak sadarkan diri.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height