Night Creepy Diary/C4 Psikopat 4
+ Add to Library
Night Creepy Diary/C4 Psikopat 4
+ Add to Library

C4 Psikopat 4

Lagi-lagi, aku terbangun diatas ranjang lengkap dengan selimut menutupi tubuhku. Kepalaku masih terasa pusing, mungkin karena efek obat bius yang ia suntikan kepadaku. Saat aku mencoba duduk, aku baru menyadari ternyata ini adalah kamar yang berbeda. Aku mengernyit heran, kamar ini lebih nyaman daripada sebelumnya.

Masih sama seperti kamar sebelumnya, ada lemari, jendela yang terkunci dan kamar mandi. Namun suasananya terasa sangat nyaman, kamar siapa? Terdengar suara pintu terbuka, ia datang. Lagi-lagi membawa makanan, namun kali ini ia tidak menyuruhku mandi dan langsung menyuapiku makan. Dia bilang aku tak sadarkan diri selama beberapa hari dan tubuhku demam.

Well, aku kira dia tidak perduli...

Otakku kembali kepemikiran semula, kabur...

Aku tidak perduli meski itu akan membunuhku sekalipun, dan aku beruntung akan sakitku kali ini karena ia tak menyiksaku karena berusaha untuk kabur lagi. Haruskah aku bersyukur?

Ia menyuapiku, sudut bibirnya sedikit terangkat menandakan ia menahan senyumnya. Aku tahu itu adalah senyum yang meremehkanku karena kegagalanku.

Kedua matanya mengisyaratkan kepadaku untuk tidak bermain-main lagi dengannya, seperti mengancam. Meskipun dia orang yang irit bicara, namun aku sangat mengerti bahasa tubuh dan kedua matanya. Dalam pikiran, aku tetap menyusun rencana lagi. Melihat sekeliling apapun yang dapat dipergunakan untuk kembali memukulnya.

Namun kulihat dia duduk dikursi plastik, aku sedikit mengeluh dalam hati. Tidak ada benda satupun diruangan ini selain benda dengan beban yang sangat berat yang tak mungkin aku pikul sendirian.

Jadi, aku hanya bisa terdiam sambil menunggunya selesai menyuapiku.

"Mau memukulku lagi?" Tanyanya, sontak aku terdiam. Ia kembali tersenyum remeh, lalu pergi setelah acara makanku selesai membawa kembali nampan makanan itu.

Pintu tertutup kembali, namun ada sesuatu yang aneh bagiku. Tidak ada suara kunci seperti yang biasanya, aku melirik kearah kedua kakikupun tidak ada borgol rantai sama sekali. Apa dia lupa mengunci pintu? Tidak mungkin seseorang yang memiliki rencana seperti dirinya bisa melupakan hal kecil.

Atau mungkin dia menjebakku...

Tapi, jika tidak dicoba, tidak akan pernah tau. Lagipula, ini adalah sebuah kesempatan. Bukankah aku sudah bertekad ingin pergi dari sini, walaupun aku akan tertangkap dan dia akan membunuhku? Ya, segala sesuatu harus memiliki sebuah pengorbanan.

Aku beranjak dari atas ranjang, kedua kaki telanjangku perlahan menuju pintu. Berlutut didepan gagang pintu dan ternyata benar saja, dia tak menguncinya. Aku menarik nafas panjang, apakah aku siap untuk ini? Tapi biarlah, tak ada lagi yang bisa dia lakukan selain membunuhku kali ini. Dan mungkin ini adalah terakhir kali percobaan kaburku, karena aku tak menjamin aku akan hidup jika tertangkap.

Aku berdoa...

Sebelum akhirnya jemariku membuka gagang pintu dengan perlahan tanpa menimbulkan suara sedikitpun, kuraih kumpulan kunci yang tergantung diluar gagang pintu dan menggenggamnya dengan erat agar tidak menimbulkan suara. Lagi-lagi, sebuah lorong. Namun tidak seperti sebelumnya yang tidak ada jalan keluar.

Hanya ada beberapa kamar di kanan dan kiri, dan di ujung ternyata ada sebuah tangga menurun. Dan keyakinanku semakin besar untuk dapat keluar dari sini, meski disetiap tempat cahaya sangat minim, aku tetap menembus kegelapan menuju tangga.

Tapi, langkahku terhenti begitu menyadari sesuatu...

Terdengar seperti seseorang berteriak meminta tolong...

Suara perempuan, berasal dari pintu kamar terakhir persis dekat dengan tangga.

Kedua kakiku terhenti sebelum menginjak tangga, mendengar suara histeris tersebut yang mengganggu perasaanku menjadi sangat iba. Aku berpikir, mungkin kami dapat keluar bersama dari tempat ini hingga aku tidak takut untuk sendiri lagi. Hingga, aku mundur beberapa langkah dan akhirnya membuka pintu tersebut dimana kuyakini suara jeritan pilu itu berasal.

Pintu terbuka lebar...

Dengan tergesa-gesa aku berniat menolong, namun aku menjatuhkan kumpulan kunci dari tanganku. Tiba-tiba kedua kakiku terasa lemas seolah tak mampu menyangga tubuhku sendiri.

Pemadangan itu...

Adalah pemandangan yang tidak dapat aku lupakan hingga saat ini.

Darah dimana-mana, bau amis menyengat. Namun bukan itu yang membuatku takut setengah mati, tapi sosok wanita yang tengah terbaring diatas meja operasi menggelepar layaknya ikan yang dipaksa mati saat itu juga. Kedua matanya melotot kearahku semenjak pintu terbuka, berlumuran darah, dan tanpa busana sehelai benangpun.

Tapi, yang akhirnya membuatku terjatuh dari tempatku berdiri saat ini adalah. Sosok pria yang memegang alat gergaji seraya memegang sebuah kaki yang aku tebak adalah kaki wanita itu, ia berbalik menatap kearahku. Membuka masker dan kacamatanya, kini dia terlihat seperti dokter dengan berbagai peralatan medis serta kacamata itu.

Aku berteriak kencang sambil mengacak rambutku frustasi, apa yang telah terjadi ditempat ini?

Kegilaan macam apa?

Aku bukan hanya diculik oleh seorang pembunuh dan penculik, namun seorang psikopat yang menyukai penyiksaan hingga berujung kematian.

Menyadari ia melangkah kearahku, aku segera berdiri dan berlari menuju tangga. Namun langkah besarnya mengalahkan diriku dan akhirnya ia menangkapku lagi.

Aku kembali berteriak histeris, memukul dirinya berusaha melepaskan diri. Meracau tak jelas seraya meminta tolong entah dengan siapa, bau amis darah yang ada disekitar bajunya mengenai kulitku, membuatku kian histeris dan menjerit kencang. Kali ini ia sedikit kewalahan denganku yang sudah terlihat seperti orang gila, dan aku rasa aku benar-benar gila sekarang.

Ia membopongku layaknya karung beras, menuju kamar penyekapanku. Melewati kamar wanita tadi itu dan kulihat kedua matanya melotot kearahku seolah meminta pertolongan, aku menangis sambil menjerit. Bagaimana mungkin dia membiarkan wanita itu kehabisan darah setelah memotong sebelah kakinya, wanita itu bahkan tidak dapat berbicara lagi karena mungkin menahan rasa sakit yang luar biasa.

Air mataku mengalir deras, takut dan ngeri menjadi satu. Itu adalah pengalaman yang tak pernah akan aku lupakan, dan jujur saja aku menyesal telah membuka pintu kamar tersebut. Menyesal karena harus melihat pemandangan yang mengerikan seperti di film menjadi kenyataan sekarang. Dan kini, aku harus berurusan dengannya lagi yang mungkin akan menyiksa diriku.

Ia membantingku diatas ranjang setelah menutup pintu dengan keras, aku masih menangis menenggelamkan wajahku dibantal. Masih syok dengan apa yang kulihat barusan, nada suaranya meninggi. Pertanda ia sangat marah dan kurasa kadar kemarahannya kembali meningkat menjadi lima puluh persen bahkan jauh lebih mengerikan dari sebelumnya.

"Kamu tidak bisa menjadi gadis penurut ya? Kamu tidak bisa mengikuti aturanku ya?...

...dan kau sangat mudah untuk dipancing" dan saat itu juga aku baru menyadari, ternyata selama ini ia mempermainkanku. Memberiku akses untuk kabur, padahal yang terjadi dia hanya ingin menyakitiku karena kesalahanku.

Dia menarik lenganku, mencoba membalikkan tubuhku dan menghimpit tubuhku dengan pakaiannya yang berlumuran darah.

Aku mengernyit ketakutan, apa sekarang dia akan memperkosaku?

Bayangkan saja, dia memperkosamu secara brutal dengan baju yang masih berlumuran darah. Aku pernah melakukan seks sebelumnya, namun ini terasa seribu kali lebih sakit dari yang pernah kurasakan.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height