Night Creepy Diary/C6 Psikopat 6
+ Add to Library
Night Creepy Diary/C6 Psikopat 6
+ Add to Library

C6 Psikopat 6

Makan dalam diam...

Meskipun hidangan terlihat sangat menggugah selera dengan aroma yang nikmat, nyatanya aku masih sedikit waspada. Ini kali pertama aku menyuap makananku sendiri, kulihat ia sangat lahap. Berbagai hidangan memang terasa lezat, aku bahkan tidak ingat kapan terakhir aku makan malam seperti ini. Mungkin sudah berbulan-bulan lamanya semenjak aku disini.

Aku bahkan tidak mengetahui namanya hingga saat ini, siapa perduli. Yang aku inginkan hanya lari sejauh mungkin dari sini dan darinya, yang harus aku lakukan sekarang harus menjadi gadis baik seperti yang ia inginkan. Maka, akan aku ikuti permainannya. Bukankah jika kau ingin mengalahkan orang gila, maka kau harus menjadi gila juga?

Setelah selesai kami berdua duduk menonton televisi, dia bilang bahwa aku boleh membaca buku-buku yang terpajang rapi di rak sana. Dan dia juga menyarankan jika aku ingin menulis, dia memiliki banyak Buku Diari yang kosong. Karena kebetulan hobiku adalah menulis.

Eh, tunggu dulu. Bagaimana mungkin ia tahu bahwa aku suka menulis?

Kusingkirkan pemikiran itu segera, dan mengambil beberapa buku bacaan dan duduk dibawah lantai menyandar pada sofa. Sementara dia duduk diatas sofa tepat bersebelahan denganku, kedua matanya fokus kearah tv tanpa menoleh kearah manapun. Seperti patung, dia terlihat sempurna.

Acara televisi sama sekali tidak ada yang menarik bagiku, tapi kelihatannya dia sangat menikmatinya terutama bersamaku. Aku segera mencoba menghilangkan kebosananku dengan membaca buku.

Waktu berlalu, aku terlalu asik dengan buku yang sudah menjadi kebiasaanku membaca sebuah cerita terutama Novel. Sampai kusadari, ternyata sedari tadi dia mencuri pandang. Melirikku, setelah aku menyadarinya, ia langsung mengalihkan perhatian kembali ketelevisi.

Jujur saja, aku sedikit tidak nyaman seperti ini, membuat fokusku terganggu. Aku kembali ke rak buku, mencari sesuatu yang menarik untuk dibaca karena fokusku terganggu oleh lirikannya membaca buku yang tadi. Jadi, aku berusaha menghilangkan kejenuhanku dengan mencari sesuatu. Buku sampul dengan warna usang menarik perhatianku.

Aku membukanya dan nampak lecek, mungkin ini adalah buku lama, seperti jurnal. Hanya terlihat tulisan membosankan dari coretan tinta, tak menarik. Sampai aku membuka lembar di pertengahan, seperti sebuah akte kelahiran dalam bentuk foto kopian. Kulihat dibagian bawah ada foto lelaki muda yang kuyakini adalah dia.

Jujur saja, aku sangat tertarik untuk mengetahui tentang dirinya. Apa dia memiliki sebuah kisah yang kelam, hingga menjadi seperti ini. Mengabaikan kenyataan bahwa sekarang dia ada di belakangku dan mungkin akan memarahiku karena lancang, kedua mataku lalu membacanya dengan teliti. Nama lengkap dan kulihat tanggal lahirnya, ternyata usia kami sangat jauh berbeda. Dia, lebih tua dariku beberapa tahun.

Tak banyak yang tertera disana, aku memutuskan untuk beralih kelembaran lain dengan harapan menemukan sesuatu tentang dirinya. Tapi tidak ada, sisanya hanya tulisan biasa tentang kehidupan dan, kematian.

"Sudah melihatnya?"

Tubuhku terdiam seketika, perlahan aku menutup buku tersebut dan meletakannya kembali ketempat semula dengan tangan bergetar.

Semoga saja kali ini dia tidak mengamuk...

Aku hanya bisa berkata 'maaf' dan memilih melanjutkan bacaanku yang tadi, namun saat aku berbalik badan. Aku melihatnya menatapku tajam, sontak saja aku yang berdiri bergidik ngeri, bibirnya membentuk lengkungan tipis. Bukan tersenyum, menyeringai lebih tepatnya. Layaknya orang gila yang ingin bermain.

Dia bilang, jika aku ingin mengetahui semua tentang dirinya, aku harus menjadi gadis baik, dan dia akan memberitahunya. Jujur saja, aku begitu penasaran semenjak keberadaanku disini. Motif dan tujuannya, serta apa yang menjadikan dirinya pembunuh kejam seperti ini. Dan mengapa ia bisa tahan hidup menyendiri? Segala pertanyaan itu berkumpul rapi diotakku, dan berharap suatu saat ia akan memberitahuku nanti, jika aku belum mati ditangannya. Meski kini keinginan terbesarku adalah kabur darinya. Pertanyaan itu tetap ingin aku ketahui kebenarannya.

Aku hanya mengangguk mengerti, berusaha menjadi gadis baik dan kelihatannya ia puas hanya karena anggukan itu. Lalu ia menepuk sofa sebelah duduknya, memberi isyarat padaku untuk duduk disana.

Aku mendekap buku Novelku, perlahan mendudukan diriku disana meski aku sedikit takut. Jantungku berdetak bukan main jika jarak kami sedekat ini, bahkan ketika ia menyuapiku jaraknya tidak terlalu dekat seperti ini. Aku berpura-pura mengabaikannya, melanjutkan bacaanku yang sepertinya sudah tidak menarik lagi untuk dibaca.

Beberapa jam berlalu, kulihat dari dalam hari menggelap. Jujur saja sebenarnya aku ingin melihat matahari, namun dia tidak akan mengijinkanku untuk keluar satu langkah saja. Saat hari mulai malam, ia menyuruhku untuk kembali ke kamar dan beristirahat. Padahal yang kulakukan hanyalah duduk, membaca dan makan, pekerjaan seperti itu tidak akan membuatku lelah.

Tapi aku tetap harus menurutinya, ia lalu menuntunku kekamar dan membantu menyelimuti sebagian tubuhku. Tak lama setelah merapihkan tempat tidurku, dia keluar.

Lagi-lagi, pintu terkunci...

Dia sudah memberiku sedikit kebebasan namun masih mengunci kamarku.

Aku kembali memikirkan rencana pelarian, sedikit banyaknya aku telah mengetahui denah rumah ini, terutama pintu keluar.

Hanya saja aku harus mencari sebuah benda tajam untuk mencongkel pintu utama itu, karena sudah pasti terkunci atau digembok dengan kayu dari luar. Aku tidak ingin mencari jalan keluar lain jika memang ada karena itu akan memakan waktu lama.

Hingga keesokan harinya, rutinitas baru mulai dikerjakan.

Ia memandikanku lalu mengajakku keluar menonton televisi dan membuatkanku makan lalu makan bersama, sepertinya ia menyukai rutinitas yang sama dan membosankan. Aku mengikuti alur yang ia buat ini. Tapi, setiap hari berulang seperti ini. Aku sampai lelah menunggu dan tidak menemukam celah untukku kabur, aku bahkan tidak menemukan benda tajam apapun disini, dan dia juga selalu menyimpan pisau disakunya jika memasak didapur.

Aku hampir putus asa..

Ia duduk disampingku ketika aku menoleh kearahnya ia hanya tersenyum membalas tatapanku. Senyum yang aneh, apa ia tahu isi pikiranku? Dan mengetahui rencana pelarianku kali ini.

"Apa yang ingin kau tanyakan tentangku?"

Katanya, aku jadi berhenti berpikir. Pikiranku kini jadi beralih kepada pertanyaannya tadi. Aku memutar dudukku, menjadi menghadapnya yang masih menyamping dariku.

Dia tahu, aku sangat berantusias mendengar ini. Jadi, ia mematikan televisi.

"Boleh aku bertanya?" Kataku dan ia mengangguk mantap.

Aku memberikan pertanyaan yang paling utama terlebih dahulu, dan dia menjawab, benar. Dia adalah seorang pembunuh, aku tidak terkejut mendengarnya karena aku telah melihatnya sendiri dengan kedua mataku.

Pertanyaan lain masih pertanyaan pada umumnya, dan sepertinya dia menjawab jujur. Dia memiliki keluarga, ibu dan ayah yang sudah meninggal. Dan dia berkata bahwa kedua orang tuanya begitu tempramental kepadanya, bahkan ketika dirinya masih sangat kecil. Orang tuanya pernah bercinta dengan kekerasan atau yang biasa disebut BDSM sambil mencambuk dirinya, bayangkan saja mereka melakukan itu didepan anak kecil dan memukul seorang anak kecil. Hingga dia mengaku, setelah itu dia menjadi terbiasa dengan kekerasan dan tidak bisa hidup tanpa melakukan kekerasan.

Lalu, aku bertanya kepadanya.

Apa pekerjaannya?

Pembunuh bayaran kah?

Dia menjawab, bukan.

Lalu...?

Dan aku menyesal pernah menanyakan hal itu kepadanya.

Dia berkata dia adalah seorang pedagang.

Pedagang organ tubuh dan daging manusia.

Tubuhku lemas seketika mendengarnya.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height