Night Creepy Diary/C9 Psikopat 9
+ Add to Library
Night Creepy Diary/C9 Psikopat 9
+ Add to Library

C9 Psikopat 9

Aku takut...

Kegelapan ini benar-benar menyiksaku, suhu panas dan pengap. Seperti tempat ini akan menjadi kuburanku, aku menjerit. Memohon dan meminta maaf kepadanya, terus meneriakan namanya. Aku tahu ia pasti mendengarnya, aku ingin keluar. Tapi kedua mataku tak dapat menangkap setitik cahayapun yang menuntunku menuju pintu, aku bahkan tak dapat melihat dimana pintu berada.

Panik...

Semenjak berada di sini aku benar-benar khawatir jika ada orang lain atau jasad lain, karena lantainya dari pasir dan tanah. Aku mulai memikirkan gudang macam apa ini, semoga saja firasatku tidak benar. Dan aku berharap tidak menemukan hal aneh lagi seperti kejadian kemarin.

Berteriak cukup lama, hingga akhirnya. Aku mulai terkulai lemas kembali, meski rumah ini seluruhnya terbuat dari kayu, tapi sepertinya pasokan udara sangat minim di bawah sini. Hingga tak lama kemudian, aku mulai kehilangan kesadaranku. Lelah dengan semua kengerian yang sudah merusak mentalku, di tambah ruangan ini yang seperti memiliki gas beracun dan siap membunuhku.

Dan mungkin ini cara yang bagus untuk mati, agar dia puas...

.

.

.

.

.

.

Kepalaku terasa sakit, berusaha membuka kedua mataku namun sinar lampu menyilaukan padanganku. Sampai aku tersadar, bahwa aku sudah tak berada di dalam gudang gelap dan pengap. Aku berada di kamar penyekapanku yang nyaman dan hangat.

Terbaring di atas ranjang dengan selimut tebal dan pakaian terusan seperti yang biasa aku kenakan, seolah-olah kejadian tadi tak pernah terjadi dan hanya mimpi. Tapi kuyakin itu benar-benar nyata saat aku merasakan perih di leherku, mungkinkah ia menolongku? Lalu kenapa? Pintu kamar mandi terbuka, kulihat dia keluar dari sana entah sedang apa.

Melihatku sudah siuman sedikit terkejut, ia rubah ekspresi wajahnya menjadi datar lalu menarik kursi dan duduk di samping ranjang. Tak ada sepatah katapun, ia hanya mengambil piring makanan dan menyuapiku, seolah tak ada yang pernah terjadi antara kami. Aku ingin sekali bertanya, kenapa ia mengeluarkanku?

Tapi kuurungkan kembali niatku karena tak ingin ia berubah pikiran dan kembali menaruhku di tempat gelap itu.

"Menyerah?" Tanyanya, aku sedikit terkejut. Aku tahu apa maksud dari pertanyaan itu, percobaan pelarianku. Aku menganguk meng-iyakan, aku lelah, dan juga takut. Pada akhirnya aku menyerah, menyerah pada semua permainan mentalnya, dia menang.

Aku bukan gadis yang satu level dengannya dalam hal seperti ini, hingga akhirnya. Kuserahkan diriku sepenuhnya kepadanya, mentalku agar tidak lagi terganggu karena aku melanggar aturannya. Dia tersenyum puas, lalu kembali bertanya kepadaku.

"Apa yang kau janjikan jika melanggarnya lagi?" Tanyanya.

"Maka bunuhlah aku" jawabku mantap, lebih tepatnya putus asa. Tidak ada yang bisa kuperbuat lagi disini, dia terlihat terkejut mendengarnya, katakanlah aku nekat. Namun sebenarnya, aku tidak memiliki tujuan hidup lagi selain menghindari hal-hal mengerikan di rumah ini. Jadi, aku lebih baik mati dari pada dia memulai permainan gilanya lagi.

Dia memandangku, aku yakin dia sangat mengerti jika kali ini aku telah sangat putus asa.

Kenyataannya memang iya, dua hal yang ada di dalam benakku. Menjadi gila dan mati, atau menjadi gila dan menjadi pengikutnya. Hidupku terlalu sempit, aku hanya memiliki dua opsi itu sekarang. Rumah kayu ini terlihat sangat sederhana dan jauh dari kata mewah, tapi bagiku, ini seperti penjara dengan bangunan kokoh nan kuat serta penjagaan ketat, sehingga 'kabur' adalah sebuah kata yang tidak mungkin bisa terjadi.

Ada satu hal lagi,

Yang ingin sekali aku tahu darinya. Maka aku bertanya padanya, berharap dia mau menjawabnya agar diriku tidak mati dengan penasaran kelak.

"Boleh aku bertanya?" Kataku, mencoba formal dan menjadi gadis baik. Suapannya terhenti, lalu ia mengangguk.

"Sebenarnya... apa yang kau inginkan dariku? Mengapa tidak membunuhku dan menyekapku berbulan-bulan seperti ini?"

Aku menatapnya, menunggu jawaban. Pertanyaanku barusan sedikit tergagap karena takut, sekian detik kemudian, ia menghembuskan nafas kasar, masih dengan wajah datarnya. Akhirnya dia meletakkan piring makan itu kembali di atas nakas.

"Tidak bisakah kau menetap di sini? Bersamaku?" Pandangannya tajam.

Aku terkejut, jujur saja di saat seperti ini aku tidak dapat membedakan mana sebuah ancaman dan mana sebuah pernyataan kasih sayang. Karena dia membuat keduanya terasa rumit dan pada akhirnya berakhir kekerasan.

Aku tidak menjawab, karena dia juga tidak menjawab pertanyaanku dan malah balik bertanya. Walaupun aku sudah tahu jawabannya, bahwa dia ingin aku untuk hidup dan menemani kesendiriannya di sini. Jika tidak, atau aku menolaknya, mungkin dia akan membunuhku sama seperti yang lain. Yang menjadi pertanyaan baru untukku adalah,

Mengapa harus aku?

Jika saja dia adalah tipe pria normal pada umumnya, tentu saja aku tidak akan menolaknya. Dari postur tubuh dan wajah rupawannya, dia terlihat sempurna. Hanya saja sedikit dingin, mungkin karena pekerjaannya ini. Yang membuat jiwanya sedingin es, ingin ku hangatkan tubuhnya, membuat es yang ada di dalam jiwanya meleleh dan terlepas dari ini semua.

Dan lagi-lagi, hanya tersedia dua pilihan. Bisa membawanya meninggalkan dunia hitam ini atau, aku yang akan terjerumus ke dalamnya dan menjadi sepertinya.

Apakah aku sanggup?

Aku menatap ke dalam netra indahnya, ku sadari bahwa ada secercah kebaikan di sana. Tertutup oleh keganasan dan kengerian yang di timbulkan oleh masa lalu dan orang tuanya, mungkin saja jika...

Mungkin saja jika aku bisa menariknya dari sisi gelapnya...

Tapi, siapa aku ini?

Aku hanya seorang korban yang beruntung tidak di bunuh olehnya.

Kenapa aku harus berani mengubah hidupnya secara lancang seperti itu?

Dia telah memberiku hidup, itu saja seharusnya sudah bersyukur.

Apa yang telah aku pikirkan?

"Ada pertanyaan lagi?" Dia bertanya, kesempatanku mengajukan pertanyaan. Lalu aku mengangguk,

"Mengapa harus aku?" Aku memberikan pertanyaan, dia terlihat berpikir. Aku kira dia selalu punya jawaban untuk segala pertanyaan, tapi kali ini sepertinya dia sulit untuk menjabarkan jawaban yang ada di kepalanya. Semakin lama bersamanya, semakin aku dapat mengenali dan mempelajari dirinya.

Bahwa dia sama seperti pria pada umumnya...

"Mungkin karena kau menarik..." jawabnya.

"Menarik untuk di bunuh?" Balasku.

"Bukan."

"Lalu?"

"Karena rasa penasaranmu..." katanya menggantung.

"Apa maksudnya?"

"Kau selalu ingin tahu... jika saja waktu itu kau langsung keluar dari rumah ini tanpa menghiraukan suara jeritan wanita, kau pasti sudah bebas. Karena aku membuka lebar pintu depan....

...dan jika saja, kau tidak mengambil buku jurnal akte kelahiranku itu. Kau mungkin telah menemukan sebuah kunci yang sengaja ku taruh di rak buku, dengan itu kau bisa keluar dari sini...

...namun semua itu tidak kau lalukan, kau malah mendatangi rasa penasaranmu begitu dalam meninggalkan semua kesempatan kebebasanmu demi rasa keingintahuan-mu yang begitu besar"

Jelasnya panjang lebar, aku mematung, wajahku mulai pucat. Dia jarang berbicara, tapi kali ini, seolah dia membuka kartu yang isinya adalah kalah telak untukku. Apa ini bagian dari permainannya lagi? Kumohon hentikan.

"Aku tidak akan membunuhmu dan juga membebaskanmu, karena aku tertarik padamu dan kurasa aku mulai menyukaimu dari awal kau berada di sini... karena isi kepalamu, sama denganku hanya saja kau tidak menyadarinya...

...karena itu semua, aku akan menjadikan dirimu sepertiku, gila. Maka kau akan selamanya bersamaku" di ujung kalimatnya, ia menyeringai senang dan membuka kedua tangannya seolah ingin memelukku.

Aku terdiam seperti patung, terasa seperti, ini adalah akhir dunia...

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height