+ Add to Library
+ Add to Library

C7 PKJ 7

"Apa?" tanya Della dengan nada membentak dan mata melotot.

"Ak-aku, butuh ke kamar mandi." Dimas tampak merapatkan kedua kaki, sepertinya ada panggilan alam yang harus dipenuhi.

"Terus?" Della masih saja pura-pura tidak peka.

"Ya ampun! Kamu ini sengaja atau bagaimana? Aku seriusan ini, kamu mau aku buang air di sini!" geram Dimas menahan panggilan alam yang sepertinya tidak bisa ditahan.

"EGP! Emang gue pikirin!" ketus Della yang hendak kembali melangkah ke dapur.

Dimas benar-benar tidak tahan, masih menahan panggilan alam, juga menahan betapa sadisnya wanita yang menyekap dirinya.

"Tolong! Serius, aku tidak bisa menahannya lebih lama!" teriak Dimas dengan nada memelas.

Della mencebikkan bibir, lantas berjalan kembali ke arah Dimas. Dengan tatapan tajam, ia berdiri setengah membungkuk di hadapan pemuda itu.

"Aku izinin kamu ke kamar mandi, kalau berani berpikir atau bahkan kabur, aku remas burung berkicaumu!" ancam Della seraya meremas udara.

Dimas menelan saliva, belum juga pernah merasakan lembah sempit dengan hutan yang asri, sudah mendapat ancaman berulang kali—Nasib.

"Iya bawel bin cerewet! Buruan, astaga!"

Entah kenapa Della melepas ikatan itu. Dimas benar-benar berlari kalang kabut ke arah kamar mandi. Della yang melihatnya sampai terkejut dengan mulut menganga tidak percaya.

Della bersidekap di samping pintu kamar mandi, bahkan mengetuk daun pintu beberapa kali untuk memastikan jika pemuda itu tidak kabur dan masih ada di sana.

"Hoi! Di kamar mandi lama amat! Sudah sepuluh menit ini!"

"Bentar! Kamu ini tidak bisa membiarkan orang dalam keadaan tenang sebentar saja, ya!" teriak Dimas dari dalam. Dimas sampai menggerutu di sana karena sikap Della, mulutnya sampai komat-kamit seperti merapal doa.

"Hoi! Ingat ya, kalau berani kabur awas kamu!" ancam Della lagi.

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, membuat Della terkejut karena Dimas sudah berdiri di hadapannya.

"Dasar psikopat gila! Kalau aku sudah bilang tidak ya tidak! Bawel!" bentak Dimas yang kesal.

"Hoi, namaku Della kali! Psikopat gila, psikopat gila, lama-lama aku remes tuh mulut yang kasih nama asal-asalan!" geram Della seraya meremas udara.

"Lah, kamu sendiri panggil aku, hoi, hoi mulu. Namaku Dimas, apa kamu ngerti?" Akhirnya Dimas menyebutkan namanya setelah tidak ditanya dan terus disebut dengan nama yang aneh-aneh.

Della bersidekap menatap Dimas, sampai menyipitkan mata mencoba mencari kejujuran di mata pemuda itu.

"Ck, nama bagus-bagus, tapi perilakunya buruk, bucin akut, bodoh, oon, makan tuh--"

Umpatan yang keluar dari mulut Della terjeda karena Dimas langsung membungkam mulut wanita itu dengan tangan. Ia mendorong Della hingga membentur tembok. Kini keduanya tampak saling tatap, entah kenapa rasanya hening yang hadir dalam ruangan itu.

"Ingat! Cinta itu memang bisa membuat orang gila, bodoh, dan tidak punya pikiran, jadi jangan mengataiku sembarangan lagi!"

Susan yang baru saja turun dari mobil langsung masuk ke dalam kontrakan Della, terkejut dengan pemandangan yang dilihatnya.

"Kalian ngapain?" Susan menutup matanya karena terkejut.

Della dan Dimas menoleh secara bersamaan ke arah Susan begitu mendengar suara wanita itu. Dimas belum sadar jika tangannya masih membungkam mulut Della, hingga Della menepisnya kasar.

"Lah, emang kami ngapain?" tanya Della balik karena bingung.

"Itu!" Susan menunjuk pada Dimas.

Della ikut menoleh ke arah mana Susan menunjuk, langsung memalingkan wajah dengan menutup mulutnya begitu sadar.

Dimas yang merasa jika jadi obyek penglihatan pun langsung menengok ke bawah, baru sadar kalau dirinya keluar hanya dengan mengenakan celana pendek.

"Astaga!" Dimas langsung masuk kembali ke dalam kamar mandi. Karena Della yang terus menggedor pintu kamar mandi, membuat Dimas lupa dan asal keluar karena geram.

"Hah, dia gila! Kenapa aku tidak sadar?" Mulut Della masih menganga tidak percaya dengan apa yang terjadi.

***

Kanaya tampak tersenyum melihat ke arah ponselnya. Ia mengirimkan beberapa foto tentang Susan yang hampir celaka kepada Malik.

[Jika tidak ingin istrimu celaka, maka tinggalkan dia. Kalau kamu masih bersamanya, aku jamin nyawanya akan melayang]

Kanaya tertawa keras ketika selesai mengirimkan pesan kepada Malik, berharap pria itu takut dan meninggalkan Susan—hacker yang menghancurkan impiannya. Namun, Kanaya tidak tahu kalau Malik dan Susan bukanlah orang biasa yang akan takut dengan ancaman seperti itu.

"Eh, kenapa Dimas tidak memberi kabar?" Kanaya menatap ponsel, menunggu Dimas memberi informasi tentang Susan.

"Kenapa nomornya tidak aktif? Di mana dia?" tanya Kanaya.

"Biarlah!" Kanaya meletakkan ponsel dan memilih pergi ke kamar mandi terlebih dahulu.

Susan tampak fokus mengemudikan mobilnya, Della pun duduk bersidekap di kursi penumpang depan. Wanita itu terlihat kesal seraya sesekali melirik kaca spion.

"Kak! Kenapa kamu ajak dia?" tanya Della dengan nada ketus dan tidak senang, menunjuk pada Dimas yang ternyata ikut bersama mereka.

"Apa? Nggak boleh!" Dimas memukul sandaran kursi Della.

Della tampak komat-kamit melirik pada Dimas, tidak mengerti kenapa kakak iparnya itu mengizinkan pria yang hampir mencelakai, ikut mendatangi wanita yang menginginkan rumah tangga Susan dan Malik hancur.

"Dia yang tahu persis bagaimana wanita itu, dia juga yang mungkin bisa membujuk agar wanita itu tidak semakin gila," jawab Susan yang seakan percaya terhadap Dimas.

Dimas memang memaksa untuk ikut, menawarkan diri pada Susan untuk membantu menyadarkan wanita yang pernah dicintai. Pemuda itu tersentuh ketika Susan mengatakan jika tidak akan membalas tapi ingin menyadarkan, bagaimanapun wanita itu hanya salah jalan dan butuh bimbingan agar tidak semakin salah.

"Ck, kalau sampai dia berpihak pada wanita itu, lihat saja aku akan--" Della meremas udara, belum selesai bicara tapi dipotong Dimas.

Dimas memotong apa yang hendak dikatakan oleh Della, tahu jika kata ancaman tentang pabrik lele sampai burung berkicau pasti akan dilontarkan oleh wanita yang dipanggil psikopat.

"Tenang saja, aku memang jahat. Tapi aku masih punya hati, ketika aku bilang iya maka iya. Nyatanya aku bilang tidak kabur, aku tidak melakukannya."

"Ck, iya karena aku ancam, coba kalau tidak!" Della masih bersikukuh kalau Dimas akan berbelok.

Susan mendesah, tahu jika Della memang memiliki sifat yang keras dan tidak mudah percaya dengan siapa pun. Sedangkan bagi Susan, asal orang itu sudah mengatakan kalau ingin berubah, maka ia akan percaya.

Akhirnya kabin mobil itu terdengar hening, hanya terasa dingin karena baik Della dan Dimas masih saja terlihat bersitegang meski tak bersuara.

"Kalau dia macam-macam, lihat saja aku akan membabat habis asetnya." Dalam hati bergumam, Della melirik bayangan Dimas lewat pantulan spion tengah.

"Awas saja kalau dia tidak menepati janji, kenapa ada wanita sesadis itu?" Dimas bertanya-tanya dalam hati.

Keduanya saling menatap lewat pantulan spion tengah, memicingkan mata hingga saling komat-kamit, seperti anak kecil yang sedang berkelahi dan berebut sesuatu.

***

Mereka sudah sampai di gedung apartemen tua pinggiran kota. Susan menatap bangunan tinggi itu.

"Kamu tidak bohong 'kan, kalau tempatnya di sini?" tanya Susan pada Dimas yang baru saja keluar.

"Aku yakin," jawab Dimas yang sudah memantapkan hati membantu Susan.

Dimas berjalan menuju pintu utama gedung. Della menahan tangan Susan ketika hendak melangkahkan kaki mengikuti Dimas.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height