+ Add to Library
+ Add to Library

C9 Jeni Yan

Kompleks apartemen.

Brian Won yang baru saja datang langsung mendapatkan telepon dan Jeni Yan.

" Halo Kak? Berapa nomor apartemen Kakak?" Tanya Brian Won dengan nada ragu.

" Nomor 577, Brian mungkin kah kamu sudah tiba?" Tanya balik Jeni Yan dengan nada penasaran.

" Ya Kak, aku akan segera datang ke apartemen Kakak."

" Baiklah, aku akan menunggu mu..."

Brian mematikan ponsel nya dan berjalan memasuki lift yang ada.

.....

Lantai lima apartemen, Brian baru saja keluar dari lift dan langsung bergegas mencari apartemen bernomor 577.

Setelah mencari selama lima menit atau lebih, Brian akhirnya tiba di depan pintu apartemen bernomor 577 itu.

Ding!

" Iya sebentar..." suara seorang perempuan dewasa terdengar.

Pintu di buka dan seorang perempuan dewasa berambut hitam panjang muncul di depan Brian.

Perempuan dewasa itu menatap Brian dengan senyum bahagia.

" Kakak Jeni, lama tidak berjumpa." Sapa Brian dengan suara hangat.

Jeni Yan langsung bergerak dan memeluk Brian Won dengan pelukan yang erat.

" Akhirnya, setelah dua tahun aku bisa melihat mu lagi." Bisik Jeni Yan pelan di samping telinga Brian.

Brian Won menepuk - nepuk punggung Jeni Yan untuk menenangkan nya.

" Kakak Jeni tenang lah. Kita masih memiliki banyak waktu untuk terus bersama di masa depan." Ucap Brian Won dengan suara lembut.

Jeni Yan terus memeluk tubuh Brian Won selama hampir satu menit sebelum kemudian melepaskan nya.

" Mari masuk, Kakak sudah menyiapkan makanan favorit mu." Ucap Jeni Yan sambil menarik Brian memasuki apartemen.

Brian tidak melawan dan membiarkan diri nya di tarik oleh Jeni Yan.

Melihat interior apartemen yang benar - benar asing membuat Brian merasa sedikit tidak nyaman. Namun perasaan tidak nyaman itu langsung hilang karena keberadaan Jeni Yan.

" Duduk lah, biarkan aku menyiapkan makanan untuk mu." Jeni Yan mendorong Brian untuk duduk di kursi dan ia sendiri bergegas mulai menyiapkan makanan.

Melihat bagian belakang tubuh Jeni Yan yang sedang bekerja keras menyiapkan hidangan, Brian Won menghela nafas tanpa daya.

" Kakak Jeni, Kakak tidak perlu repot. Aku merasa tidak enak jadi nya." Ucap Brian Won dengan nada canggung.

" Haish, seperti sama siapa saja. Kakak malah merasa senang jika kamu mau memakan masakan Kakak.

Jadi jangan merasa sungkan dan tunggu saja Kakak menyelesaikan semua nya." Jelas Jeni Yan dengan cepat.

Brian Won tersenyum tipis mendengar jawaban Jeni Yan.

' Andai saja kejadian itu tidak terjadi, saat ini pasti Kakak Jeni akan hidup bahagia bersama Saudara Ying.' pikir Brian Won dengan ekspresi sedih.

Usai menunggu selama beberapa menit, meja makan yang tadi nya kosong langsung penuh dengan beberapa hidangan.

Jeni Yan menyerahkan piring untuk Brian sebelum kemudian duduk di seberang nya.

" Ayo makan! Kamu tidak perlu merasa malu. Aku tahu kok jika orang hebat seperti mu pasti nya memerlukan energi yang banyak juga." Ucap Jeni Yan sambil tersenyum manis.

Brian mengangguk lembut dan mulai mengambil nasi dan lauk nya.

Begitu Brian Won memasukkan satu cendok nasi + lauk ke dalam mulut nya, dia langsung mengangguk sekali karena merasa nostalgia.

" Ini sangat enak, seperti yang di harapkan dari Kakak Jeni." Puji Brian Won dengan ekspresi lembut.

" He he, terima kasih atas pujian nya. Lalu jangan sungkan lagi, ayo habiskan semua nya!

Karena Kakak tahu jika kamu akan datang, jadi nya Kakak memasak beberapa kali lebih banyak dari yang biasa nya." Jelas Jeni Yan dengan ekspresi bahagia.

" Kalau begitu aku tidak akan sungkan lagi... Selamat makan..." Brian Won mulai melahap makanan di piring nya dengan lahap.

Kurang dari satu menit, porsi yang biasa nya di tunjukan untuk empat orang langsung habis di makan Brian.

Jeni Yan langsung berdiri dan menambah makanan di piring Brian dan membiarkan nya makan dengan lebih lahap.

Senyum bahagia yang sangat tulus muncul saat Jeni Yan menatap Brian Won yang tengah lahap memakan masakan nya.

Lima belas menit kemudian, semua makanan di meja habis dan hanya menyisakan tulang belulang nya saja.

Sendawaa...

Brian Won tidak sengaja bersendawa dan langsung menutup mulut nya dengan ekspresi malu.

" Kenapa? Apakah kamu malu jika bersendawa di depan ku?" Tanya Jeni Yan dengan nada main - main.

" Tidak, bukan begitu Kak. Aku takut jika sendawa ku akan membuat Kakak merasa tidak nyaman, jadi aku memilih untuk menahan nya." Jelas Brian Won dengan nada malu - malu.

" Hi hi hi, tidak apa. Anggap saja Kakak tidak ada." Jeni tertawa lembut dan berkata dengan nada menggoda.

"..."

Kemudian Jeni Yan dan Brian mengobrol bercanda selama beberapa saat.

" Ehem... Kakak Jen, biar aku yang bagian mencuci piring. Kakak duduk saja di sini dan awasi aku." Ucap Brian Won sambil meregangkan ke dua tangan nya.

" Baiklah. Tapi Brian, kamu sebenarnya mau mencuci piring atau malah menghancurkan piring? Kok melakukan peregangan seperti itu?" Tanya Jeni Yan dengan ekspresi menggoda.

" Hah? Tentu saja untuk mencuci piring, mana berani aku menghancurkan piring milik Kakak Jeni." Jelas Brian Won dengan ekspresi takut - takut.

" He he, baguslah kalau begitu. Lalu cucilah dengan baik, hasil nya harus bersih dan juga mengkilap!"

" Ashiap!" Balas Brian Won dengan nada santai.

Klunting, klunting...

Brian Won mulai mencuci piring dengan hati - hati. Dia adalah seorang prajurit khusus, kekuatan nya berada jauh di atas rata - rata. Oleh karena itu dia harus lebih hati - hati saat melakukan pekerjaan rentan seperti mencuci piring ini.

" Oh ya, bagaimana dengan perjalanan mu, qpa kamu sudah bertemu dengan Adik nya Juna?" Tanya Jeni Yan di sela Brian Won mencuci piring.

Brian Won meletakkan piring yang sudah bersih di sisi kanan dan ia menghela nafas panjang tanpa daya.

" Kacau, baru tadi aku bertemu dengan nya tetapi aku langsung di tolak mentah - mentah oleh nya." Jelas Brian Won dengan nada sedih.

" Benarkah? Hem, ini kali pertama kalian bertemu bukan?" Tanya Jeni Yan dengan nada ragu.

Brian Won mengangguk lembut dan berjalan, " Memang. Ini adalah pertemuan pertama paling kacau yang pernah aku alami dalam hidup ini."

"...." Jeni Yan terdiam.

Ekspresi nya terlihat sedikit aneh dan dia bertanya dengan ragu, " Memang nya bagaimana? Coba kamu ceritakan bagaimana pertemuran mu dengan Adik nya Juna."

Brian Won mengangguk dan mulai menceritakan semua nya. Di mulai sejak di hadang nya ia oleh Luo Nang dan juga insiden satu melawan tujuh orang itu terjadi.

Setelah itu Brian Won juga menceritakan reaksi Vivian saat ia menyapa gadis itu.

Jeni Yan terus diam dan seperti nya ia sudah menebak sesuatu yang sedang terjadi.

" Brian, kamu salah karena telah menunjukkan kekuatan mu di hadapan publik.

Tidak heran jika Vivian sampai mengatakan hal buruk seperti itu kepada mu.

Aku mengenal sedikit gadis itu, dengan karakter nya pantas saja jika ia langsung menyalahkan mu atas kematian Wan Juna." Jelas Jeni Yan dengan nada tanpa daya.

" Benarkah? Memang nya kenapa?" Tanya Brian Won dengan ekspresi bingung.

" Hah... Brian, apa menurut mu kejadian saat kamu mengalahkan tujuh orang sekaligus seperti itu merupakan adegan biasa?" Tanya Jeni Yan dengan ekspresi serius.

Brian Won tanpa ragu mengangguk," Bukan kah hal seperti ini memang sebuah hal yang biasa? Saat di tentara, aku bisa mengalahkan seratus orang dan semua nya menganggap pencapaian ku sebagai hal yang biasa.

Inikan cuman 7 orang, kenapa bisa menimbulkan amarah Vivian kepada ku?" Tanya Brian Won dengan ekspresi polos.

"..." Jeni Yan terdiam.

" Brian adik ku sayang, seperti nya Kakak Jeni harus memberi pelajaran mengenai akal sehat orang biasa kepada mu.

Mari! Hentikan dulu cuci piring nya. Kakak akan mulai mengajar mu dengan ketat hari ini!" Kata Jeni Yan dengan nada santai.

Tetapi entah kenapa, Brian Won merasa sedikit gugup saat ia melihat ekspresi dan mendengar nada suara lembut Jeni Yan saat ini.

" Eh? Apakah harus sekarang?" Tanya Brian Won dengan nada ragu.

" Ya! Jika kita menunda - nunda, entah kejadian mengerikan apa yang akan kamu tunjukkan kepada teman sekelas mu." Balas Jeni Yan dengan ekspresi santai.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height