Rahasia Sang CEO/C3 Mimpi Buruk!
+ Add to Library
Rahasia Sang CEO/C3 Mimpi Buruk!
+ Add to Library

C3 Mimpi Buruk!

Audrey tak henti-hentinya menarik napas. Sesekali dia melihat ke belakang, takut jika Christian terus mengikutinya. Sumpah demi apa pun, dia tak ingin lagi berhubungan apa pun dengan laki-laki itu. Cukup sekali seumur hidupnya.

Audrey segera mengeluarkan kunci mobil miliknya, dan menyuruh Jack segera masuk ke dalam.

“Mama, Christian sangat baik padaku. Tadi dia yang membantuku un—“

“Cukup! Jangan sebut nama itu lagi depan mama. Aku tak mau mendengarnya!” kata Audrey setengah membentak pada Jack.

Kedua mata Jack memerah, menahan tangis mendengar suara bentakan Audrey.

“Ma-maaf, Sayang. Mama tak bermaksud membentakmu. Tapi, lupakan laki-laki tadi. Dia bukan laki-laki yang baik. Kau tahu kan seperti apa laki-laki yang baik itu?”

Jack mengangguk kemudian memeluk Audrey.

“Laki-laki baik tak akan menyakiti perempuan. Seperti aku yang tak pernah menyakiti mama,” jawab Jack.

“Benar. Kau tak akan pernah menyakiti mama, tidak akan. Tapi seseorang telah menyakitiku, bahkan menghancurkanku,” ucap Audrey setengah berbisik. Hatinya terasa hancur melihat kehadiran Christian beberapa menit yang lalu.

Wajah Christian membayang-bayanginya selama bertahun-tahun menyisakan sakit yang seorang pun tak bisa memahaminya. Bahkan gara-gara Christian semua menjauhinya, bahkan keluarganya pun ikut memusuhinya. Keluarganya seorang Katolik Orthodoks dan masih memegang ajaran-ajaran kolot yang mengharuskan seorang anak perempuan harus menjaga kesuciannya.

Ketika semua itu terjadi padanya tujuh tahun yang lalu, padahal semua bukan kemauannya, tapi lagi-lagi dia yang disalahkan. Seandainya saja Christian tak tiba-tiba muncul seperti hari ini, mungkin dia tak akan merasa hatinya seperti tertusuk-tusuk sembilu.

Audrey menyalakan mesin mobil, kedua matanya berkaca-kaca menimbulkan embun di depan mata.

“Jack, seandainya kau masih mempunyai papa, apa kau akan bahagia?” tanya Audrey pada Jack yang berada di sampingnya.

“Papa? Tapi kata mama, papa sudah meninggal?”

“Hanya seandainya, apa kau ingin menemuinya?”

Jack menggeleng.

“Kenapa?”

“Aku tak butuh papa. Aku hanya butuh mama.”

Audrey menangis sejadi-jadinya menyisakan tanya dalam benak Jack. Dia tak pernah melihat Audrey menangis sampai sesegukan. Audrey tak pernah mengajarinya untuk membenci seorang ‘papa’ dia hanya mengatakan papanya meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil untuk membungkam Jack tak bertanya lagi ke depannya mengenai ‘papa’.

Audrey menutup mulutnya dengan satu tangannya berusaha untuk tak terlalu emosional.

“Apa kau bahagia bersama mama?”

“Sangat bahagia, Mama,” jawab Jack dengan pasti lalu tersenyum memamerkan sederet gigi serupa kelinci berderet rapi.

*

“Tidak!”

Napasnya memburu, keringat mengucur deras dari pelipis Audrey. Diliriknya jam yang berada di atas nakas, baru pukul dua pagi. Lalu diliriknya sisi kiri tempat tidur, Jack masih tertidur sangat lelap. Dia baru saja bermimpi.

Memimpikan sesuatu yang sangat buruk, yang membuatnya ingin terjaga semalaman.

“Ya Tuhan. Kumohon jangan pertemukan aku lagi dengan Christian. Bertemu dengannya adalah mimpi buruk bagiku,” ucap Audrey. Satu tangannya mengusap lengan berusaha menghalau rasa khawatir yang terus berputar-putar pada benaknya.

Audrey mengusap kasar wajahnya, ada perasaan takut mendera. Semoga saja pertemuannya kemarin dengan Christian setelah bertahun-tahun adalah pertemuan terakhirnya.

Audrey mencoba memejamkan kembali kedua matanya, dan mengenyahkan perasaan tak nyaman dalam hatinya. Dia berharap tak perlu lagi serpihan ingatan tentang masa lalu yang harus hadir dalam mimpinya. Terlalu menyakitkan!

*

Pagi-pagi sekali Christian sudah bangun, dan meminta pembantu mempersiapkan segala keperluannya. Melody, wanita berusia 60 tahun membawakan setelan jas milik Christian. Wanita itu sudah berada di rumah keluarga Butt selama hampir 40 tahun lamanya. Dia tahu seperti apa keburukan keluarga tersebut.

“Semalam kudengar papa bertengkar dengan mama, ada apa?” tanya Christian pada Melody seraya mengikat dasinya di depan cermin besar.

Melody tertunduk, wajah rentanya tak berani menatap langsung Christian.

“Tuan semalam membawa perempuan ke rumah. Seperti biasa Nyonya tak bisa melakukan apa pun.”

Christian menarik bibirnya miring ke atas, tergambar jelas dari raut wajahnya dia tak pernah menyukai bandot tua itu, meski tanpanya Christian tak akan pernah lahir di muka bumi.

“Jadi benar kan, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Ibu selalu menyuruhku menikah, punya anak, berhenti bermain perempuan. Lalu apa kabarnya dengan bandot tua yang selalu dicintai ibu? Dia sendiri tak bisa mengubah sifat buruknya, lalu memberikan kuliah padaku setiap aku membawa perempuan ke kantor atau ke apartemenku!”

“Maaf, Tuan Muda. Biar bagaimanapun Tuan Besar adalah ayahmu.”

“Benar, dia ayahku. Tapi dia yang menciptakan monster sepertiku.”

Christian membentangkan satu tangannya, Melody dengan sigap membantu memakaikan jas.

“Lalu apa dia memukul mama?”

“Seperti biasa, tak perlu diragukan,” jawab Melody pendek.

“Lalu?”

“Yang lebih mengejutkan, perempuan yang dibawa Tuan sudah hamil dua bulan. Tuan juga bertengkar dengan wanita itu, memintanya menggugurkan bayi dalam kandungan, tapi wanita itu menolak.”

“Suruh gugurkan saja, aku tak mau punya adik dari perempuan jalang. Repot-repot bertengkar, mempertahankan, ujung-ujungnya janin itu tak akan pernah menjadi bayi yang lahir ke dunia. Sudahlah, aku akan berangkat ke kantor.”

“Tuan tak sarapan lebih dulu?” tanya Melody.

“Tidak.”

Christian menuruni tangga setengah berlari, dilihatnya Jane—ibunya—sedang berdiri di depan jendela menatap ke arah luar. Chris penasaran apa yang dilihat ibunya sampai sebegitu seriusnya.

“Ma?” panggil Chris lembut.

Wanita yang dipanggilnya ‘ma’ langsung menoleh, kemudian tersenyum—sedih—ke arah Chris.

“Kau mau berangkat?”

“Apa yang mama lihat ke arah luar?” Chris mengikuti arah pandang Jane, dilihatnya Howard—ayahnya—sedang memapah seorang wanita masuk ke dalam mobil hitam. Sudah pasti itu perempuan sampah yang semalam dibawanya pulang ke rumah.

“Tak perlu mengatakan apa pun, Chris,” ucap Jane datar. Sudah terbiasa dia menyaksikan pemandangan seperti itu selama hampir dua puluh lima tahun. Diakuinya, semua berawal dari kesalahan yang diperbuatnya sehingga Howard menjadi bajingan seperti sekarang. Jane tak bisa menyalahkannya.

“Ma, masa lalu kadang membuat kita menyerah pada segalanya, bukan?”

“Aku tahu, sangat tahu. Seharusnya aku tak berbuat kesalahan itu, jika aku tak berbuat seperti itu maka Howard akan tetap Howard yang kukenal semasa kuliah sampai dia menjadi seorang penguasa di dunia perdagangan. Sudahlah, kau bukannya harus bekerja? Jangan biarkan klienmu menunggu,” ujar Jane. Diusapnya pundak Chris.

Entah siapa yang harus sangat dibencinya. Mama atau papanya?

Tak ada yang bisa disalahkan oleh Chris. Mamanya yang lebih dulu berselingkuh dengan kaki tangan papanya, di saat bisnis milik papanya semakin menanjak. Tapi setidaknya Howard tak menceraikan istrinya.

Saat itu Howard sempat berkata jika Jane bisa melakukan hal seperti itu padanya, dia akan tetap bertahan tapi dia akan memberitahunya seperti apa rasa sakit dikhianati dengan memberinya 100x lipat pelajaran dari apa yang dia perbuat sebelumnya. Howard melakukannya, meski dia tahu dia membutuhkan Jane di sisinya, tapi membuat Jane bertahan untuk menikmati rasa sakit itu.

“Chris,” panggil Jane sebelum puteranya benar-benar lenyap dari pandangan.

“He-em?”

“Menikahlah.”

“Aku akan menikah jika aku sudah menghancurkan setengah dari populasi wanita di dunia,” jawab Chris santai, kemudian melenggang masuk ke dalam mobil.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height