Random Wife/C16 Hadiah Ulangtahun Yang Mengesankan
+ Add to Library
Random Wife/C16 Hadiah Ulangtahun Yang Mengesankan
+ Add to Library

C16 Hadiah Ulangtahun Yang Mengesankan

Fabian sudah basah kuyup karena Indira menyuruhnya memetik mangga muda langsung dari pohonnya pada saat hujan seperti ini. Ia merasa Indira tengah mengerjainya karena ini hari ulang tahunnya, tapi tetap ia lakukan agar Indira senang. Namun, nyatanya Indira tidak sedang mengerjai lelaki ini. Ia benar-benar ingin memakan mangga muda yang langsung dipetik dari pohonnya. Mungkin itu karena pengaruh kandungannya.

Ya, Indira tengah mengandung. Dan, wanita ini mengetahuinya setelah memeriksa ke dokter tadi. Ia diam-diam periksa ke dokter, tanpa sepengetahuan Fabian.

Indira yang melihat suaminya basah kuyup langsung mencarikan handuk untuk mandi. Ia tak menyangka sang suami menuruti keinginannya untuk memetik mangga langsung dari pohonnya. Dirinya menjadi merasa bersalah, tapi mau bagaimana lagi, janin dalam kandungannya menginginkan manga muda.

“Mas, mending mandi dulu. Dira, bikinin teh hangat sama sup, ya,” katanya lembut seraya menatap Fabian sendu.

“Iya, Mas mandi dulu.”

Fabian bergegas ke kamar mandi, sementara Indira menuju dapur. Ia buru-buru menyiapkan sayuran yang sudah ia potong-potong tadi siang. Ya, awalnya perempuan ini ingin memasak sup, tapi tadi siang tiba-tiba saja ia malah ingin makan ikan asam manis, sehingga tidak jadi memasak sup.

Tidak sampai setengah jam sup buatan Indira sudah matang. Ia tersenyum, meski rasa mual mulai terasa karena mencium aroma sup. Dirinya langsung bergegas menuju wastafle memuntahkan isi perutnya. Hal ini terlihat oleh Fabian yang baru saja masuk ke dapur. Ia buru-buru mengambil air putih hangat.

“Dir, kamu kenapa? Sakitnya tambah parah, ya?” Fabian menyodorkan segelas air putih yang langsung diminum oleh sang istri.

Indira menggeleng. Ia sebenarnya tak sabar memberitahukan kabar bahagia ini kepada Fabian, tapi ia ingin memberi kejutan kepada suaminya nanti, setelah memberikan kado ulang tahun untuk Fabian.

“Enggak usah bohong sama Mas. Mas panggilin dokter, ya?”

“Enggak usah. Indira udah periksa, kok,” Indira mengenggam kedua tangan sang suami. “Mending Mas Fabian makan aja dulu. Indira udah masakin supnya.”

“Tapi, beneran kan kamu enggak kenapa-napa?”

“Iya.”

Indira langsung menggambil mangkuk sup, “Mas bawaiin mangga Dira, dong.” Indira menunjuk ke mangkuk yang berisi potongan mangga. “Dibawa ke meja makan.”

Mereka pun berjalan menuju meja makan, lalu menata makanan bawaan masing-masing.

“Nih, Mas, makan yang banyak,” Indira mengambil nasi dengan menahan rasa mual.

“Kamu kenapa sih, Dir?” Fabian semakin cemas. Ia curiga Indira menyembunyikan sesuatu darinya.

“Enggak, kenapa-napa, kok.”

“Dir—“

Belum sampai selesai Fabian berkata, Indira sudah memuntahkan isi perutnya—tepat mengenai lengan suaminya yang berada di sampingnya.

“Ma-maaf,” lirih Indira.

Fabian tak memedulikan muntahan di bajunya. Ia langsung buru-buru mengambil lap untuk membersihkan sisa muntahan di sudut bibir Indira. Lalu, ia menyodorkan air putih kembali yang diminum kembali oleh Indira. Ia menatap Indira dengan perasaan berkecamuk. Sedih, gamang, dan takut sesuatu terjadi pada istrinya.

“Dir, kamu sebenarnya kenapa?”

“Indira enggak kenapa-napa. Sekali lagi maafin Dira.” Indira langsung mengambil lap di hadapannya membersihkan muntahan di lengan sang suami. “Mas, ganti baju aja dulu.”

“Dir—“ Suara bel berbunyi membuat Indira bergegas menuju pintu masuk apartemennya, meninggalkan Fabian yang masih bingung. Ia yakin itu temannya yang membawa kue ulang tahun pesanannya.

Benar saja apa yang dipikirkan Indira, di luar sudah ada teman sekolahnya SMP dulu membawa paket kuenya. Ia langsung mengambil pesanan itu dan kembali menuju meja makan. Namun, Fabian sudah ada di belakang.

“Mas, ngapain di sini?”

“Mas tuh khawatir sama kamu.”

“Mending Mas ganti baju dulu. Nanti Indira bakal jelasin.”

Fabian akhirnya mengikuti ucapan istrinya. Ia kembali ke kamar diikuti Indira. Perempuan ini tak jadi ke meja makan karena tadi ia ingin menemui suaminya. Ia langsung ke kamar untuk mencari korek di nakas dan memberikan hadiah ulang tahun untuk suaminya.

Sesampainya di kamar, Indira langsung mengambil bingkisan di almarinya beserta surat pernyataan kehamilan. Ia juga mengambil korek di nakas. Sementara Fabian masih di kamar mandi membersihkan dirinya dari muntahan.

“Selamat ulang tahun, Mas.” Indira mengucapkan selamat seraya menyodorkan kue yang sudah dinyalakan lilinnya.

“Makasih, Sayang.”

“Ayo, ucapin apa yang diinginkan, terus tiup lilinnya.”

Fabian memejamkan matanya dan berdoa agar dirinya selalu berbahagia dengan sang istri, kemudian ditiup lilinnya. Setelah itu, ia potong kue itu dengan pisau plastik dari tempat Indira memesan yang ada ukiran ucapan selamat ulang tahun untuk Fabian.

“Nih, buat Dira,” Fabian menyuapi istrinya langsung dengan tangannya. Indira mengunyahnya.

“Dira, katanya tadi mau ngomong sakit apa.”

Indira hanya tersenyum. Ia langsung mengambil kadonya dan mengantongi surat hasil tes kehamilannya.

“Mas, buka dulu hadiah dari Indira,” Indira menyodorkan kotak berisi syal buatannya.

Fabian menerimanya dengan senang hati.

“Bagus, beli di mana?”

“Buat sendiri.”

“Ini biar ngirit ya, bikin sendiri,” goda Fabian dengan senyum khasnya.

“Indira bukan Mas, ya. Indira tuh enggak pelit. Kok enggak nghargain, sih.” Indira pura-pura merajuk. Ia langsung mengeluarkan surat dari kantongnya. Karena Indira kesal, nih Indira kasih hadiah tambahan.”

Fabian terburu-buru membuka suaratnya. Ia langsung memeluk istrinya, seusai membacanya. Dirinya benar-benar bahagia sekarang.

“Makasih, Dir.” Fabian terharu, “Mas, seneng banget.”

“Sama.”

Tamat...

Report
Share
Comments
|
New chapter is coming soon
+ Add to Library

Write a Review

Write a Review
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height