Sahabatku Kekasihku/C1 Apalah Aku Tanpamu
+ Add to Library
Sahabatku Kekasihku/C1 Apalah Aku Tanpamu
+ Add to Library
The following content is only suitable for user over 18 years old. Please make sure your age meets the requirement.

C1 Apalah Aku Tanpamu

Alis tebal, kulit putih bersih, dan senyuman yang memikat. Sudah dalam beberapa minggu ini, Eve selalu bermain mata dengan cowok ganteng yang bernama Andrew di tempat les bahasa Inggris. Yang membuat Eve semakin tertarik adalah karena pakaian cowok itu semua keluaran designer.

Maka, saat hari ini datang rasanya sangat menakjubkan, Andrew tiba-tiba mengajak Eve berbicara dan menyatakan cintanya. Rasanya Eve melayang tinggi dengan semua sanjungannya. Cowok itu bermulut manis, tahu apa yang seorang gadis ingin dengar. Andrew lalu mengatakan kalau dia akan menjemput Eve pulang sekolah besok. Eve segera menjerit dengan bahagia setelah cowok itu sudah pergi, dia tak sabar untuk datangnya hari esok.

...

"Eve, nanti pulang sekolah, gue mau bicara ya," ucap Adam, Eve menoleh dan menatap sahabatnya dari kecil itu. Bajunya lagi-lagi lusuh dan ada sedikit noda di bagian lengannya, pasti dia memakai baju yang sama dari kemarin lagi. Noda di lengannya itu karena Eve menciprat saus cabe saat mereka makan mie ayam bersama sepulang sekolah.

"Oke," jawab Eve tersenyum kepadanya. Sebenarnya, Adam itu ganteng, hanya saja dia terlalu kurus. Eve tahu ada beberapa dari temannya yang jatuh hati dengan sahabatnya, hanya saja sepertinya Adam hanya peduli dengan pelajaran saja.

Saat pulang sekolah, Andrew menelepon, sesuai janjinya cowok ganteng itu, sudah ada di depan sekolah. Eve segera bergegas berlari ke depan gerbang begitu bel pulang sekolah berbunyi, tapi saat melewati kelasnya, Eve teringat akan pesan Adam tadi. Gadis itu segera berlari ke kelasnya.

"Dam, sorry lo mo ngomong apa tadi?" Eve menghampiri cowok itu yang sedang sibuk menyalin catatan tambahan dari guru, dia memang terlalu rajin. Eve terengah-engah karena habis berlari lalu dalam sekejap jantungnya berdebar kencang saat dia mengangkat kepalanya lalu menatap Eve langsung dengan bola matanya yang gelap. Eve terkadang merasa bingung dengan perasaannya. Kadang jika melihat Adam atau dia menatap Eve dalam diamnya, jantung Eve langsung berdebar kencang. Sama seperti saat ini, Eve terkesiap dan merasa tenggorokannya langsung kering.

"Gue masih harus mencatat," jawabnya singkat. Eve lalu duduk di sebelahnya dengan gelisah.

"Ada apa sih?" tanya Adam merasakan kalau sahabatnya terburu-buru..

"Sebenarnya, lo inget kan si Andrew yang gue ceritain?" tanya Eve dengan tidak sabar. Adam mengangguk pelan, wajahnya berubah namun Eve memutuskan untuk mengabaikannya karena ada berita penting yang dia harus sampaikan. .

"Gue baru jadiaaan!" serunya senang. Lalu entah memang hanya perasaan Eve atau memang matanya melihat wajah Adam sesaat seperti sedih, sesaat hanya sesaat, lalu dia wajahnya segera berubah dan tersenyum senang.

"Selamat yah." Adam tersenyum sebentar, memperlihatkan lesung pipinya. Eve membalas senyumannya dengan senang.

"Makasih ya, sekarang dia dah jemput di depan, mau anter gue pulang, jadi lo mau ngomong apa?" Tapi Adam malah menatap Eve sebentar, mendesah sambil menepuk pundak Eve dengan lembut

"Ya udah, gua dah lupa mau ngomong apa," ujar Adam sambil memperlihatkan cengirannya yang khas.

"Cih, yang bener?" Eve memandangnya curiga, tapi cowok itu sudah kembali menulis.

"Udah sono, kasian nunggu tuh pacar baru." Dia mendorong punggung Eve, sampai gadis itu harus sampai berdiri. Eve melambai sesaat sebelum keluar kelas, tetapi Adam sudah kembali sibuk dengan bukunya.

Andrew sudah menunggu sambil bersandar pada mobilnya yang berwarna putih, Eve melambai dan dia membuka kaca mata hitamnya dan melambai kembali. Eve segera berlari menghampiri Andrew yang menyambutnya dengan senyum lebar.

Adam melihatnya pergi dari jauh, setiap kali Eve melangkah menjauh dari Adam, semakin aneh perasaannya. Adam menatap rambut panjang Eve yang halus dimainkan oleh angin. Dia berlari mendekati Andrew. Ingin rasanya Adam menarik tangan Eve dan memeluknya erat-erat. “Kamu adalah milikku, bukan miliknya!” pikir Adam dalam hati. Siapakah dia sampai dia bisa mengatakan itu kepadanya? Mereka itu sahabat, gadis itu terus mengatakan bahwa meeka adalah sahabat selamanya. Awalnya Adam menyukai ide itu, tapi akhir-akhir ini perasaannya sudah berubah, dan melihatnya bersama cowok lain menyakiti hatinya. Adam menghela napas panjang, begitu juga Terry teman sekelasnya yang tiba-tiba muncul di sebelahnya.

“Wedew si Eve di jemput siapa lagi tuh?” tanya Terry ikut memperhatikan Eve pergi, Adam hanya diam saja tidak menjawab.

“Wah bener pacar baru lagi ya? Emang canggih tuh si Eve,” ucap Terry lagi dengan penuh kekaguman. Adam masih tidak menanggapinya dan terus memandang Eve masuk ke dalam mobil pacar barunya lalu balu mengalihkan pandangan.

Sudah dalam beberapa minggu ini, memang Eve selalu bercerita tentang cowok baru yang bernama Andrew, gadis itu mengenalnya dari tempat les bahasa Inggris. Ketika Adam sudah bosan mendengar kisah percintaan mereka, Andrew yang menurut Eve ganteng dan baik sekali, malah menjemputnya. “Apakah aku boleh merasa marah ketika mendengar kabar ini?” pikir Adam dalam hati. Tidak, dia tidak bisa melakukan apa-apa. Rencananya hanya tinggal rencana, dia selalu terlambat. Adam hanya bisa kembali memasang senyum dan mengucapkan selamat untuk Eve.

“Eh cui lo mau kemana?" tanya Terry menahan tangan Adam saat dia berbalik untuk pulang ke kosannya.

“Mau pulang lah, kenapa lagi?” tanya Adam singkat. Temannya itu berwajah lucu, badannya gempal dan berkacamata tebal. Wajah Terry penuh jerawat, dan entah kenapa dia selalu berkeringat. Kali ini dia memegangi perut dengan tangannya yang bebas.

“Makan bakso dulu yuk, gue nggak suka makan sendiri!” serunya, menarik Adam langsung menuju Bang Jali, tukang bakso di sekolah kami. Seperti biasa ruko Bang Jali dipenuhi anak-anak berbaju putih abu-abu yang kelaparan. Wangi bakso mulai menggoda Adam sehingga, membuat perutnya berbunyi, Adam belum makan dari pagi.

“Bang, biasa 2 ya!” ujar Terry ke Bang Jali. Bang Jali mengangguk dan langsung meracik pesanan kami dengan semangat.

“Eh gue belon bilang iya, lo dah pesen aja?” keluh Adam, sambil melihat uang di saku bajunya. Hanya ada dua puluh rupiah, itu pun uang saku untuk 2 hari lagi.

“Santai, gue yang bayar, dah diem, tinggal makan gini!” serunya menarik Adam duduk di sebelahnya. Bangku kayu yang sudah mengelupas catnya, berdecit ketika mereka duduk.

"Makasi ya Ter," ucap Adam bersyukur memiliki teman sebaik Terry. Sudah beberapa hari dalam seminggu ini dia sering mentraktir Adam makan. Saat bakso disajikan, Mereka langsung menikmati mie bakso panas itu dengan cepat. Adam sangat lapar, “Sungguh pas sekali Terry mentraktirku makan,” pikir Adam penuh syukur dan segera makan bakso dalam beberapa suapan.

Adam akhirnya pulang ke kos-kosan dengan perut kenyang, untunglah ada Terry, setidaknya uang sakunya aman sampai besok pagi. Sekarang masih tanggal 23, bapak baru bisa kirim uang bulanan Adam di tanggal 25 seperti biasa.

Cowok itu segera melepaskan kemeja dan celana putih abu-abunya agar lusa dapat dipakai lagi. Dia menggantungnya dengan rapi di dinding sisi kanan tempat tidur..

Ruang kos Adam yang kecil sungguh sesak dengan berbagai barang kebutuhan hidup sehari-hari. Rice cooker dan blender bekas yang dia dapatkan dari pasar loak sangat membantunya membuat makanan sederhana. Benda Elektronik itu Adam letakkan di atas meja reyot yang bersandar pada lemari bajunya. Eve berulang kali mengatakan, suatu keajaiban meja itu masih bisa berdiri dengan beban berat seperti itu di atasnya.

Pada Jam 7 malam Eve menelepon Adam seperti biasa. Pulsa Adam sudah habis, dalam beberapa hari ini selalu gadis itu yang duluan menelpon Adam.

“Dam…, dam…, dam?” panggilnya dengan ceria.

“Iya, apaan sih?” jawab Adam singkat.

“Tadi Andrew baiiik deh!” seru Eve tidak sabar menceritakan semua yang terjadi hari ini. ”Ah dia akan bercerita tentang Andrew lagi,” pikir Adam bosan.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height