Sahabatku Kekasihku/C2 Kebiasaan Yang Dirindukan
+ Add to Library
Sahabatku Kekasihku/C2 Kebiasaan Yang Dirindukan
+ Add to Library

C2 Kebiasaan Yang Dirindukan

“Oke.” jawab Adam singkat, gadis itu segera mendengus sebal.

“Dengerin dulu, tadi dia kan jemput gue pas pulang sekolah, eh malah diajak ke mall, seru deh!” ucap Eve bercerita dengan semangat.

“Baguslah kalau begitu.” balas Adam singkat, cowok itu dengan susah payah menjepit handphone-nya di pipi saat memasang blender di tempatnya.

“Ih nyebelin deh cerita ke lo, nggak seru!” gerutu Eve sebal karena Adam menjawab seenaknya.

“Gue lagi mau buat bubur,” jawab Adam memberi alasan. “Ah, pasti dia belum makan malam, pasti dia mau membuat bubur encer dengan masako,” pikir Eve sambil melihat kalender di dinding, “Pasti papanya belum mengirim uang,” pikir Eve lagi dalam hati.

Gadis itu segera ke dapur dan mengambil sisa makan malamnya tadi. Mamanya sedang mandi, tapi mamanya pasti akan tahu dia ke mana. Langkah kaki Eve dengan pasti menginjak aspal yang bolong di lorong gelap menuju kamar kos-an Adam. Dengan napas tersenggal-senggal, Eve mengetuk pintunya.

Adam menunggu balasan, tapi tidak ada tanggapan, ternyata Eve sudah mematikan telepon nya. “Cih! Dimatiin lagi!” ucap Adam sebal. Dia meletakkan handphone-nya di meja lalu hendak mem-blender beras, tiba-tiba ada ketukan di pintu.

“Buka, cepet! Pegal nih!” seru Eve dari balik pintu. Adam segera berlari menuju pintu kamar dan membuka pintu.

“Tadaaah, Mama buat ayam goreng, tumis sayur sawi dan sambel, dah makan ini aja, bubur tuh buat sarapan pagi-pagi!” seru Eve memberikan tempat makan hangat kepada ku. Adam hanya mengenakan kaos abu-abu yang sudah ada robekan di kerahnya, tapi saat dia tersenyum, sahabatnya itu tampan sekali.

“Wah, makasih ya Eve,” ucap Adam senang, walau sederhana, tapi untuk Adam, ini adalah kemewahan, dibandingkan rencananya tadi hanya makan bubur dan penyedap masakan. Mata Adam berbinar-binar melihat bawaan Eve yang masih hangat..

“It’s okay, that’s what friends are for!” jawabnya riang langsung masuk ke dalam kos-kosan Adam.

“Eh dah malem, jangan masuk ntar dipikir macem-macem sama tetangga!” seru Adam mencoba menahan Eve masuk, tapi dia malah langsung duduk di tempat tidur dan menyalakan TV yang juga diletakkan di meja reyot samping lemari baju.

“Terus dia beliin gue jaket baru, bagus deh, seneng pake banget pokoknya, dah ganteng, baik juga!” puji Eve yang sepertinya sedang berada di awan ke tujuh melanjutkan ceritanya yang tadi di telepon, seakan ceritanya tidak pernah terputus

Adam duduk di lantai sambil menikmati makanan yang dia bawa. Eve seperti biasa terus bercerita panjang lebar tentang harinya dengan Andrew, pacar barunya yang sempurna. Sudah beberapa hari seperti ini, Adam mendengarkan kebaikan Andrew dan betapa tampannya dia ketika memakai jaket kulit keluaran designer, walau sakit dihati Adam, setidaknya Eve bahagia, pikir Adam dalam hati.

“Makasi ya.” kata Adam malu-malu sambil memberikan tempat makan kosong yang sudah dicuci bersih. Eve menerimanya dengan tersenyum, wajahnya yang cantik bersinar-sinar karena dia sedang senang.

“Lain waktu gue pasti kembaliinnya ada isinya.” gumam Adam kembali tidak enak karena hampir tiap hari Eve datang untuk membawakan Adam makan malam.

“Halaaah, nggak butuh, yang lebih bagus tuh mending lo dateng en makan malem aja langsung di rumah gue, jadi gue usah ribet-ribet anterin ke kosan lo ini.” seru Eve, menekankan tiap kata-kata 'gue', sambil tertawa. Lalu matanya melihat baju putih abu-abu Adam yang tergantung di dinding. Eve segera teringat teman- temannya yang sering membicarakan Adam, dan mentertawakan bajunya yang lusuh dan kotor.

“Ini rencana mau dipake lagi lusa?” ucapnya memandang baju itu dengan kening berkerut. Adam mengangguk sambil menggaruk dagunya

“Dasar jorok, bau ketek tau!” ucapnya langsung naik ke kasur untuk mengambil baju seragam itu. Cowok itu segera mencium ketiaknya saat Eve tidak melihat, “Memangnya aku bau ya?” tanya Adam dalam hati panik.

“Dah biar gue yang cuci!” ucap Eve melompat turun dari kasur, tapi kakinya sepertinya belum siap, sehingga dia hampir terjatuh tapi dengan sigap Adam menangkapnya dalam pelukannya

Deg… deg…deg

Jantung Adam mulai berdegup lebih kencang. Akhir-akhir ini dia sering merasakan hal itu ketika bersama Eve, entah kenapa, dan saat ini terulang kembali. Bola mata kecoklatannya melihatku dengan kaget saat dia di dalam pelukanku, tapi dia segera melepaskan dirinya karena takut Adam bisa mendengar detak jantungnya yang berdebar keras.

“Hampir jatuh!” ucap Eve lalu tertawa canggung.

“Maka nya hati-hati dong, kaya anak kecil aja lompat-lompat!” dengus Adam melepaskan pelukan sambil mencoba menenangkan dirinya.

“Emang aku masih anak kecil!” guraunya sambil membuat wajah imut-imut. Adam tersenyum melihatnya, “Dia memang masih imut,” pikirnya menyetujui dalam hati.

“Imut apaan, amit-amit malah!” ucap Adam ketus sambil mendorong Eve keluar dari kamar kos-kosan. Gadis itu memajukan bibirnya kepada Adam. Sebenarnya dia kecewa, sebagian dari diri Eve ingin agar Adam mengakui kalau dia cantik.

.

“Eh, banyak tau yang ngefans sama si ‘amit-amit’ ini!” ucap Eve sedih di depan pintu. Adam mendengus, “Iya, aku tahu, termasuk aku,” jawabnya dalam hati.

“Mungkin mereka matanya picek, nggak bisa liat jelas.” ucap Adam kasar sambil menggaruk dagunya lagi.

“Sembarangan!” balas Eve sambil menjulurkan lidah kepadanya. Adam tertawa melihat kelakuan Eve. Cewek cantik itu segera melambai lalu berjalan sambil melompat-lompat, kembali ke rumah.

“Hati-hati, jangan lompat-lompat!” teriak Adam yang dibalas dengan lompatan tinggi oleh Eve. Cowok itu mendengus kesal melihatnya. Eve selalu melakukan kebalikan dari apa yang Adam suruh. Sesampainya di rumah, Eve baru teringat kalau kalau tadi dia sekalian mau menanyakan PR matematika, sehingga dia langsung meneleponnya lagi.

Adam kembali ke kosannya yang tiba-tiba terasa sepi ketika Eve pergi. Memang begitu selalu. Eve menceriakan hari-hari Adam tanpa dia sadari. Dia segera menutup pintu kamar lalu mengambil tas sekolah, Adam harus belajar dan mengerjakan tugas. Tapi handphone-nya berbunyi kembali.

“Apa?” jawabnya tanpa melihat siapa yang menelepon.

“Lupa, tadi maksudnya mau tanya PR!” rengek Eve dari balik telepon.

“Terlambat!” jawab Adam tersenyum mendengar suara Eve yang kekanak-kanakan.

“Jahat, pak Sukro kan kelas paling pagi!” rengeknya lagi. Eve membuka buku dan mengambil alat tulis.

“Yah kalau gitu kerjain sekarang.” balas Adam mau mematikan telepon.

“Adaaaam!” jeritnya kesal.

“Apa lagi?” ucap Adam sambil membuka buku.

“Ajarin!” serunya manja, yang membuat Adam kembali tersenyum. Hari ini sepertinya akan berakhir seperti biasanya. Adam akan mengajari Eve sampai akhirnya dia menyelesaikan PR nya.

"Ya udah, buka bukunya, dah siap belum?"

"Udah dong." Eve dengan senang menunggu Adam mengajar. Seperti biasa pengajarannya singkat tapi sangat jelas. Dia memang berbakat mengajar.

“Makasih ya Dam, apalah aku tanpamu,” kata Eve lembut saat dia mematikan teleponnya.

Adam masih memegang handphone di telinganya walau Eve sudah mematikan telepon, dan memandang langit-langit kamar.

Apalah aku tanpa dirimu Eve.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height