Save Me Mr. Cool/C2 Awal dari segalanya.
+ Add to Library
Save Me Mr. Cool/C2 Awal dari segalanya.
+ Add to Library

C2 Awal dari segalanya.

"Kau tak perlu melakukan ini, Na

"Kau tak perlu melakukan ini, Na. Aku akan meminjamkan uang untuk membayar sewa apartemenmu. Jadi kau tak perlu melakukan ini semua,"

"Vio, berhenti mengatakan itu. Kau sudah mengucapkannya berulang kali." Xeena memandang sahabatnya yang masih memoleskan sesuatu di wajahnya.

"Aozora Xeena Gilhive," Vio sedikit kesal dengan kukuhnya pendirian sahabatnya.

"Aradea Violette Chasiel," balas Xeena sambil terkikik geli.

"Baiklah, aku kalah. Jadi apa yang kau butuhkan?" tanya Vio pada akhirnya.

"Pinjami aku barang serba mewahmu. Dan buat tampilanku menjadi berkelas malam ini."

"Xeena, kau ...,"

"Aku hanya bekerja, Vio. Aku hanya perlu berpura-pura menjadi kekasihnya lalu mereka putus dan semua selesai."

Vio menggelengkan kepalanya. "Kau mengenal orang yang menyewamu?"

Xeena menggeleng. "Aku hanya melihat fotonya dari media sosial yang ia kirim. Dan kami akan bertemu malam ini di Cameroon cafe. Aku rasa dia orang berada karena menawarkan bayaran yang cukup mahal."

Vio terhenti dan menatap wajah sahabatnya. "Na, jangan bermain-main dengan hati seseorang."

Xeena mengangguk. "Akan kuingat, bos."

Vio tertawa kecil dan mencubit pipi Xeena gemas. "Cobalah pakaian yang sudah kusiapkan."

Xeena mengangguk dan mencoba semua pakaian yang Vio siapkan. Hingga akhirnya pilihannya jatuh pada gaun coklat yang mewah. Vio menambahkan beberapa aksesoris dan memberikan tas dengan warna yang serasi. Xeena menatap wajahnya di cermin dan membenarkan rambutnya. Tersenyum dan mencoba memberi semangat untuk diri sendiri.

"Hubungi aku jika ada apa-apa, Na. Aku akan langsung menjemputmu."

Xeena tersenyum dan mengangguk. Memeluk tubuh Vio sesaat. "Tentu. Dan terimakasih atas semuanya."

"Aku antarkan kau sampai di cafe tesebut." Vio melangkah mendahului Xeena dan turun menuju garasi mobilnya. Menunggu sahabatnya masuk dan mobil berjalan keluar.

Tak lama mobil Vio berhenti di sebuah cafe berkelas. Xeena turun dan melambaikan tangannya saat mobil Vio mulai berjalan meninggalkannya. Xeena melangkah dan menatap cafe mewah di depan matanya. Menghela napas berat dan menghembuskan perlahan.

"Aku akan melakukannya dengan baik. Ya, aku pasti bisa." Xeena berjalan dengan anggun memasuki cafe. Mencari sosok pria yang menyewa jasanya malam ini.

Dukkk! Tubuh Xeena menubruk seseorang. Xeena menoleh cepat dan matanya terpaku pada sosok di depan matanya. Pria tampan dengan garis wajah yang tegas. Sorot mata tajam juga dingin terlihat jelas. Untuk kesekian detik mereka saling berpandangan. Hingga semuanya buyar saat seseorang menarik tangan Xeena.

"Aozora Xeena Gilhive," ucap pria yang menarik tangan Xeena membuat kesadaran Xeena kembali normal.

Xeena menoleh dan di hadapkan dengan pria tampan lainnya. "Ya, saya."

Pria tersebut tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Jave Von Helsing. Aku yang menyewa jasamu malam ini,"

Xeena membalas uluran tangan pria di depannya. "Ah, ya. Saya tahu."

"Seperti yang kubayangkan. Kau begitu pantas menjadi kekasihku." Jave memandang Xeena dari atas hingga bawah.

Xeena tersenyum. "Saya berusaha melakukan yang terbaik-"

"Panggil aku Jave. Dan berhentilah bersikap formal. Kita akan memerankan peran penting." potong Jave cepat.

Xeena mengangguk. "Ya, aku akan berusaha senatural mungkin."

Detik berikutnya Jave menggiring Xeena pada sebuah meja yang berada di pojok cafe. Xeena menoleh kebelakang sesaat untuk mencari pria yang ia tabrak beberapa menit yang lalu. Namun sayangnya pria itu tak lagi berada disana. Xeena mengikuti Jave dari belakang dan duduk pada sebuah kursi yang telah Jave siapkan. Mendengarkan semua masalah Jave hingga Xeena tahu harus berbuat apa.

"Dia akan datang sebentar lagi," ucap Jave sambil melihat jam di pergelangan tangannya.

Xeena menghela napas dan merapikan rambutnya. Membenarkan cara duduknya dan mencoba bersikap wajar. Jave yang melihat itu semua tersenyum. Menyentuh tangan Xeena dan membenarkan rambut Xeena.

"Kau cantik," ucap Jave pelan dan di hadiahi oleh tatapan membeku dari Xeena.

"Jave, apa yang-? Dan siapa wanita ini?"

Xeena dan Jave menoleh pada asal suara. Untuk sesaat Xeena tertegun pada kecantikan wanita yang baru saja berbicara. Namun akhirnya Xeena tahu apa yang harus ia lakukan.

"Jave, kau mengenalnya?" tanya Xeena lembut.

Jave menatap Xeena. "Ah, dia Angella. "

"Aku kekasihnya," potong Angella cepat. Angella mendekati Jave dan memeluk pinggang Jave.

Xeena tertawa. "Jangan bercanda. Aku adalah tunangan Jave. Dan kita akan segera menikah. Bukankah begitu, Jave?"

Jave yang awalnya hanya diam kini mulai mengerti alur yang Xeena pilih. Jave melepaskan tangannya dari tangan Angella dan mendekati Xeena.

"Ya, Sweetty. Aku lupa memberitahunya."

Angella hanya terpaku pada ucapan kekasihnya. Air matanya berdesakan untuk keluar. Angella menggelengkan kepala tak percaya. "Tidak. Kalian pasti bohong. Jave, aku mencintaimu. Sungguh-sungguh mencintaimu. Kau berjanji akan menikah denganku."

"Benarkah? Bukan karena hartanya? Aku telah banyak menemui wanita yang mengaku kekasih tunanganku. Dan mereka semua sama. Berapa banyak yang kau butuhkan?"

"Sweetty," ucap Jave pelan dan menyentuh tangan Xeena.

Angella tertegun. Topengnya terbuka. Awalnya Angella memang hanya ingin meraih kemewahan yang Jave berikan. Namun saat waktu berlalu, rasa cinta itu mulai tumbuh dan mekar di hatinya. Angella menitikkan air mata dan menatap Xeena dingin. "Tak perlu. Aku sama sekali tak membutuhkan uangmu."

Xeena tersenyum manis. "Bagus. Jadi bisakah kau menjauh dari tunanganku?"

Angella menghapus air matanya dan menampar pipi Jave. "Kita berakhir, Jave!" Angella berlari keluar cafe dengan menangis.

Suara tamparan yang keras membuat cafe hening seketika. Seluruh mata menatap Jave, Xeena dan Angella yang berlari keluar sambil menangis. Xeena terduduk lemas saat Jave juga telah kembali duduk di kursinya.

"Apakah sakit?" tanya Xeena sedikit khawatir.

"Ini jauh lebih baik dari yang aku pikirkan. Aku tak menyangka dia akan mengakhiri dengan cepat."

Xeena tertawa kecil. "Aku melihat kesungguhan cintanya. Apakah kau yakin tetap akan melepaskannya?"

Jave mengangguk. "Kau tak tahu betapa gilanya dia. Menempel padaku seperti lintah. Aku muak padanya."

Xeena hanya tersenyum tipis. Apa pun alasan Jave bukanlah urusan Xeena. Urusannya adalah memutuskan hubungan antara Jave dan Angella. Dan semua itu selesai dalam waktu singkat. Tak peduli Jave yang salah atau Angella yang benar, yang terpenting mereka telah berakhir. Jave mengeluarkan sebuah cek dan menuliskan angka yang menjadi kesepakatan. Lalu memberikan pada Xeena yang masih duduk mematung.

"Aku sangat berterimakasih padamu, Xeena. Dan aku ada janji dengan yang lain,"

Xeena menerima cek tersebut dan memasukkan kedalam tasnya. Menjabat tangan Jave dan mengangguk. "Senang bekerjasama denganmu, Jave. Dan terimakasih telah memakai jasaku."

Jave tersenyum dan melepaskan tangan Xeena. Berdiri lalu pergi meninggalkan cafe. Xeena duduk dan meminum air putih di mejanya. Menggelengkan kepala karena wajah marah Angella selalu terbayang dimatanya. Xeena mengambil buku menu dan membaca daftar menu. Namun matanya seakan ingin keluar saat mengetahui daftar harga yang tertera.

"Ya ampun, ini setara dengan biaya hidupku selama setahun jika aku memakannya." Xeena kembali meletakkan buku menu tersebut. Kembali meminum air putih di mejanya dan menatap sekitar.

Tanpa Xeena sadari. Di belakang kursinya, seorang pria yang Xeena tabrak telah mendengarkan semuanya. Dari awal rencana Xeena hingga Jave yang membayar Xeena. Pria tersebut melirik jam di pergelangam tangannya. Ia mulai lelah menunggu mitra kerjanya yang tak kunjung datang. Xeena berdiri dan membalikkan tubuhnya. Detik berikutnya lampu padam dan semua gelap. Xeena tersandung kursinya dan terhuyung mundur. Seseorang menangkap tubuhnya di tengah kegelapan dan meraih pinggang Xeena agar tak terjatuh. Bokong Xeena sukses mendarat dan duduk di pangkuan seseorang.

Xeena diam saat seisi cafe mulai berisik tak tenang. Xeena masih pada posisinya dan tetap diam saat hembusan napas terasa hangat di kulit lehernya. Beberapa menit berlalu dan lampu kembali menyala. Pihak cafe meminta maaf atas ketidaknyamanan yang tercipta. Xeena memalingkan wajahnya dan pandangannya kembali bertemu pada sorot mata tajam yang juga memandangnya. Hidung mancung, bibir tipis dan semua keindahan yang tersaji membuat Xeena lupa segalanya.

"Sudah puas menikmati wajahku, Nona?"

Ucapan dingin yang keluar dari bibir tipis pria di depannya membuat Xeena tersadar. Xeena memalingkan wajahnya dan merutuki sikap bodohnya. Hingga tanpa Xeena sadari, Xeena masih pada posisi duduk di pangkuan pria tersebut.

"Kakiku pegal,"ucap pria itu lagi.

Xeena menoleh dan menatap pria di depan wajahnya. "Apa hubungannya denganku?" jawab Xeena kesal.

Pria itu mendesah. "Karena kau tak juga bangun dari pangkuanku, Nona. Apakah kau akan terus menempel dan duduk di atas kedua kakiku?"

Xeena melihat sekitarnya dan menutup wajahnya sesaat. Lalu bangun dan menunduk hormat sesaat. "Maaf dan terimakasih atas pertolongannya, Tuan."

"Mr. Raiden. Maaf atas keterlambatan kami,"

Xeena menoleh saat suara berat lainnya menyapa. Dua sosok pria dengan pakaian rapi menyapa dan tersenyum pada pria di hadapannya. Pria di hadapannya bangun dan tersenyum tipis. Detik berikutnya Xeena merasa asing dan terabaikan. Bahkan ucapan terimakasih darinya sama sekali tak di anggap oleh pria di hadapannya. Xeena melangkah dan berjalan menjauh. Namun suara berat dan dingin itu kembali menyapa.

"Nona, anda melupakan sesuatu."

Xeena menoleh dan mencerna kata-kata yang terlontar. Pria tersebut berjalan mendekati Xeena dan menyerahkan tas yang Xeena lupakan. Xeena yang baru saja teringat dan menerima tas tersebut dengan cepat.

"Uangmu akan hilang jika kau meninggalkan tasmu, wanita bayaran."

Usai mengatakan itu semua, pria itu berbalik dan kembali duduk pada pisisinya. Xeena membeku mendengarkan kata terakhir yang pria tersebut lontarkan.

"Wanita bayaran," ulang Xeena pelan.

Rasa kesal hadir dihati Xeena meski kata-kata pria tersebut adalah benar. Tak ada yang salah, karena Xeena melakukan pekerjaan itu untuk mendapat uang. Namun entah kenapa hati Xeena begitu sakit saat mendengar kata-kata itu terlontar dari pria dingin yang ia tabrak satu jam yang lalu. Xeena berlalu dengan kesal dan meninggalkan cafe. Merutuki dan menyumpahi pria dingin sombong yang baru saja membuatnya kesal setengah mati.

***

Pagi ini Xeena bergegas keluar dari apartemennya. Berlari karena terlambat bangun dan berangkat kerja. Xeena mengambil sepedanya dan mulai mengayuh dengan cepat. Memarkirkan sepedanya dan langsung berlari memasuki kantor. Namun Xeena terhenti saat atasannya memanggilnya.

"Aozora Xeena Gilhive, kamu di pecat!"

Perkataan itu terus terngiang di telinga Xeena. Xeena berjalan gontai dengan semua kardus yang telah ia kemas dari ruang kerjanya. Menghampiri tong sampah dan meletakkan kardus itu dengan rapi. Xeena memandang gedung tinggi tempat ia bekerja. Kini gedung itu tak akan Xeena datangi karena mulai hari ini Xeena resmi bukan lagi anggota yang berhak memasuki gedung tersebut.

Xeena tersenyum tipis dan menghampiri sepedanya. Menuntun pelan dan menyusuri jalan kota London yang mulai padat. Terik matahari mulai terasa menyengat meski hari masih pagi. Xeena terus berjalan sambil menuntun sepedanya. Lalu berhenti dan menatap gedung megah tinggi dengan seluruh kemewahan. "Harrods" kata itu terukir dengan mewah, semewah gedung yang di sajikan. Sebuah pusat perbelanjaan terbesar di London dan Eropa yang menyajikan berbagai barang mewah dan berkelas.

"Jika aku mempunyai perusahaan dengan seluruh mall terbesar dan mewah layaknya Harrods, apa yang terjadi pada hidupku? Sekaya apa aku jadinya? Wah," Xeena tersenyum dan menggeleng dengan ucapan sintingnya.

"... memiliki perusahaan dengan seluruh mall mewah jajaran dunia? Yang benar saja, untuk membayar sewa apartemen kecil saja aku tak mampu. Aku pasti sudah gila jika memimpikan memiliki seluruh mall mewah di London," Xeena melanjutkan kata-katanya dan menepuk pelan keningnya.

Ya, hidup Xeena begitu rumit dan cukup mengenaskan. Bekerja menjual jasa untuk memutuskan hubungan sepasang kekasih. Juga bekerja sebagai pegawai rendah di sebuah perusahaan besar dan yang lebih tragis ia baru saja di pecat. Xeena resmi menjadi pengangguran di besarnya kota London yang membutuhkan biaya hidup cukup mahal.

"Wanita bayaran," ucap Xeena pelan.

Ingatan Xeena kembali melayang pada pria yang ia tabrak di Cameroon cafe semalam. Bahkan raut wajah dingin pria tersebut begitu lekat di mata Xeena. Sejenak Xeena merasa kesal. Pria tampan dingin tersebut memanggilnya "wanita bayaran."

"Damn it!" rutuk Xeena kesal sambil mengambil handphone dari dalam tas.

Sebuah mobil mewah baru saja berhenti tak jauh dari tempat Xeena berdiri. Seorang pria tinggi dengan pakaian kerjanya keluar dan membukakan pintu mobil belakang. Xeena memperhatikan mobil tersebut. Lalu pada pria yang membungkuk saat sebuah sepatu hitam itu turun dari mobil mewah tersebut. Detik berikutnya tubuh tinggi tegap dengan seluruh pakaian rapi juga keluar. Decak kagum dari beberapa wanita yang melihat terdengat pelan. Xeena hanya dapat melihat wajah pria tersebut dari samping. Namun Xeena cukup tahu bahwa pria itu sangat tampan.

Keisengan Xeena mulai timbul. Dengan cepat Xeena membuka aplikasi kameranya dan mengambil beberapa foto pria tampan tersebut. Lalu memasukkan handphonenya kembali kedalam tas. Jalanan kembali ramai seiring masuknya pria tampan tersebut kedalam Harrods. Xeena kembali melangkah dan menuntun sepedanya. Meninggalkannya gedung besar tersebut dan kembali ke apartemen kecilnya.

Waktu berlalu dengan cepat. Xeena terlihat penat dengan melingkari setumpuk lowongan kerja yang akan ia lamar. Rasa lelah dan bosan mulai merayap di pikiran Xeena hingga membuat Xeena membuka salah salah media sosial. Deretan pemberitahuan tentang semua kegiatan teman media sosial membuat Xeena iri. Mereka memamerkan hubungan percintaannya atau foto mesra bersama kekasihnya. Xeena mendesah kasar.

"Xeena apa yang akan kau tunjukkan? Kekasih tak punya, hidup miskin dan pengangguran. Kau benar-benar menyedihkan," ucap Xeena pelan.

Ingatan Xeena kembali pada sebuah foto yang tersimpan di galeri handphonenya. Xeena tersenyum dengan ide gila yang baru saja keluar dari otaknya. Xeena membuka salah satu aplikasi dan langsung mengedit fotonya bersama foto pria tampan yang ada di handphonenya. Beberapa menit berlalu, Xeena tersenyum puas dan tertawa keras.

"Baiklah, aku akan membuat mereka iri dengan kekasih hayalanku."

Xeena tersenyum penuh arti lalu membuka media sosialnya. Mengupload foto tersebut dengan kata-kata yang akan membuat seluruh orang terbelalak lebar. "Jangan terlalu lelah bekerja sayang, aku mencintaimu, Kekasihku.". Foto terunggah dengan cepat dan Xeena tertawa kecil akan semua ide gilanya.

"Selesai. Foto telah meluncur dan ayo kita lihat komentar mereka. Hahaha,"

Tanpa Xeena sadari, perbuatan dan ide gilanya akan membawa petaka dalam hidupnya. Xeena tertidur dengan pulas namun semua masalah sedang bekerja. London mulai heboh dan dalam waktu cepat akun media sosial Xeena telah diikuti ribuan Followers. Hal yang tak pernah Xeena impikan. Menjadi terkenal dalam waktu sekejap karena kesalahan kecil dari ide gilanya.

===================================

Salam hangat.

=Ellina Exsli=

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height