+ Add to Library
+ Add to Library

C6 Touch.

"Hei, apa yang kau lihat?" tanya Raiden lembut di telinga Xeena

"Hei, apa yang kau lihat?" tanya Raiden lembut di telinga Xeena.

Pipi Xeena bersemu merah saat tubuh Raiden semakin dekat. Mata Xeena tertuju pada tubuh Raiden yang begitu dekat dengan tubuhnya. Glek! Xeena menelan air liurnya menyaksikan oto-otot perut Raiden yang terbentuk indah. "Demi apa pun, kenapa pria mesum di depanku ini memiliki tubuh yang seksi? Oh, otot itu ... bolehkah aku menyentuhnya?"

Tanpa sadar tangan Xeena terulur mendekati perut Raiden. Raiden yang tengah memperhatikan itu menaikkan satu alisnya. Tersenyum tipis saat melihat rona merah di wajah Xeena. Grep! Raiden menangkap dan menggenggam tangan Xeena.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Raiden dingin.

Xeena tersadar dan menggelengkan kepalanya. Melihat tangannya yang telah berada didalam genggaman tangan Raiden. "A-aku, aku...,"

"Kau ingin menyentuhku? Menyentuh tubuhku? Dengan tubuh triplekmu?"

Xeena menarik tangannya dari genggaman Raiden. "Si-siapa yang ingin menyentuhmu? Ak-aku,"

"Aku???" Raiden mengulang kata-kata Xeena dan menatap tubuh Xeena yang sedikit rendah dari tubuhnya. "Dia mungil." ucap Raiden didalam hati.

"Ak-aku, ah ... sudahlah. Bagaimana denganmu? Kenapa kau masuk di ruangan gantiku? Kau-" jari telunjuk Xeena mengacung tepat di wajah Raiden.

Raiden memotong perkataan Xeena cepat. "Karena kau meminta tolong untuk mengancingkam bajumu. Dan hanya ada aku di ruangan ini,"

Xeena mendengus sebal. "Alasa-"

Raiden mendorong kepala Xeena pelan dengan jari telunjuknya. "Bersihkan otakmu dari tingkat kemesuman. Sudah kukatakan, aku tak tertarik dengan tubuh triplekmu,"

Raiden membalikkan badannya. Xeena mendengus kesal dan ikut membalikkan badannya. Mencoba melangkah namun tertahan saat gaun panjangnya tak dapat ditarik. Xeena membalikkan badannya dan mendapati kaki Raiden tengah menginjak gaunnya. Raiden yang merasa diperhatikan menoleh menatap Xeena.

Tanpa banyak kata, Xeena melangkah kedepan dan ikut menginjak gaunnya. Membuat tubuh Xeena oleng dan jatuh kedepan. Raiden yang tepat berada di depan tubuh Xeena mendekap tubuh Xeena dan ikut terdorong kebelakang. Brukkkkkkk! Xeena jatuh tepat diatas tubuh Raiden.

"Ah," Raiden memegang kepala bagian belakangnya yang sukses terantuk lantai.

Sedangkan Xeena masih terpaku saat wajahnya sukses menyentuh dada Raiden. Baju kemeja yang belum sempat Raiden kancingkan, terbuka lebar. Xeena mengangkat wajahnya dan lagi-lagi bersemu merah saat menyadari wajahnya telah mencium dada Raiden beberapa detik yang lalu. Mata Xeena turun kebawah dan melihat perut rata Raiden. Otot-otot yang terbentuk indah membuat Xeena terpaku cukup lama.

"Pemandangan yang biasa aku lihat hanya di dalam tv kini tersaji secara gratis di depan mataku. Ah, otot perutnya," Xeena ternganga dengan mulut terbuka.

Tes! Tanpa terasa air liur Xeena menetes. Raiden yang menyadari itu langsung menatap jijik pada Xeena.

"Kau, hapus air liurmu, wanita bayaran! Ya ampun, menjijikkan." Raiden mengusap rambutnya frustasi.

Xeena tergagap dan langsung menyeka air liurnya. Berusaha bangun dari atas tubuh Raiden dan merutuki sikap bodohnya. Astaga, apa yang kulakukan? Kenapa aku sampai terpesona? Dan itu tadi? Itu sangat memalukan. Tamat sudah hidupmu, Xeena. Kelakuan bodohmu membuat harga dirimu jatuh.

Xeena masih merutuki sikapnya di dalam hati. Raiden bangun dan mengancingkan kemejanya cepat. Menatap jijik pada Xeena dan menatap kesal. Menyadari suasana semakin tak enak, dengan pelan-pelan Xeena berusaha berjalan menjauh dalam senyap. Berharap Raiden tak menyadarinya dan membiarkannya kabur saat ini juga.

"Kau, berhenti disitu!" perintah Raiden yang terlihat dingin dan mutlak tak menerima bantahan terdengar tegas di telinga Xeena.

Xeena menelan air liurnya kasar. Menatap Raiden dengan malu. Tak berbicara atau pun menyangkal akan semua yang akan Raiden katakan.

"Tamat sudah hidupmu, Xeena. Selamat datang di neraka yang baru saja kau ciptakan." ucap Xeena di dalam hati.

Setelah selesai mengancingkan kemejanya, Raiden menatap datar Xeena. "Kau telah menyentuhku!"

"Apa?" tanya Xeena tak mengerti.

"Kau menyentuhku! Kau melanggar kontrak yang kita sepakati. Kau merugikanku lagi," jelas Raiden dingin.

"Ka-kapan aku menyentuhmu?" sangkal Xeena gugup.

"Kau bahkan sampai meneteskan air liur saat melihat tubuhku. Ah, aku telah ternoda," ucap Raiden pelan.

"Hei, kau sangat berlebihan. Aku hanya-"

"1. Karena tersangka melakukan tindakan yang membuat korban merasa tidak nyaman, tersangka harus sedia setiap saat untuk menebus semua kesalahan yang di buat tersangka pada korban.

2. Tersangka harus bersedia menuruti semua perkataan korban dan tanpa bantahan.

3. Tersangka harus menikah dengan korban selama 1 tahun untuk meredakan gosip yang ada.

4. Selama pernikahan tidak saling mencampuri urusan pribadi dan tak ada sentuhan fisik agar proses perceraian dapat di lakukan.

5. Setelah 1 tahun tersangka bebas dan kontrak berakhir, dengan korban membayar sejumlah uang untuk tersangka dan bukan berupa warisan."

Bukannya menjawab sangkalan Xeena, Raiden memilih mengucapkan semua isi kontrak yang telah mereka sepakati. Raiden tersenyum puas melihat Xeena yang tak sanggup lagi membantah. Usai mengatakan itu semua Raiden menatap wajah Xeena.

"Sudah ingat? Kau menyentuhku dan membuatku tak nyaman. Itu merugikanku dan kau wajib menuruti semua permintaanku," ujar Raiden sambil tersenyum tipis.

Xeena menghela napas panjang dan menghembuskannya kasar. Isi kontrak sialan! Maki Xeena dalam hati. Untuk pertama kalinya Xeena mulai merasa menyesal telah bertemu dan mengenal Raiden. Memposting fotonya hingga berakhir menjadi pengikut Raiden yang patuh pada semua perintah Raiden.

"Ya, tuan Raiden." ucap Xeena pada akhirnya.

Raiden tersenyum senang. "Bagus. Lepaskan gaunmu karena kita akan pergi kesuatu tempat. Dan ah, aku telah menyiapkan semua pakaian yang kau butuhkan. Ada di balik ruangan ini,"

Raiden berjalan menghampiri sebuah dinding dengan segala pernak-pernik kaca yang terlihat indah. Xeena hanya mengikuti Raiden dari belakang dan ikut berdiri disamping Raiden. Terpana saat Raiden menyentuh dinding tersebut dan mendorongnya pelan. Dinding itu berputar dan terbuka sebuah ruangan dengan semua pakaian wanita yang telah tertata rapi. Bahkan semua lengkap dengan aksesoris kecil hingga tas, higheels dan sebagainya.

Raiden melangkah masuk diikuti oleh Xeena. Pintu dinding tersebut kembali tertutup. Raiden melangkah dan mengambil remote control untuk ruangan tersebut. Menghidupkan lampu-lampu yang awalnya padam agar semua lebih jelas terlihat.

"Wow," ucap Xeena kagum.

Raiden tersenyum tipis. "Semua telah aku siapkan dan itu semua milikmu."

"Milikku?" ucap Xeena sambil menatap Raiden tak percaya.

Raiden mengangguk. "Kita akan segera menikah dan aku tak ingin mendengar alasan apa pun tentang hal-hal kecil. Aku juga tak ingin kau mengenakan sesuatu yang membuat orang berpikir, aku tak mampu mengurus tunanganku. Pilih sesukamu dan aku tunggu lima belas menit di ruang utama. Ingat, hanya lima belas menit."

Raiden melangkah tanpa mendengar jawaban Xeena. Memencet tombol remote hingga pintu dinding tersebut terbuka. Raiden membalikkan badan dan tersenyum lembut pada Xeena. Sebelum akhirnya kakinya melangkah keluar dan pintu dinding kembali tertutup.

"Apa dia baru saja tersenyum padaku? Senyum itu, itu lebih terlihat seperti ancaman," ucap Xeena pelan.

Lima belas menit berlalu. Xeena mematutkan tubuhnya di kaca sekali lagi. Merapikan rambutnya dan menenteng sebuah dompet kecil yang ia pilih dari sekian banyak yang Raiden siapkan. Mengenakan higheels rendah dan sekali lagi tersenyum di depan kaca. Xeena melangkah keluar ruangan dengan senyum manis karena begitu senang mendapati kenyataan bahwa Raiden benar-benar memperhatikan kebutuhannya. Rasa penasaran akan kekayaan Raiden semakin jelas di otak Xeena saat melihat semua baju mahal dan semua perlengkapan yang juga merupakan barang bermerek dari kalangan kelas atas yang biasa Violette kenakan.

Kini semua tertata begitu rapi di depan matanya bahkan dengan percaya dirinya Raiden mengatakan bahwa itu semua miliknya. Milik Xeena. Xeena tak pernah menyangka bahwa hidupnya akan berbanding terbalik secepat itu. Rasanya baru kemarin Xeena mengeluh akan biaya sewa apartemen kecilnya yang selalu menunggak, kini semua barang mahal telah melekat di tubuh Xeena.

Xeena melangkah meghampiri Raiden yang tengah sibuk dengan handphonenya. Xeena hanya menunggu dalam diam saat menyadari raut wajah kesal Raiden meski telepon baru saja Raiden tutup. Bahkan Raiden tak melepaskan pandangan matanya dari handphone di tangannya. Kerutan kening dan tautan kedua alis Raiden, membuat Xeena tahu bahwa Raiden tengah berpikir keras.

"Ada masalah?" tanya Xeena pelan.

Raiden menatap Xeena sesaat. Siapa dirimu sebenarnya?

"Apa aku terlalu lama? Apa aku melakukan kesalahan?" tanya Xeena takut karena Raiden hanya menatapnya.

Raiden menggeleng. "Kita pergi sekarang," Raiden melangkah melewati Xeena hingga membuat Xeena mengikuti Raiden dari belakang.

Xeena hanya diam saat mobil Raiden mulai berjalan meninggalkan mansion mewah yang baru saja Xeena pijaki. Selama perjalanan hanyalah hening yang tercipta. Tanpa Xeena sadari mobil Raiden telah berhenti tepat di depan pusat perbelanjaan paling mewah di London. Horrods, huruf itu begitu jelas tertata rapi. Raiden turun dan membukakan pintu mobil untuk Xeena. Mengulurkan tangannya dan hanya ditatap datar oleh Xeena.

Bukannya tak ingin menjabat tangan Raiden, Xeena hanya tak mengerti kenapa Raiden tiba-tiba bersikap hangat padanya. Pandangan Xeena masih terpaku pada uluran tangan Raiden, hingga pandangan orang yang melihat itu semua semakin penasaran. Menyadari tatapan para orang asing membuat Raiden gerah. Dengan lembut Raiden mengelus pipi Xeena dan meraih tangan Xeena dalam genggamannya. Menarik tangan Xeena hingga Xeena turun dari mobil Raiden.

Xeena masih bingung saat Raiden masih tersenyum lembut untuknya. Hingga bisikan lembut menyadarkan Xeena akan sesuatu bahwa semua hanyalah sandiwara.

"Kita ada di depan umum dan ingat, kau adalah tunanganku. Kita akan menikah dalam bulan ini, jadi bersikap manislah pada tunanganmu, Xeena."

Xeena hanya mengangguk dan tersenyum manis pada seluruh orang asing yang menatapnya. Balas menggengam tangan Raiden dan melangkah bersama Raiden. Memasuki Horrods dan sedikit bingung saat para pegawai Horrods menunduk hormat saat melihatnya dan Raiden.

Raiden terus membawa Xeena memasuki beberapa toko. Membuat Xeena menunggu saat Raiden memeriksa sesuatu yang terlihat cukup serius. Pandangan beberapa orang asing membuat Xeena bingung. Xeena menjadi objek utama pandangan para pegawai dan beberapa orang asing yang begitu hormat pada Xeena. Hingga langkah Xeena tak terasa berjalan menjauhi Raiden. Xeena begitu terpukau pada seluruh barang mewah yang terjejer rapi di setiap toko. Salah seorang pegawai menghampiri Xeena saat Xeena terpaku pada sebuah kalung yang terlihat indah.

"Ada yang bisa kami bantu, Nona Rai-"

"Xeena," ucap Xeena cepat.

"Maaf, karena Nona datang bersama Tuan Raiden,"

"Ya, aku datang bersamanya." Xeena tersenyum lembut pada pegawai tersebut.

"Kami mendengar bahwa bos kami telah bertunangan."

"Bos?" tanya Xeena tak mengerti.

Pegawai tersebut mengangguk. "Mr. Raiden, beliau adalah bos-"

Xeena tak lagi mendengarkan penjelasan pegawai tersebut saat matanya menangkap seseorang yang terlihat familiar. Aradea Violette Chasiel, sahabat Xeena tersebut tengah mencoba sebuah cincin bersama pria asing di sampingnya. Xeena melangkah menjauh dan tak lagi memperhatikan langkahnya. Menghindari Violette karena tak ingin tertangkap basah tengah datang bersama pria yang bahkan belum Xeena kenalkan pada sahabatnya itu.

Xeena terus melangkah menjauh hingga Violette tak lagi terlihat. Sesekali Xeena melangkah bingung karena besarnya Horrods dan telah terpisah jauh dari Raiden. Grep! Sebuah tangan menarik tangan Xeena cepat. Membuat Xeena terkejut dan menoleh ke samping. Sebuah senyum manis yang terlihat menyebalkan di mata Xeena. Sosok tampan tersebut tertawa kecil saat melihat raut datar Xeena.

"Baru kali ini ada wanita yang begitu datar saat melihatku," ucap pria tersebut.

"Pria gila-"

"Rex Benedict Acacio. Ya ampun, kau bahkan tak mengingat namaku," ucap Rex kecewa.

"Karena kau tak cukup penting untukku," jawab Xeena acuh.

Rex tersenyum. "Jika begitu, bagaimana jika kita ulangi perkenalan kita," Rex mengulurkan tangannya.

Xeena menjabat tangan Rex. Membuat Rex tersenyum puas.

"Rex Benedict Acacio, panggil saja Rex."

"Xeena," balas Xeena tanpa menyebutkan nama lengkapnya.

Rex tersenyum puas saat mengingat kalung yang ia temukan. Ukiran nama yang begitu cocok dengan nama Xeena membuat Rex yakin bahwa kalung tersebut adalah milik gadis yang tengah bersamanya.

"Kau terlihat risau," ucap Rex hati-hati.

"Ah, ya ... kurasa aku harus pergi,"

"Bolehkah tinggalkan nomer handphonemu? Maksudku, aku-"

"Berikan handphonemu," ucap Xeena cepat karena mulai merasa risau.

Rex tersenyum dan langsung menyodorkan handphonenya. Xeena menerima handphone Rex dan langsung mengetik nomornya.

"Ini nomorku."

"Bisakah kita minum teh bersama?" tanya Rex pelan.

"Lain kali. Kali ini aku harus pergi," ucap Xeena sambil memberikan handphone Rex.

"Aku akan menantikan itu," ucap Rex diantara senyum simpulnya.

Rex hanya memandangi punggung Xeena yang perlahan menjauh. Senyum itu terus tersungging di bibir Rex saat mengingat rencana minum teh yang selalu ia nanti.

"Xeena," ucap Rex pelan sambil mengeluarkan sebuah kalung berukir nama "Xeena" yang ia temukan saat pertama kali bertemu gadis tersebut.

"Aku benar-benar menantikan hari itu. Dimana aku akan bertemu lagi denganmu,"

Rex menggengam kalung tersebut dan kembali memasukkan kedalam sebuah kotak kecil. Menyelipkan di saku jasnya lalu menatap kembali ke arah Xeena pergi. Ada rasa kagum di hati Rex saat melihat sifat cuek Xeena yang menurutnya sangat menarik. Sifat yang tak begitu mengenalnya saat seluruh wanita rela mengantri untuk berada di sampingnya.

"Karena kau tak cukup penting untukku,"

Ucapan Xeena kembali terbayang di benak Rex. Rex tersenyum tipis mengingat itu semua dan ikut melangkah pergi.

"Tak penting bagi hidupnya. Jika seperti itu, maka aku akan membuat diriku begitu penting untuk hidupmu, Xeena." Rex tersenyum yakin mengatakan itu semua. Seyakin langkahnya untuk mendekati Xeena lebih jauh.

===================================

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height