Scary Brother/C1 Beautiful Girl
+ Add to Library
Scary Brother/C1 Beautiful Girl
+ Add to Library
The following content is only suitable for user over 18 years old. Please make sure your age meets the requirement.

C1 Beautiful Girl

Liliane...

Gadis cantik berbalut dress berwarna peach itu terlihat cantik, rambut hitam legam yang ia biarkan terurai indah. Alis yang dibuat setajam mungkin dan riasan minimalis membuatnya terlihat tak kalah dengan wanita dewasa lainnya, dan bibir seksi yang berwarna peach itu kian mempercantik penampilannya malam ini.

Ketukan heels terdengar nyaring diatas lantai marmer sebuah restoran ternama kota tersebut, Liliane berjalan bak seorang putri dengan menenteng tas hermes berkin miliknya. Semua mata disana tertuju pada dirinya yang terlihat anggun, padahal saat ini dirinya terasa gugup dan memegang erat tasnya. Liliane menggigit bibirnya, ketika melihat pria yang telah menunggunya disebuah meja bundar yang tertata hidangan mewah.

Ia menundukan pandangan, langkahnya mulai pelan seakan tak ingin cepat berhadapan dengan pria itu. Tubuhnya terasa dingin dan kaku, Liliane kian mempererat pelukannya pada tasnya. Wajah polos itu terlihat waspada, karena sesuatu yang pasti mengganggu pikirannya. Ia mengernyitkan dahi pertanda khawatir, seraya menggigit bibir bawahnya yang sudah pasti akan membengkak.

Liliane berhenti tepat dibelakang pria itu, menghembuskan nafas kasar dan berdoa dalam hati agar dirinya baik-baik saja. Pria itu duduk membelakangi dirinya tanpa tahu bahwa dirinya tepat berada dibelakang pria itu, Liliane melihat pria itu duduk dengan segala wibawa dan ketampanannya, seperti biasa... Batin Liliane.

Gadis itu berdeham sesaat sebelum akhirnya menarik nafas dalam-dalam dan melangkahkan kakinya, wajahnya masih tertunduk takut tak ingin melihat langsung pria itu saat Liliane tepat berada diseberang meja. Berseberangan dengan pria yang kataya adalah pewaris tunggal kerajaan bisnis keluarganya itu, dan jujur saja. Liliane bukanlah seorang Gold Digger seperti gadis seusianya yang rela tidur dengan para pengusaha berperut buncit hanya untuk membayar biaya kuliah mereka atau apartement sewaan mereka.

"Liliane... Senang bertemu denganmu" sebuah tangan terulur dihadapannya diiringi sebuah sapaan, akhirnya wajah cantik yang sedari tadi ditunggu-tunggu oleh pria itu untuk menatapnya terlihat dengan jelas. Liliane akhirnya mengangkat wajahnya, pandangan mereka bertemu.

Degub jantung si pria kian menjadi setelah melihat dengan jelas wajah polos Liliane yang terbilang sangatlah cantik dari deretan wanita yang pernah ia kencani, tanpa menghiraukan uluran tangannya yang tak kunjung disambut oleh Liliane. Kedua bola mata gadis itu terlihat berkedip beberap kali, makin membuat gemas si pria yang sepertinya memiliki niat tak bagus akan gadis itu.

"ahh... Perkenalkan namaku Thomas" merasa tak mendapat sambutan tangan, Thomas akhirnya membuka suara dengan memperkenalkan namanya yang akhirnya dibalas oleh Liliane.

Mereka berjabat tangan cukup lama, Liliane yang merasa risih ketika tangan besar dan kasar itu tak melepaskan jemarinya akhirnya menarik kasar tangannya.

"silakan duduk!" ujar pria itu menepis kebisuan Liliane, sepertinya ia harus bekerja ekstra agar mendapatkan gadis polos itu. Bibir seksi milik gadis itu selalu saja tertutup jika tidak diajak bicara.

"kurasa kau sudah tahu banyak tentangku" ujar pria yang Liliane ketahui bernama Tom tersebut, sebenarnya ia banyak mengetahui kehidupan Tom. Karena Ibunya selalu saja menyebut nama Tom dan menceritakan kelebihan pria itu tanpa Liliane berminat mendengarnya.

"sir Thomas bukan?" cicit gadis itu, membuat sudut bibir pria itu tertarik sedikit setelah akhirnya mendengar suara indah yang keluar dari bibir manis itu.

"benar, dan kau tentu sudah mengetahui keberadaan kita disini" kata Tom, degub jantung Liliane terasa cepat. Gugup, takut dan waspada menari indah diotaknya setelah kalimat tersebut meluncur dari bibir pria itu.

Tentu Liliane tahu, acara makan malam semewah ini telah dirancang sebaik mungkin oleh Tom dan Ibu Liliane, karena sesuatu hal yang tentunya tidak disetujui oleh Liliane sendiri.

Bagaimana mungkin, kedua orang tua Liliane berniat menjual dirinya kepada pria dihadapannya ini hanya untuk melunasi hutang orang tuanya. Wajahnya memanglah rupawan, pasal harta dan kekayaan Liliane sendiri masih meragukannya, dan diluar dari itu semua Liliane tidak memiliki perasaan apapun terhadap pria yang baru saja ia temui ini.

Liliane bukan seperti gadis pada umumnya, ia ingin melanjutkan studinya. Menyelesaikannya dan mendapat pekerjaan layak, bukan menjadi istri seorang pria yang tidak ia kenal. Liliane tipe gadis pekerja keras, ia berniat menolak perjodohan ini. Namun apalah daya, Liliane adalah anak yang sangat berbakti dan selalu menuruti perintah orang tua, meskipun tak masuk akal sekalipun.

"aku tahu kau tidak akan menolak, gadis cantik sepertimu pasti tidak akan menolak jika dipersunting oleh pria sepertiku, apalagi... Mengingat hutang orang tuamu" ucap Tom, darah Liliane seolah mendidih.

Nafasnya naik turun menatap tajam pria dihadapannya yang terdengar arogan, perasaan tidak suka langsung menyelimutinya. Bagaimanapun ia adalah seorang gadis yang masih mempunyai harga diri, entah mengapa kalimat yang seharusnya tidak diucapkan oleh seorang pria terhormat keluar begitu saja.

Liliane meremas dress miliknya, kepalanya kembali tertunduk ketika pelayan menuangkan segelas martini kedalam gelas mereka masing-masing, seakan berpikir keras Liliane duduk mematung tanpa menghiraukan perkataan Tom.

"jadi, kau mau menjadi istriku?" jemari pria itu mengelus puncak tangannya, seperti terkejut sontak Liliane menarik tangannya yang berada diatas meja. Kedua matanya hampir saja melotot kearah Tom jika saja Liliane tidak sadar akan hutang orang tuanya kepada pria itu, bagaimanapun Tom telah berjasa kepada orang tuanya.

Kali pertama ia berjumpa dengan Tom sudah mendapat kesan buruk, Tom sepertinya memiliki niat tidak baik sebagai seorang lelaki.

Dahi pria itu berkerut tak suka, mendapat penolakan secara tak langsung seperti itu tidak pernah terjadi padanya sampai saat ini.

Liliane menggenggam erat tas yang sedari tadi menggantung dipundak kanannya, nafasnya memburu. Dari awal ia memang tidak pernah menyetujui perjodohan ini, ditambah dengan sikap kurang ajar pria itu makin membuatnya mengurungkan niat untuk melangkah lebih jauh.

Setelah berdiam beberapa menit tanpa menghiraukan segala ucapan Tom, Liliane akhirnya angkat suara.

"maaf, aku permisi..." ujar Liliane yang akhirnya berdiri meninggalkan Tom, pria itu mengernyitkan dahi ketika gadis itu pergi begitu saja melewatinya. Tak berniat menyusul gadis itu, Tom hanya bisa terdiam melihat Liliane kian menjauh.

Liliane berjalan keluar dari salah satu restoran mewah yang ada dikota New York tersebut, tak berniat sedikitpun untuk menerima pria itu sebagai pendamping hidupnya kelak. Masalah batalnya perjodohan ini akan ia pikirkan nanti, mungkin ia dapat memberi banyak alasan kepada orang tuanya agar dapat mengerti.

Dan lagi, Liliane harus segera memutar otak agar dapat melunasi hutang orang tuanya kepada Tom.

Liliane berhenti disamping trotoar, ia memijit kepalanya sendiri. Bingung dan gundah menjalar dikepalanya, kepada siapakah lagi ia meminta bantuan. Yang pastinya bantuan itu tidak sedikit mengingat jumlah hutang orang tuanya kepada Tom.

Liliane mengambil ponsel dari dalam tasnya, menekan beberapa tombol hingga muncul satu nama didalam kontaknya yang tidak pernah ia hubungi selama beberapa tahun terakhir. Orang yang mungkin saja dapat membantunya keluar dari masalah ini, yang tidak lain adalah kakaknya sendiri...

Nando...

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height