Scary Brother/C2 Escape
+ Add to Library
Scary Brother/C2 Escape
+ Add to Library

C2 Escape

Tok... Tok... Tok...

Cekle...

Vivian membuka pintu utama, terlihat anak gadisnya yang tak lain adalah Liliane. Dengan wajah kusut dan masam, Vivian seolah mengerti jika putrinya tersebut telah membuatnya kecewa.

"kau pulang sendiri? Dimana Thomas?" cecar Vivian, sementara gadis itu masuk kedalam rumah dan melewatinya begitu saja.

"Lily, mom sedang bicara padamu..." suara Vivian menggema diruangan besar tersebut, sontak membuat langkah Liliane berhenti.

Ia berbalik badan, menatap wajah ibunya dengan perasaan sedih. Sungguh ia tak pernah berniat melawan sedikitpun kepada orang tua terutama ibunya, tapi mengapa ia selalu saja diperlakukan tidak adil.

"Mom, i can't" bisiknya sedih, Vivian menyipitkan mata seraya melangkah pelan kearah Liliane.

"you can't, what?" balas Vivian.

Bahu gadis itu bergetar hebat, menutup mulutnya dengan kedua tangan sementara bulir bening akhirnya membasahi wajah tirusnya. Liliane tidak ingin membantah dan melukai perasaan ibunya, namun menikah dengan pria yang barusan ia temui sama saja dengan menbunuh dirinya secara perlahan. Liliane tidak memiliki perasaan apapun terhadao Thomas, dan lagi ia harus menyelesaikan studinya terlebih dahulu.

"Mom... Kumohon..."

"kau menolaknya?" potong Vivian seraya melotot kearah Liliane yang sedang menangis sesegukan.

Liliane hanya bisa terdiam, "Mom bertanya kepadamu Liliane, apa kau menolaknya?" suara Vivian seakan membuat suasana disana kian mencekam, Liliane bahkan pasrah akan segala perlakuan kasar yang diberikan oleh Ibunya.

"yes mom, aku menolaknya..." rintihnya pelan disertai isakan kecil.

"how dare you!" Vivian menyipit seraya menunjuk wajah Liliane, wajah angkuh dan ketus ia tunjukan ketika mendengar Liliane menolak perjodohan tersebut dan berakibat fatal pada hutang-hutangnya.

"Mom... I'm so sorry..."

"maafmu tidak membuahkan hasil Liliane, kau sungguh anak yang tidak berguna" cecar Vivian, yang langsung meninggalkan Liliane berdiri mematung ditempatnya.

"kau harus bisa mencari uang itu atau aku akan memaksamu menikah dengannya!"

Brak!!!

Suara pintu berhasil membuatnya terkejut, belum lagi kalimat yang didengarnya barusan makin membuatnya berpikir keras.

Liliane berjalan gontai kearah kamarnya, pikirannya kacau. Ia sudah mengetahui kejadian seperti ini akan terjadi, apalagi setelah ia menolak tawaran Thomas. Karena hanya itu jalan satu-satunya agar kedua orang tuanya terbebas dari hutang.

Apa yang harus ia lakukan?

Mencari uang sebanyak itu tidaklah mudah, apa ia harus menjual dirinya?

Tidak!

Liliane tidak ingin menjadi gadis yang rela menjajakan tubuhnya hanya demi beberapa dolar.

Liliane membuka kenop pintu, menyalakan seklar lampu guna menerangi kamarnya lalu menutup kembali pintu kamarnya. Ia menaruh tasnya keatas nakas seraya memijit dahinya yang terasa pusing, Liliane menjatuhkan dirinya keatas ranjang.

Melirik kesekitar kamar dan luar jendela, rumah ini bahkan terbilang mewah dengan segala perabotan mahalnya. Apakah semua itu tidak cukup untuk Ibunya?

"hah..." Liliane menghela nafas kasar, George Ayahnya adalah seorang pemabuk dan penjudi. Keluar masuk kafe dan pulang dalam keadaan teler sudah menjadi rutinitas baginya, mungkin itulah yang membuat harta kekayaan Ibunya kian menipis. Belum lagi, George hanyalah seorang buruh yang penghasilannya sudah pasti tidak cukup untuk menunjang gaya hidup ibunya.

Masih berputar diotaknya kalimat Vivian, uang dan uang...

Liliane hampir putus asa memutar otak guna mencari pinjaman atay setidaknya pekerjaan yang penghasilannya tinggi, namun untuk waktu yang ditentukan oleh Thomas sepertinya tidak mungkin ia dapat mengumpulkan beberapa lembar dolar dalam waktu dekat.

Liliane buru-buru mengambil ponsel yang ada didalam tasnya, sekali lagi...

Ia mencari kontak milik kakaknya, namun niatan untuk menghubungi kakaknya itu ia urungkan kembali setelah mengingat sesuatu.

Liliane menaruh ponsel tersebut diatas dadanya, jantungnya kembali berdegub kencang hanya melihat sebuah nama yang tertera dilayar ponselnya. Beranikah ia berbicara dengan pria itu?

Sungguh melihat namanya saja nyalinya menciut, apalagi sampai berbicara dan meminta pertolongan.

Akankah Nando yang tak lain adalah kakaknya menolongnya?

Liliane mendesah resah, berbalik kanan kiri sementara dilayar ponselnya masih terlihat nama Nando disana.

Meski Nando dan Liliane terlahir dari rahim yang sama, namun Ayah keduanya berbeda. Ayah Nando adalah seorang pengusaha yang terbilang cukup sukses dibidangnya, hingga pada saat sang Ayah meninggal dunia Nando mewarisi segala harta kekayaan Ayahnya dan segal aset perusahaannya.

Sementara Vivian, Ibunya lebih memilih menikah lagi dan meninggalkan Nando saat pria itu baru menginjak 10 tahun dan hanya diurus oleh seorang pelayan yang telah mengabdi kepada Ayah Nando selama beberap tahun. Miris memang, begitulah Vivian setelah suami tercintanya meninggal dunia ia menjadi sangat terpukul.

Perbedaan umur mereka cukup jauh, saat Vivian meninggalkan Nando diumurnya yang masih belia Liliane hadir kedalam hidup George dan Vivian.

Hanya itu yang Liliane ketahui, bahkan tidak salah jika Nando tidak datang atau sekedar menghubungi Vivian dalam jangka waktu yang lama. Karena Liliane sadar, Nando berlaku seperti itu karena sebuah alasan.

Sekarang yang ada dibenak Liliane adalah, apakah pria itu bersedia menolongnya? Tapi, jika ia tidak mencobanya kepada siapa lagi Liliane akan meminta bantuan.

Liliane menghela nafas kasar, pada akhirnya ia menekan tombol panggilan. Mendengarkan suara sambungan yang membuat degub jantungnya meningkat, perasaan gundah dan takut menjalar keseluruh tubuhnya. Beberapa detik terasa sangat lama baginya, belum juga ada jawaban dari seberang sana.

"Halo?"

Suara bariton terdengar dari seberang ponselnya, Liliane hampir tidak dapat bernafas setelah mendengar suara yang tidak pernah ia dengar lagi itu. Terdengar serak dan seksi, Liliane sampai menegak salivanya sendiri untuk sekedar menyiapkan kalimat yang akan keluar dari bibirnya.

"Hai Nando, bagaimana kabarmu?" sapa Liliane sekedar berbasa-basi.

"langsung saja Liliane, aku sedang sibuk. Apa maumu?"

Seperti biasanya, Nando bukanlah pria yang banyak berkata-kata. Alasan sibuk dengan pekerjaan membuatnya jarang bersenda gurau terutama kepada keluarganya sendiri.

"Nando, aku... Aku menbutuhkan bantuanmu, kumohon... Bisakah kau membantuku kali ini?" ujar Liliane, terdengar desahan nafas dari seberang telepon. Cukup lama, Liliane hampir putus asa, ketika tak kunjung ada jawaban dari Nando.

"ceritakan apa masalahmu!"

Wajah Liliane berbinar, dengan semangat ia menceritakan segalanya kepada kakaknya itu. Mulai dari hutang Ibunya, hingga dirinya yang harus melunasi hutang tersebut jika menolak menikah dengan si penagih hutang.

Bagaimanapun, Nando tetaplah Nando. Pria itu tidak ingin ambil pusing dengan segala permasalahan pasal ibunya, karena baginya Vivian tidak menjadi tanggungannya lagi. Meskipun dengan mudahnya ia dapat mengeluarkan nominal yang disebutkan oleh adiknya itu.

Tapi suatu ide terbesit dipikiran Nando, "aku akan membantumu, dengan satu syarat"

"apapun Nando..."

"tinggalkan Vivian, aku akan menanggung hidupmu dan semua hutang yang harus kau bayar, bagaimana?"

Tawaran Nando barusan bagai petir disiang bolong, apakah Liliane mampu meninggalkan ibu yang telah mengasuhnya selama ini? Tapi jika ia menolak, ia akan hidup sengsara dengan Vivian dan mungkin akan berakhir menikah dengan Thomas.

Beberapa detik berlalu, Liliane masih memikirkan hal tersebut. Hingga suara Nando memecah keheningan dan membuatnya terkejut.

"baiklah Nando, aku akan ikut denganmu"

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height