Scary Brother/C3 Runaway
+ Add to Library
Scary Brother/C3 Runaway
+ Add to Library

C3 Runaway

"Liliane!!!"

Bentakan Vivian terdengar lantang, sementara Liliane mencoba menulikan pendengarannya dan fokus mengemasi barang-barang miliknya tanpa terkecuali.

Melihatnya Vivian makin geram, ia lalu mendatangi Liliane gadis itu ketika sedang sibuk kesana kemari.

"Liliane, apa yang kau lakukan?" desis Vivian.

"Mom, aku mendapatkan pekerjaan dipusat kota New York. Kupikir aku bisa membiayai studiku sendiri tanpa harus merepotkanmu" jawab santai gadis itu tanpa melihat kearah ibunya yang berada disampingnya.

"lalu bagaimana dengan perjodohan kalian?" tanya Vivian, Liliane menghelas nafas kasar. Ia beralih menatap wajah yang selalu terlihat cantik meski diumurnya yang sudah tidak muda lagi.

"Mom, aku telah mentransfer uangnya jika itu yang kau khawatirkan" balas Liliane, yang menjadi beban pikirkannya saat ini bukan masalah ibunya, tapi bagaiamana caranya menebus hutangnya dengan Nando.

Oh, mengapa hidup jadi sesulit ini? Batin Liliane.

"dari mana kau mendapatkan semua uang itu, Lily?" tanya Vivian yang akhirnya membuat tubuh Liliane membeku ditempatnya, tentu bukanlah jawaban yang mudah. Ia tidak bisa begitu saja berkat bahwa Kakak laki-lakinya yang membantunya dengan suka rela, karena yang Vivian tahu, Nando bukanlah tipe pria yang memberi dengan cuma-cuma.

"ah... Aku berhutang kepada bos baruku, semoga itu dapat melunasi semua hutangmu Mom. Dan aku tidak perlu repot-repot menikah dengan pria yang bukan pilihanku" cecar Liliane, yang berhasil membuat Vivian bungkam.

Wanita itu hanya bisa terdiam seribu bahasa, melihat anak gadisnya kesana kemari mengemasi barang-barangnya. Jika sudah seperti ini, apa yang bisa ia perbuat selain membiarkan Liliane menentukan pilihannya.

"kau akan kembali?" tanya Vivian lagi.

"entahlah!" balasnya acuh, memang pada dasarnya Liliane sendiri tidak mengetahui kelak jika dirinya ingin bertemu dengan ibunya apakah Nando akan memberinya izin.

Bahkan hingga saat ini Nando belum memberitahukan pekerjaan apa untuknya demi melunasi hutangnya, atau setidaknya membalas budi baik Nando yang rela merogoh kocek dalam hanya untuk menyelamatkan dirinya dari pria lain.

Yang pria itu katakan, Liliane harus tinggal bersamanya tanpa batas waktu yang ditentukan oleh Nando sendiri.

Liliane merasa sedikit aneh, namun semua keputusan ada ditangan Nando. Liliane merasa jika Nando dapat memenuhi semua kebutuhan dirinya, ia tidak perlu repot-repot mencari pekerjaan lain, dengan kata lain menumpang kepada Kakaknya.

"Mom, aku harus pergi. Jaga dirimu baik-baik dan sampaikan salamku pada Daddy, aku tahu dia selalu pulang larut malam dan aku tidak punya waktu untuk menunggunya selama itu" ucap Liliane menyinggung perasaan Vivian, tak lupa gadis itu berpamitan kepada Ibunya.

Vivian bahkan mengantarkan gadis itu hingga kepelataran rumah menuju taksi yang telah dipesan oleh Liliame, melihat gadis itu memasukan berbagai koper dan tas miliknya kedalam bagasi.

"Lily...?" panggilnya sebelum Liliane memasuki taksi.

"yes mom?"

Vivian mendekat kearah Liliane, mengelus garis wajah cantik milik putrinya yang sungguh bak dewi yunani itu.

"mom hanya berpesan. Jika kau ingin mengetahui kebenaran, pergilah kesuatu tempat bernama panti asuhan Louise santa, kau akan menemukan jawabanmu" Liliane mengernyit heran, mengapa tiba-tiba Ibunya menyebutkan suatu tempat tanpa adanya alasan.

Liliane ingin bertanya lebih jauh, namun waktu yang diberikan Nando hanya sedikit dan ia tidak ingin membuat pria itu menunggu yang malah akan berakibat fatal kepada dirinya.

Liliane hanya bisa mengangguk seraya tersenyum manis, sebelum ia benar-benar meninggalkan ibunya dan memasuki taksi.

Kendaraan tersebut mulai meninggalkan pekarangan rumah Vivian, bangunan besar yang kian termakan usia itu terlihat lusuh. Pelataran gersang dengan tanaman yang mengering dan rumput liar mulai tumbuh disetiap sisi rumah, memberi kesan ngeri dan kumuh.

Rumah yang ia tinggali sedari kecil itu adalah milik George Ayahnya, Ayah yang tidak pernah mengetahui tumbuh kembang Liliane hingga ia dewasa. George tipe pria yang urak-urakan, mabuk dan wanita malam tak pernah luput dari hidupnya. Entah bagaimana seorang Vivian yang sejatinya adalah mantan istri miliuner pada akhirnya menikah dengan George. Pasti hidup Vivian lebih rumit dari kelihatannya.

Liliane sempat berbalik kebelakang menatap Ibunya yang kian menjauh, wajah cantik yang selalu ia lihat disetiap paginya harus rela ia tinggalkan demi suatu alasan.

I Love you, mom...

Batinnya berciut, Liliane menatap kearah jendela. Wajah sedih terpancar ketika menyadari ia meninggalkan kedua orang tuanya untuk pertama kalinya. Sedari kecil Liliane tidak pernah jauh dari mereka, ia terus memikirkan apa yang akan terjadi kepada ibunya jika mengurus Ayahnya seorang diri. Pasti akan sulit...

Rumah yang terbilang cukuo jauh dari perkotaan membuat dirinya harus menempuh perjalanan bermil-mil jauhnya, apalagi kediaman Nando termasuk kedalam perumahan elit kota New York.

Jalanan lurus nan sepi, hanya hutan pinus yang menjadi pemandangan indah saat ini. Mungkin kelak ia akan merindukan udara sejuk dan seluruh ketenangan ini, pasti berbeda sekali dengan New York.

Supir melaju dengan kecepatan tinggi, Liliane memeluk dirinya sendiri sambil menyandarkan kepala, menutup mata sejenak guna menghilangkan segala masalah yang baru saja ia lalui.

Setidaknya ia telah meringankan beban orang tuanya terutama Ibunya, kini ia harus melunasi hutangnya dengan Nando. Entah bagiamana caranya, pria itu tidak pernah menyebutkan. Liliane hanya harus mendatanginya kekediamannya dan tinggal disana sampai batas waktu yang ditentukan oleh kakaknya sendiri, Liliane berpikir mungkin menjadi pelayan dirumah besar kakaknya tidaklah buruk, selagi ia masih bisa melanjutkan studinya dan melunasi hutangnya kepada Nando.

Pikiran Liliane melayang, entah mengaoa kenangan buruk beberapa tahun yang lalu membuatnya menjadi takut untuk bertemu Nando. Namun karena rasa tanggung jawab yang besar ia memberanikan diri dan membuang jauh-jauh memori lama itu, lagipula Nando pasti telah melupakan kejadian itu dan mungkin sama sekali tidak mengingatnya lagi.

Drtt... Drtt...

Lamunan Liliane buyar ketika ponsel didalam saku jaketnya bergetar, ia melihat kearah ponsel dan menekan tombol sambungan.

"halo?"

"kau sudah sampai?"

Terdengar suara yang membuat degub jantung Liliane tak beraturan, beberapa tahun tak mendengar suara berat itu kian lama suara itu terdengar tegas namun mampu membuat dirinya hampir meleleh. Entah apa yang membuat Liliane berpikir seperti itu? Tentu ia sangat menyayangkan kejadian beberapa tahun yang lalu, namun sekarang... Apa yang terjadi pada dirinya?

"ahh... Iya, aku sedang dalam perjalanan. Beberapa menit lagi akan sampai" jawab Liliane.

"baiklah, aku menunggumu..."

Tut......

Aku menunggumu...

Aku menunggumu...

Aku menunggumu...

Bagai kaset rusak kalimat itu terus terngiang dikepala Liliane, senangkah ia? Takutkah ia bertemu dengan kakaknya itu? Apakah Nando telah berubah? Atau malah lebih buruk dari terakhir kali mereka bertemu?

Tapi satu hal yang Liliane sadari dan tak bisa ia pungkiri, dirinya sangat ingin melihat wajah tampan kakaknya...

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height