Scary Brother/C8 The Past II
+ Add to Library
Scary Brother/C8 The Past II
+ Add to Library

C8 The Past II

Liliane menangis tersedu, meringkuk dibawah sofa dengan handuk yang menutupi sebagian tubuhnya. Beberapa lebam membiru dibahu dan tangannya akibat tekanan dari jemari kakaknya, dan bibir bagian kirinya masih memerah karena tamparan keras dari pria itu karena terus mencoba meronta darinya. Liliane kecil sungguh tidak mengerti mengapa kakak yang awalnya terlihat bak malaikat untuknya tega melakukan ini padanya.

Sementara pria itu tertidur pulas diatas sofa dengan hanya mengenakan celana jeans basahnya, nafasnya teratur menandakan pria itu begitu terlelap setelah mengeluarkan banyak tenaga. Dimalam yang dingin seperti ini tubuh Nando malah bermandikan keringat, membuat kilapan dipunggung hingga pinggulnya yang tak tertutup apapun.

Petir diluar sana masih menggelegar, udara masih dingin dan hujan masih sangat deras. Liliane ingin sekali pergi sejauh mungkin dari Nando dan tak ingin melihat wajah kejam kakaknya itu ketika memperkosa dirinya, ingin menjauh sejauh mungkin dari kehidupan Nando dan mengubur dalam-dalam kenangan buruk ini tanpa diketahui oleh siapapun, termasuk ibunya...

Tubuh Nando bergerak, Liliane beringsut menjauh dari pria itu agar tidak menyakiti tubuhnya lagi. Cukup kehormatannya yang telah direnggut oleh kakaknya sendiri, jangan sampai harga dirinya hilang karena masih dalam keadaan tanpa busana dengan si pelaku. Tapi pria itu masih memejamkan kedua matanya dan kembali tertidur.

Liliane buru-buru beranjak mencari pakaiannya sebelum kakaknya bangun, gadis itu berdiri dengan susah payah. Berjalan tertatih menuju kamar mandi karena masih merasakan sakit dibagian selangkangannya, sampai ia tidak sadar ada beberapa tetes cairan berwarna merah mengalir disekitar pahanya. Liliane hanya bisa menahan rasa sakit tersebut sekuat tenaga agar ia masih dapat berjalan, belum lagi rasa sakit dihatinya yanh ditimbulkan akibat perlakuan keji kakaknya.

Rasanya dunia akan runtuh...

Begitulah yang ada dipikiran Liliane saat ini, mungkin jika tidak terpikir akan ibunya Liliane lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya saat ini juga. Namun hidup tidak sesingkat itu, masih ada tanggung jawab yaitu ibunya. Dan ia tidak akan kalah dengan kakaknya...

Liliane memakai pakaiannya yang masih basah tergantung dibalii pintu kamar mandi, dingin mengenai kulitnya yang rapuh. Dirinya kembali menggigil setelah kain putih itu terpasang ditubuhnya, namun tetap harus ia pakai. Ia ingin pergi sejauh mungkin dari Nando, pulang kerumahnya yang jaraknya lumayan jauh lebih baik dari pada harus tinggal lebih lama lagi dengan pria keji itu.

Liliane berjalan keluar ruangan, berhenti sejenak diambang pintu guna melihat kembali pria itu untuk terakhir kalinya, dan ia masih tertidur pulas. Liliane menghela nafas kasar, lalu menutup pintu dengan pelan agar tidak membangunkan tidurnya, Liliane akhirnya pergi.

Gadis itu menuruni tangga, pakaiannya basah, rambut yang acak-acakan dan lebam disana sini makin membuat penampilannya sangat memprihatinkan. Jika saja ia tidak mengikuti pria yang baru saja dikenalnya itu, mungkin kejadian seperti ini tidak akan terjadi. Namun nasi telah menjadi bubur, tidak ada yang bisa dikembalikan selain membuang kejadian ini jauh-jauh atau menguburnya dalam-dalam.

Tak ada seorangpun dilantai bawah, bahkan seorang kasir yang tadi mengantarnya sudah tidak ada ditempatnya. Liliane berdiri dibalik pintu yang seluruhnya terbuat dari kaca, melihat hujan masih deras diluar sana. Namun tak membuat langkahnya ragu, ia akhirnya keluar dari motel itu.

Suhu udara kian dingin, tulang dan giginya terdengar bergemeletuk namun Liliane terus berjalan. Berjalan kaki dengan tertatih dengan hujan yang makin membasahi tubuhnya, Liliane sangat mengenal jalan ini sehingga tanpa meminta bantuan siapapun ia tetap akan pulang. Ia telah mempersiapkan seribu alasan kepada ibunya agar wanita itu tidak menaruh curiga padanya dan Nando.

Beberapa langkah dilaluinya, entah mengapa kepalanya terasa sangat berat dan pandangannya mulai buram. Liliane terhenti sejenak memegangi kepalanya dibawah guyuran hujan, hingga jalanan panjang yang dilihatnya menjadi seperti kabut dan ditutupi oleh segala yang putih. Akhirnya tubuh mungil Liliane tumbang keatas aspal, mata lentiknya terpejam tak menghiraukan guyuran hujan yang mengenai tubuhnya.

Gadis itu akhirnya tak sadarkan diri...

Nando begitu terkejut ketika mengetahui Liliane menghilang, ia turut keluar dari motel guna mencari gadis itu. Ia sampai mengumpat pada dirinya jika sesuatu yang buruk terjadi pada gadis itu, gadis kecilnya yang sepertinya telah membuat dirinya menggila, Nando terus mencari dibawah guyuran hujan deras dan hanya mengenakan celana jeansnya.

Hingga kedua mata elang itu tertuju disuatu titik, gadis itu terbaring lemah dipinggir jalan. Nando berlari sekuat tenaga kearah Liliane, wajah gadis itu sepucat mayat hidup. Dan Nando terus merutuk pada dirinya karena kesalahan yang ia perbuat terhadap gadis kecilnya itu, ingin sekali ia menyakiti dirinya sendiri agar dapat menebus kesalahannya yang telah khilaf membuat Liliane seperti ini.

Ditengah kesadarannya, Liliane merasa tubuhnya terangkat. Tak mampu membuka kedua matanya guna melihat orang yang telah membantunya, ia kembali terlelap karena tubuhnya terasa sangat lelah. Liliane hanya mendengar suara deru mobil nyaring dan sepertinya melaju dengan kencang seiring tubuhnya yang bergoyang.

Beberapa menit yang cukup lama kemudian, Liliane merasa tubuhnya menghangat. Sangat nyaman dan terasa seperti kamarnya sendiri. Liliane merasa seseorang terus membelai wajahnya sedari tadi. Namun ia masih tidak dapat membuka kedua matanya untuk melihat siapa pelakunya, karena rasa lelah dan sakit itu masih terasa ditubuhnya.

"aku harus pergi Lily, maafkan aku telah menyakitimu. Aku tidak akan pernah menemuimu lagi jika hanya menyakitimu saja, dan ku mohon... Untuk tidak menemuiku suatu saat nanti, karena aku tidak akan menjamin kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi. Tumbuhlah menjadi gadis yang cantik Lily, kau tidak butuh kakak seperti diriku karena aku tidak pantas disebut sebagai kakak..."

"sekali lagi, maafkan aku... Aku harus pergi"

Sebuah kecupan hangat dan lembut mendarat dikeningnya, Liliane sampai meneteskan air mata meski dalam tidurnya. Ia dapat mendengar, ia dapat merasakan bibir yang pernah menyentuh bibirnya itu mengecupnya dengan sayang.

Nando mungkin tidak sadar ketika bulir bening itu jatuh dipelipis Liliane, ia kemudian meninggalkan begitu saja adik kecilnya setelah menggenggam erat kedua tangannya cukup lama. Liliane sendiri tidak mengerti mengapa dirinya menangis, sesuatu dalam diri Nando membuatnya tertarik entah karena apa. Padahal pria itu baru saja menyakitinya, tapi rasanya ia tidak ingin kakaknya itu pergi dan benar-benar tidak menemui dirinya lagi seperti perkataannya barusan

Memang setelah Nando menyakitinya, rasanya ia ingin pergi dari kehidupan Nando. Namun setelah mengetahui kehangatan yang ditunjukam pria itu barusan membuat pikirannya berubah, kecupan didahinya adalah kecupan tulus akan kasih sayang. Dan genggaman tangan sebelum pria itu pergi tak akan pernah ia lupa sampai kapanpun.

Hingga hari itu, Nando dan Liliane tidak pernah bertemu baik secara langsung atau hanya melalui telepon.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height