+ Add to Library
+ Add to Library

C10 Chapter 10

"Gue senang bisa nemuin lo di sini." Ares masih belum mengalihkan pandangannya dari wajah cantik Yelina yang masih tampak syok dengan kedatangannya.

Yelina memalingkan wajahnya ke pemandangan yang berada di depan merek berdua. "Kebetulan rumah teman kuliah gue nggak jauh dari sini."

Ares manggut-manggut paham. Jawabannya sudah ditemukannya, Yelina kabur ke rumah salah satu teman kuliahnya.

"Lo sendiri, ngapain ke sini?" tanya Yelina tanpa menoleh.

"Cari elo," jawab Ares to the point.

Yelina tersenyum miris. Dia yakin jika berita mengenai pernikahannya yang batal, sudah beredar. "Pasti udah kesebar, ya?"

"Ya gitu."

"Terus, buat apa lo nyari gue?"

"Buat mastiin kalau lo baik-baik aja, Lin. Gue khawatir... "

"Nggak ada yang perlu lo khawatirin. Gue baik-baik aja."

"Kalau lo merasa baik-baik aja, kenapa lo sampe kabur dan batalin acara pernikahan lo?" Ares sungguh tak bisa lagi menahan rasa penasarannya. Apa yang menyebabkan Yelina membatalkan acara pernikahannya? Wanita itu berkata padanya, jika dia mencintai calon suaminya. Seharusnya, kalau benar-benar cinta, Yelina tidak akan kabur seperti ini.

"Bukan urusan lo," jawab Yelina ketus.

"Lin, gue nggak dianggap sahabat lagi sampe lo nggak mau cerita?"

"Lo bukan sahabat gue lagi... sejak kejadian malam itu."

Ares mendesah. Jujur saja, dia menyesali kejadian malam itu. Hampir saja dia merebut mahkota Yelina. Jika tahu Yelina bakalan seperti ini--menjauhinya, dia tak akan nekat mencium Yelina pada saat itu. Tapi, seingatnya, malam itu Yelina menikmatinya. Bahkan, wanita itu membuka kancing kemeja dan menarik resliting celana yang dikenakannya saat itu. Ares juga ingat persis bagaimana Yelina menekan kepalanya ketika dia mencumbui dada wanita itu. Hingga mereka berdua berakhir tanpa menggunakan sehelai benang pun yang menutupi tubuh mereka.

"Gue udah minta maaf waktu malam itu, Lin. Oke, gue akui kalau gue salah. Tapi, lo juga-- "

Yelina mengangkat tangannya, tanda tak ingin Ares melanjutkan ucapannya.

"Kalau lo nggak culik gue, itu nggak bakalan terjadi! "

Ares bingung harus bagaimana menanggapinya. Di dalam hatinya terus mengumpat. Jujur saja, Ares bukan lah pria polos yang belum pernah merasakan wanita. Lama di luar negeri, kehidupan Ares tidak lurus-lurus saja. Sifat playboy yang menurun dari papanya, sulit untuk Ares hindari. Entah sudah berapa orang wanita yang make out dengannya, belum lagi yang sudah ditidurinya. Maka dari itu, Ares tak yakin untuk menikahi Yelina dalam waktu dekat. Ares takut, dia akan menyakiti wanita itu. Ada banyak hal yang harus Ares benahi terlebih dahulu di dalam kehidupannya. Namun, di sisi lain, Ares juga tidak ingin Yelina dimiliki pria lain. Itu sebabnya dia nekat menyatakan perasaan pada Yelina, supaya wanita itu bisa memikirkan kembali tentang rencana pernikahannya. Tak disangka, keinginan Ares terkabul. Entah Yelina membatalkan pernikahannya karena dirinya atau tidak, Ares senang mendapati kenyataan itu.

"Gue emang salah waktu itu. Tapi, apa yang bisa gue lakuin buat nebus kesalahan gue?"

Yelina memutar tubuhnya menghadap Ares. "Lo pengen gue maafin lo?"

Ares mengangguk cepat.

"Pergi dari hadapan gue sekarang. Jangan pernah tunjukin lagi muka lo dihadapan gue!" Percaya lah, Yelina tak sepenuh hatinya ingin Ares menjauh darinya. Sebab, pria itu menjadi salah satu alasan Yelina membatalkan pernikahannya dengan Arya. Yelina hanya butuh waktu untuk mencerna ini semua. Tentang perasaannya yang ternyata masih ada untuk pria itu.

Dengan berat hati, Ares pergi meninggalkan Yelina. Ares pikir, mungkin wanita itu perlu waktu untuk sendiri.

Setelah kepergian Ares, tangis Yelina pecah seketika.

"Kenapa, Res? Kenapa sesulit itu untuk hilangin perasaan gue buat lo?"

Merasa lebih baik, usai menumpahkan tangisnya, Yelina kembali ke rumah Melisha. Wanita itu tidak tahu, jika Ares mengikutinya dari jauh. Pria itu tidak benar-benar pergi menjauh darinya. Ares ingin memastikan di mana Yelina tinggal untuk saat ini, sebelum pulang ke apartemennya.

***

"Gue kasihan banget sama Mas Arya. Statusnya galau banget," ucap Metha. Mereka bertiga tengah rebahan di kasur king size milik Melisha.

Malam ini, Yelina sudah berniat akan bercerita kepada mereka berdua. Sejak awal datang, Yelina tak langsung bercerita kepada Melisha. Sahabatnya itu juga tak mendesak untuk bercerita.

"Chat dan teleponin gue mulu, nanya udah kabar dari lo apa belum, Yel."

"Gue juga ditanyain mulu," timpal Melisha.

"Gue jadi ngerasa bersalah banget. Padahal kita berdua tahu di mana Yelina," ujar Metha lagi.

Yelina hanya diam saja mendengarkan omongan para sahabatnya itu. Jangankan mereka, dia sendiri pun juga merasa bersalah kepada Arya. Tapi, Yelina merasa jika keputusan yang diambilnya sudah tepat. Memang ada hati yang tersakiti, setidaknya itu lebih baik dari pada dia menyesal di kemudian hari. Menikah dengan seseorang yang sangat mencintainya, sementara di dalam hatinya sendiri masih terukir nama pria lain. Yelina tak mau Arya yang begitu baik padanya, menikah dengannya yang ternyata belum sepenuhnya move on dari masa lalu. Itu sama saja seperti mengkhianati pernikahan mereka.

"Entar gue pasti ngomong sama Mas Arya. Tapi enggak bisa untuk sekarang ini. Gue masih butuh waktu," ujar Yelina kepada kedua sahabatnya tersebut.

"Harus itu, Yel!" seru Metha. "Semoga aja babang tampan itu bisa cepat bisa mengerti."

Metha dan Melisha memang mengagumi sosok mantan calon suami Yelina itu. Bagi mereka, Arya itu paket komplit. Sudah tampan, mapan, terus baik hati juga. Wanita mana pun pasti terpesona akan pria tersebut. Sayangnya, pria itu hanya mencintai satu wanita saja, yaitu Yelina. Seorang wanita yang dicintainya sejak masa kuliah. Adik tingkatnya yang butuh waktu bertahun-tahun untuk mendapatkannya. Walau sudah lulus kuliah waktu itu, Arya tetap mengejar cinta Yelina. Hingga akhirnya wanita luluh dan menerima cintanya.

"Gue mau cerita alasan kenapa gue mutusin buat batalin acara pernikahan gue." Yelina menatap sahabatnya bergantian, kemudian menghela napas sejenak sebelum memulai ceritanya.

"Ya ampun, Yel. Gue nggak nyangka kalau lo itu gamon," seru Metha setelah mendengar cerita Yelina. "Lo kok, nggak pernah cerita sama kita-kita?"

"Gue pikir, gue udah nggak ada rasa lagi sama dia. Tapi, gue salah. Pas udah ketemu lagi setelah sekian tahun nggak ketemu, ternyata perasaan gue ke dia masih ada."

"Cobaan menjelang pernikahan," sahut Melisha. "Tapi keputusan yang lo ambil ada benarnya juga, sih. Lo mau menikah, sementara hati lo masih nyangkut sama orang lain. Kasihan sama Mas Aryanya kalau lo kemarin melangsungkan pernikahan sama dia. Raga lo bisa dimiliki sama dia, enggak dengan hati lo. Sama aja lo khianatin pernikahan kalian kalau tetap lanjut."

"Terus sekarang gimana? Sahabat lo itu udah tahu gimana perasaan lo ke dia saat ini?"

Yelina menggeleng.

"Gue belum ingin dia tahu dulu untuk saat ini. Setidaknya sampai gue bicara sama Mas Arya."

"Ya udah. Gimana pun keputusan lo, kita berdua akan selalu mendukung lo. Semoga jalan lo pilih adalah yang terbaik," ujar Melisha memberi semangat yang diangguki oleh Metha. "Kalau ada apa-apa, cerita sama kita, Yel. Jangan dipendam sendirian aja!"

Yelina tersenyum sembari menganggukkan kepala.

***

Metha hanya menginap semalam saja di rumah Melisha, dikarenakan esok harinya dia harus bekerja. Di antara mereka bertiga, hanya Metha lah yang masih bekerja kantoran. Sedangkan Melisha dan Yelina, membuka usaha. Yelina membuka usaha toko bunga sejak resign dari pekerjaannya, beda dengan Melisha yang dari lulus kuliah sudah memulai usaha sendiri. Dia mempunyai sebuah butik di Kota Bogor.

Karena dia bos, Melisha mempunyai banyak waktu untuk menemani Yelina yang sedang berada di rumahnya. Dia hanya memantau pekerjaannya dari rumah melalui orang kepercayaannya di butik.

"Ada yang nyariin temannya Non Melisha," kata satpam di rumah Melisha.

"Siapa, Pak?" tanya Melisha heran. Pasalnya, Yelina tak bercerita jika akan ada teman yang mengunjunginya.

"Saya lihat ke depan aja," ujar Melisha yang penasaran dengan orang yang mencari sahabat nya itu. Pasalnya, Yelina tengah bersembunyi. Tak ada yang tahu keberadaan Yelina di rumahnya, kecuali Metha. Melisha sempat berpikir bahwa Arya lah yang mencari Yelina. Tapi, Arya saja tidak tahu di mana rumahnya. Masa iya, Metha yang memberitahu? Metha tak mungkin membocorkan tentang keberadaan Yelina kepada pria itu.

"Katanya, lo cari Yelina?" tanya Melisha kepada seorang pria yang sedang berdiri menghadap pagar rumahnya.

Pria itu membalikkan badannya ketika mendengar suara seorang wanita yang seperti nya sedang berbicara padanya.

Gilak! Ganteng banget!!!

Melisha terpesona akan ketampanan pria yang ada di hadapannya saat ini.

"Iya. Lo temannya? Kenalin, gue Ares, sahabatnya Yelina." Ares menjulurkan tangannya kepada Melisha.

"Gue Melisha. Eh, tunggu, lo... Ares?"

Melisha seketika ingat cerita Yelina semalam. Jadi ini yang pria yang membuat Yelina susah move on?

Report
Share
Comments
|
New chapter is coming soon
+ Add to Library

Write a Review

Write a Review
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height