+ Add to Library
+ Add to Library

C4 Chapter 4

Yelina membiarkan ponselnya berbunyi dari tadi. Pasalnya dia sedang kesal pada si itu penelpon di seberang sana. Gara-gara kejadian kemarin siang, Arya jadi bersikap dingin padanya. Tak lama, telponnya berhenti berbunyi, lalu muncul sebuah notifikasi pesan. Rupanya dari penelpon barusan yang tidak Yelina angkat telponnya.

Aries Aderaldo

Knp ga angkat tlpon gue?

5 menit lg gue nyamp d rmh lo.

Mata Yelina membola membaca pesan dari sahabat yang pernah disukainya itu. Dengan cepat, Yelina menelpon balik Ares, namun tidak diangkat.

Mau lo apa sih, Res? Kenapa lo datang di saat gue sebentar lagi udah mau menikah? Tahu ah, pusing?! Yelina memijit keningnya.

Selang berapa menit, ponsel Yelina kembali berdering. Melihat nama Ares terpampang di layar ponselnya, Yelina segera mengangkatnya.

"Mau ngapain lo ke rumah gue??" semprot Yelina begitu mengangkat telpon. "Gue masih kesel ya, sama lo!"

"Gue udah di depan rumah lo."

"What? Lo gilak!!! Ngapain malam-malam ke rumah gue?!?"

"Lo turun sekarang atau gue nekat masuk ke dalam rumah lo!"

"Nggak bisa! Gue lagi dipingit. Jangan macam-macam, mendingan lo pulang sekarang juga."

"Gue nggak mau tahu. Gue tunggu lo di sini. Dalam hitungan 10 menit lo nggak nyampe, gue bakalan nekat masuk."

Sambungan telpon terputus. Yelina berdecak kesal. Kenapa Ares berubah jadi pemaksa begini? Yelina melirik jam di dinding, sudah jam 9 malam. Mamanya bisa heboh kalau tahu dia keluar rumah untuk menemui teman prianya, walau hanya sebatas sahabat. Apalagi Yelina sebentar lagi sudah mau menikah, bisa diceramahin panjang lebar nantinya oleh sang mama. Lebih bahaya lagi kalau Ares nekat ingin masuk mengetuk pintu. Mamanya pasti akan kaget dengan kedatangannya. Ares, mamanya Yelina tahu kalau anaknya tersebut pernah menyukai sahabat yang dulu sering berkunjung ke rumahnya itu.

Mudah-mudahan aja mama dan papa udah tidur.

Perlahan, Yelina membuka pintu kamarnya. Dia melihat sekeliling untuk memastika bahwa semua penghuni rumah sudah tidur. Semua lampu telah dimatikan, Yelina menghela napas lega. Syukurlah kalau semua sudah tidur.

Begitu pintu utama terbuka, Yelina melihat mobil Ares terparkir tepat di depan rumahnya. Dia mempercepat langkahnya menuju mobil itu.

Ares yang menyadari kehadiran Yelina, sontak membuka kaca mobilnya. Dia tersenyum akan wajah cemberut Yelina yang berjalan mendekati mobilnya menggunakan piyama tidur.

"Ada apa? Lo kurang kerjaan banget, tahu nggak?!" seru Yelina kesal.

"Masuk dulu, Lin," ujar Ares melembutkan suaranya.

"Nggak perlu! Gue cuma bentar di sini. Cepetan, lo ada perlu apa sama gue?" tanya Yelina tidak sabar.

"Gue nggak mau ngomong sebelum lo mau masuk."

Yelina memejamkan matanya--menahan emosi, lalu berujar, "Oke, gue masuk. Nggak pake lama ngomongnya!"

Setelah masuk ke dalam mobil Ares, Yelina memutar badannya menghadap Ares dengan bersidekap dada. "Gue masih marah ya, sama lo. Maksud lo kemarin siang itu apa?"

Ares menaikkan alisnya. "Emang kenapa dengan kemarin siang?"

Yelina bersungut-sungut, "Jangan pura-pura amnesia deh! Gue kesel sama lo. Gara-gara elo, sampai sekarang calon laki gue diemin gue. Puas lo?!!?"

"Kalian berantem nih, ceritanya?" Ares malah tertawa. "Gue cuma pengen tahu gimana reaksinya pas gue bilang gitu. Oh... ternyata dia cemburuan."

"Nggak lucu!" desis Yelina. Kemudian wajahnya berubah sendu. "Bentar lagi gue mau nikah, Res. Kurang dari 3 minggu lagi. Gue nggak pengen dia jadi kehilangan kepercayaan sama gue."

Ares menatap lekat Yelina yang sudah merubah posisinya menghadap ke depan. Ares sudah memikirkan hal ini sejak beberapa hari yang lalu. Baiklah... dia akan mencoba usahanya.

"Elin... ikut gue bentar, mau? Ada yang ingin gue omongin, penting. Tapi enggak bisa di sini. Lo bisa? Gue janji, dekat sini aja dan cuma sebentar."

Setelah berpikir sejenak, Yelina mengangguk. "Janji? Sebentar aja."

Mobil Ares berhenti di taman yang letaknya tidak jauh dari rumah Yelina. Setelah menghentikan mobilnya di pinggir jalan, Ares memutar badannya menghadap Yelina.

"Lin... gue mau nanya sesuatu."

"Apa?"

"Lo beneran mau nikah secepat ini?"

Alis Yelina terangkat mendengar pertanyaan dari Ares. Dia merasa ada yang aneh dengan Ares.

"Iya. Emang kenapa lo nanya kayak gitu?"

"Gue-- "

Ucapan Ares terhenti. Yelina sungguh penasaran apa yang ingin dikatakan pria itu.

"Kenapa?" tanya Yelina penasaran.

"Gue... gue nggak pengen lo nikah sama dia." Ares mengalihkan pandangannya setelah mengucapkan kalimat itu.

Yelina tertawa kecil akan ucapan Ares. "Lo aneh banget malam ini. Tiba-tiba datengin rumah gue, terus sekarang malah bilang nggak pengen gue menikah sama tunangan gue."

"Gue serius, Elin!" seru Ares tak suka akan tanggapan Yelina yang mengiranya bicara omong kosong.

Ares mengacak rambutnya frustasi. Sungguh, dia tidak rela kalau Elinnya menjadi milik orang lain. Jauh dari Yelina, sekian tahun tidak bertemu, membuat Ares tersiksa. Sebenarnya dari dulu Ares sudah mengetahui kalau diam-diam menyukainya. Namun, Ares merasa tidak pantas disukai oleh sahabatnya itu. Yelina terlalu baik untuknya. Ares tidak ingin menjadikan Yelina pacar dulunya karena tidak ingin menyakiti hati wanita itu. Kalau dia menjalin hubungan dengan Yelina, dia takut suatu saat sewaktu putus, mereka akan saling menjauh. Ares sengaja memilih kuliah di luar agar bisa menghapus perasaannya pada Yelina. Iya... Ares juga menyukai sahabatnya itu. Ares malah tidak bisa benar-benar menjauh. Dia sering bolak-balik ke Indonesia untuk mengetahui keadaan Yelina. Ares juga tahu, Yelina sengaja mengganti nomor ponselnya. Hanya saja, Yelina tidak pernah menyadari akan kehadiran Ares yang sesekali muncul di dekatnya.

Bertemu secara langsung dengan Yelina sewaktu mengambil pesanan mamanya di butik, membuat Ares senang. Namun, dia tersenyum kecut saat mengetahui Yelina akan menikah sebentar lagi. Ares melewatkan sesuatu tentang Yelina, dipikirnya wanita itu tidak menjalin hubungan dengan siapapun. Ares kecolongan. Walau Ares belum siap sepenuhnya untuk menikah, tapi dia tidak ingin Yelina menikah dengan orang lain. Dia ingin Yelina menunggunya.

Tawa Yelina sontak terhenti. "Why? Gue nggak ngerti apa maksud lo."

"Sekarang gue tanya... apa lo udah bisa move on dari pria yang lo sukai selama bertahun-tahun?"

"Ma-maksud lo?" Yelina gugup seketika. Apa Ares tahu jika dia pernah menyukai seorang pria, yang tak lain adalah Ares sendiri?

Ares menyeringai begitu melihat reaksi gugup Yelina. "Gimana kalau pria yang lo suka itu ternyata mempunyai perasaan yang sama dengan lo?"

"Gue nggak ngerti." Yelina memalingkan wajahnya.

"Gue juga suka sama lo, Elin."

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height