+ Add to Library
+ Add to Library

C8 Chapter 8

H-2 menjelang pernikahannya dengan Arya, Yelina masih diliputi keresahan. Sudah melakukan berbagai macam prosesi menjelang hari bersejarah dalam hidupnya, tak lantas membuat hati Yelina tenang. Bayangan kesalahan yang dilakukannya bersama Ares, terus menghantuinya. Ingin berkata jujur kepada Arya, sangat tidak mungkin. Yelina bingung harus bagaimana?

Ares memang tak ada menghubunginya lagi. Namun, setelah kejadian malam itu, Yelina malah sering kepikiran pria itu. Seharusnya tidak boleh bukan, memikirkan pria lain di saat diri sendiri sudah akan menjadi istri seseorang?

Yelina meraih album foto yang dikeluarkannya dari laci mejanya. Di sana, ada banyak foto dirinya bersama Ares semenjak mereka menggunakan seragam dengan bawahan berwarna biru. Kemari Yelina terulur menyentuh salah satu foto yang terdapat di album itu. Di foto itu terlihat Ares yang mencium pipinya. Yelina ingat, itu di acara kelulusan mereka waktu SMP.

Yelina mengingat semua kenangan yang dilewatinya bersama Ares. Ares memang selalu memprioritaskan dirinya dibanding pacarnya sendiri ketika pria itu sedang memiliki seorang kekasih. Namun, sikap Ares juga kadang menyakitinya. Beberapa kali Yelina melihat Ares bermesraan dengan kekasihnya.

Yelina memegang dadanya. Apa rasa itu masih ada?

Mengingat kejadian di hotel waktu itu, Yelina ragu akan perasaannya kepada Arya. Apa hatinya sudah benar-benar dimiliki seutuhnya oleh pria yang akan menjadi suaminya tersebut? Yelina rasa, jawabannya adalah tidak. Kalau iya, tidak mungkin dia bisa dengan mudahnya bercumbu dengan pria yang notabene-nya merupakan sahabatnya sendiri. Yelina saat itu sadar persis sebelum Ares memulainya. Bahkan, dia memejamkan mata seolah menunggu Ares menciumnya. Hingga berakhir, dengan saling bergumul mesra di atas kasur. Andai saja tidak disadarkan oleh bunyi ponsel, mungkin saja dia telah menyerahkan mahkotanya kepada Ares.

Setelah berhari-hari menerka, Yelina yakin, jika rasa cintanya kepada Ares masih ada.

Yelina menutup album fotonya kembali. Dia ingin berbicara mengenai ini dengan mamanya. Rasanya menyakitkan jika dia memendamnya sendiri. Yelina butuh seseorang untuk diajak bicara. Dan Hanum--mamanya, adalah orang yang dirasanya tepat untuk dijadikan tempat berkeluh kesah mengenai apa yang dirasakannya belakangan ini.

***

Hari ini adalah hari di mana akan dilangsungkannya pernikahan Yelina. Setelah menimang-nimang, Ares memutuskan untuk datang di hari pernikahan sahabatnya itu walau hatinya sakit. Membayangkan Yelina bersanding dengan pria lain di pelaminan saja membuat hatinya sakit. Namun, dia mencoba untuk tetap tenang. Sebagai seorang sahabat, dia seharusnya ikut bahagia karena ini adalah momen penting dalam hidup Yelina. Ares menatap undangan di tangannya dengan tersenyum getir. Mungkin ini kah waktunya dia harus benar-benar merelakan Yelina menjadi milik orang lain.

Ares merapihkan penampilannya di kaca mobil sebelum menuju ballroom hotel tempat diselenggarakannya pernikahan Yelina. Tiba di depan lobi, Ares sama sekali tidak melihat karangan bunga ucapan selamat atas pernikahan Yelina.

Apa gue salah tempat? batin Ares. Dari pada salah masuk, Ares menghampiri security yang berada di lobi hotel.

"Pak, saya mau nanya. Apa di ballroom hotel ini, ada yang melangsungkan pernikahan hari sekarang?"

"Setahu saya buat hari ini kosong, Mas. Nggak ada yang mengadakan resepsi pernikahan di sini."

"Oh, gitu ya, Pak? Terima kasih buat infonya. Sepertinya saya salah tempat."

"Iya, Mas."

Ares kembali menuju mobilnya. Dia meraih undangan yang tadi diletakkannya di atas dashboard. Gue nggak salah tempat. Tapi, kenapa security barusan bilang nggak ada resepsi pernikahan hari ini di sini? Apa Yelina memindahkan tempat resepsinya?

Ares bingung. Ingin menelpon Yelina, tidak mungkin rasanya. Mungkin saja wanita itu sedang sibuk di pelaminan dan tidak memegang ponsel. Lagi pula, sejak kejadian di hotel malam itu, Ares berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengganggu Yelina lagi. Akhirnya Ares memutuskan untuk menuju rumah Yelina. Siapa tahu acara resepsinya pindah ke rumah atau dia bisa mendapat petunjuk tempat resepsinya dari orang yang berada di rumah Yelina, seperti asisten rumah tangga.

Saat tiba di rumah Yelina, kebetulan pagar rumah wanita itu sedikit terbuka. Di dalam pagar rumah, ada dua mobil yang terparkir. Dengan ragu, Ares melangkahkan kakinya ke arah pintu utama. Tiba di depan pintu, Ares mengetuknya.

Tak lama, seorang wanita paruh baya yang Ares kenal membukakan pintu. Muka wanita itu nampak sembab.

"Ares?"

"Tante?"

Ares menyalami Hanum--mama dari Yelina. Entah sudah berapa tahun dia tidak bertemu dengan mama dari sahabatnya itu. Dulu sewaktu masih sekolah Ares beberapa kali main ke rumah Yelina, terkadang menjemput atau mengantar Yelina pulang sekolah jika tidak sibuk dengan pacarnya.

"Umm... Tan. Bukannya hari ini adalah hari pernikahan Elin?" tanya Ares to the point. Dia merasa aneh melihat Hanum yang menggunakan daster. Dan juga, rumah ini tampak sepi. Tidak ada tanda-tanda adanya acara pernikahan. Tidak ada dekorasi atau semacam itu. Ares semakin bingung dibuatnya. Dalam hatinya penuh tanda tanya.

"Ayo, masuk ke dalam dulu," ujar Hanum ramah. "Tante akan jelasin di dalam."

"He-eh iya, Tan." Ares menggaruk tengkuknya, canggung. Sudah lama sekali dia tidak berkomunikasi dengan Hanum. Ares mengikuti langkah Hanum masuk, hingga wanita paruh baya itu duduk di sofa.

"Duduk, Res. Tante mau bikinin minum. Kamu mau minum apa?"

"Nggak usah repot-repot, Tan. Aku sebenarnya ke sini karena tadi balik dari hotel tempat resepsi yang tertera di undangan."

Hanum manggut-manggut. Dia menghela napas berat sebelum bercerita. "Sebenarnya Yelina batal menikah hari ini. Dia meninggalkan rumah... kemarin."

Ares terkejut mendengar ucapan Hanum. Dia sungguh tidak menyangka kalau Yelina membatalkan acara pernikahannya dan malah kabur dari rumah. "Ta-tapi... kenapa, Tan?"

"Tante juga nggak tahu alasannya," ujar Hanum dengan wajah murung. "Res, waktu terakhir kali kamu bertemu dengan Yelina, apa yang kalian bicarakan?"

Ares menegang ditanya seperti itu oleh Hanum. Apa mama dari Yelina ini mengetahui pertemuan mereka malam itu?

"Tante tahu malam itu Yelina habis pergi sama kamu."

Ares meringis. Tak menyangka jika Hanum mengetahui hal itu.

"Sebenarnya, 2 hari yang lalu, Yelina juga sempat cerita kalau dia lagi bingung dengan perasaannya. Cuma, Tante udah nasehati jika itu wajar saja terjadi sebelum pernikahan. Itu namanya ujian menjelang pernikahan. Tapi, Tante nggak nyangka jika dia mengambil keputusan begini. Dia ninggalin surat yang isinya tidak bisa melanjutkan pernikahannya."

Hanum nampak terpukul dengan kepergian anak sulungnya itu. Sudah hari kedua, namun tidak ada kabar juga mengenai anaknya itu. Dan juga, dia merasa bersalah dan malu besar terhadap keluarga Arya.

"Apa kamu ada ketemu Yelina lagi setelah itu? Tante inget, waktu itu Yelina bilang datang ke acara reuni. Apa kalian bertemu di sana?"

"Tan, saya-- "

Ucapan Ares terhenti ketika mendengar suara Bimo--papanya Yelina.

"Kamu rupanya di sini." Bimo menatapnya dengan mata penuh amarah. "Jangan berpura-pura lagi. Sekarang cepat katakan, di mana kamu menyembunyikan putri kami???! Bisa-bisanya kamu menghasut dia untuk membatalkan acara pernikahannya sendiri."

Ares terkejut. Dia benar-benar sama sekali tidak mengetahui keberadaan Yelina. Dia saja baru tahu jika acara pernikahan sahabatnya itu dibatalkan. Dari dulu, Bimo memang kurang suka kepadanya. Berbeda dengan Hanum yang ramah. Mungkin karena tahu dia berasal dari keluarga broken home, makanya Bimo kurang setuju jika Yelina bergaul dengan Ares.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height