+ Add to Library
+ Add to Library

C9 Chapter 9

Ares bingung. Dia tidak tahu harus bagaimana merespon kenyataan yang didapatinya pagi ini?

Ares menyeka sudut bibirnya yang mengeluarkan darah begitu keluar dari rumah Yelina. Bimo menghajarnya padahal Ares sudah berkali-kali mengatakan jika tidak mengetahui apa pun mengenai Yelina yang mendadak menghilang.

Ares menyandarkan kepalanya di kursi mobil. Dia memijat alisnya. Kejadian hari ini sama sekali tidak terduga olehnya. Jujur saja, dia senang mengetahui Yelina yang tidak jadi menikah. Katakan lah dia jahat, tapi dia merasa kali ini dewi fortuna berpihak kepadanya. Apa artinya Yelina masih mempunyai rasa padanya hingga membuat wanita itu pergi menjelang acara pernikahannya? Mengingat itu, seulas senyuman mengembang di sudut bibir Ares. Berarti, apa dia masih mempunyai harapan untuk memiliki Yelina?

Tak mau berlama menunda waktu lagi, Ares melajukan mobilnya untuk mencari keberadaan Yelina. Dia akan mencoba mencari ke beberapa tempat yang pernah mereka kunjungi dulu dan menghubungi beberapa teman Yelina sewaktu SMA selain yang wanita. Ares sangat menyayangkan dirinya yang tidak mengenal seorang pun dari teman kuliah Yelina. Sehingga dia tidak bisa bertanya semisal Yelina tidak ada di rumah salah satu teman sekolah mereka.

Setelah 2 jam lamanya mencari ke beberapa tempat yang dulu pernah dikunjunginya bersama Yelina, Ares tak juga menemukan sosok wanita itu. Bahkan, Ares juga sempat mencari ke sekolah mereka dulu. Dia berharap siapa tahu saja Yelina mampir ke sekolahnya itu. Namun, hasilnya nihil. Beberapa teman Yelina yang wanita sewaktu masih sekolah juga sudah dihubungi oleh Ares. Mereka semua tidak ada yang mengetahui keberadaan Yelina sekarang. Mereka malah bertanya pada Ares mengenai penyebab batalnya pernikahan Yelina. Ya, memang berita mengenai Yelina tengah heboh di grup SMA mereka. Si tersangka sendiri yang baru beberapa minggu bergabung di dalam grup tersebut, nomor ponselnya tidak aktif.

"Lo ke mana sih, Lin?" Ares menggeram frustasi. Sebelum mengemudikan mobilnya kembali, dia meraih ponsel dan membuka aplikasi instagram. Dia mengetikkan sebuah pesan ke salah satu akun yang sering menjadi perhatiannya dari dulu. Akun itu terlihat aktif sekitar 3 hari yang lalu. Tak apa, apa salahnya dia mencoba. Semoga saja Yelina membalas pesannya.

Di instagram milik Yelina, tidak begitu banyak foto yang di post wanita itu. Hanya kurang dari 10 foto. Hanya satu saja foto dirinya yang diambil dari arah samping, dan selebihnya berupa foto bunga dan quote. Tidak ada foto bersama teman yang bisa Ares jadikan petunjuk. Ares benar-benar tidak tahu, siapa teman dekat Yelina sekarang.

***

Sudah hari kedua Yelina bersembunyi di rumah temannya yang berada di daerah Bogor. Awalnya, temannya itu terkejut melihat kedatangan Yelina. Dia baru akan bersiap untuk berangkat ke Jakarta sebagai salah satu bridesmaid dari wanita itu. Namun, tak menyangka, jika calon pengantin malah melarikan diri ke rumahnya.

"Yel, gue mau ke rumah teman SMA gue bentar. Lo mau ikut atau tunggu di rumah aja?" tanya Melisha--salah satu teman dekat Yelina di bangku kuliah. "Gue enggak lama, kok. Oh ya, Metha entar sore bakalan ke sini. Katanya mau nginep juga. Coba lo tanya, dia mau jalan jam berapa dari rumahnya?"

Melisha dan Metha adalah dua orang sahabat Yelina di bangku kuliah. Melisha berdomisili di Sentul, Bogor dan Metha yang tinggal di Jakarta juga seperti Yelina. Dan Yelina, lebih memilih bersembunyi di rumah Melisha yang cukup jauh dari rumahnya. Di salah satu perumahan yang cukup besar di kawasan Sentul. Metha sudah diberitahu oleh Melisha sejak pertama Yelina datang ke rumahnya. Tentu saja temannya itu terkejut.

"Sha, gue belum bisa aktifin HP," ujar Yelina cemberut. "Tolong lo tanyain aja, dia mau dateng jam berapa? Gue di rumah lo aja kayaknya. Nggak apa-apa, 'kan?"

"Oh ya udah kalau gitu, gue coba tanya Metha dulu. Nanti kalau lo ada perlu, panggil Bibi aja." Kebetulan kedua orang tua Melisha sedang pergi keluar daerah. Dan dia hanya bersama asisten rumah tangga dan satpam saja di rumahnya. Melisha mengetikkan pesan kepada Metha.

Yelina mengangguk.

Sebelum pergi, Melisha meninggalkan kunci motor di atas nakas. "Ini kunci motor kalau lo mau pergi keluar beli sesuatu. Kalau nggak, lo bisa minta tolong sama Pak Mudi."

"Metha baru mau jalan katanya," ujar Melisha lagi, sesaat setelah mendapatkan balasan pesan dari Metha. "Dua jam-an lagi palingan nyampe sininya."

***

Sambil menunggu Metha datang, Yelina memutuskan untuk keluar rumah Melisha sebentar menggunakan motor sahabatnya itu. Dia pergi ke sebuah tempat yang berada tidak jauh dari rumah Melisha. Hanya menempuh jarak sekitar 15 menit saja, dia sudah tiba di tempat tujuannya. Yelina menghentikan motornya di pinggir jalan dan dia turun dari motor. Dia duduk di atas rumput menghadap ke arah depan--menikmati pemandangan yang ada di hadapan matanya.

Tempat yang dikunjungi saat ini ada perbedaan dari beberapa tahun yang lalu saat dia ke sini bersama Ares. Di dekat sini, sekarang sudah ada cafe bernuansa alam yang ramai dikunjungi remaja pada umumnya. Dulunya, tempat ini begitu sepi. Tak banyak orang yang melewati jalan ini jika ingin ke arah puncak.

Yelina tentunya masih ingat betul jalan kenangan bersama Ares sewaktu masih berseragam putih abu-abu. Ares lah yang mengenalkan tempat ini kepadanya dulu. Sudah beberapa kali menginap di rumah Melisha, baru kali ini Yelina terpikir untuk mengunjungi tempat ini. Tempat yang pernah dikunjunginya bersama Ares.

Walau sudah siang, cuaca di sini tak terasa panas. Mungkin karena masih banyak pepohonan di sekitarnya. Angin sepoi-sepoi yang berhembus pelan membuat Yelina lebih tenang. Melupakan sejenak tentang semua kekacauan yang telah dibuatnya dengan meninggalkan acara pernikahannya, Yelina memejamkan matanya.

Sebelum pergi, di dalam perjalanan, Yelina sempat berkirim pesan kepada Arya. Dia meminta maaf kepada pria itu. Usai mengirimkan pesan, Yelina mematikan ponselnya tanpa menunggu balasan dari Arya. Yelina merasa bersalah. Dia rasa, jika dia tetap melanjutkan pernikahan dengan Arya, rasanya tidak adil bagi pria itu. Hati Yelina lebih berat kepada Ares. Apa lagi setelah kejadian malam itu. Yelina semakin yakin dengan keputusannya.

Saat ini, dia hanya ingin menenangkan diri sesaat. Tidak lama. Jika merasa lebih baik dan merasa siap untuk menghadapi semuanya, dia akan pulang ke rumah.

Saking asiknya menikmati semilir angin yang berhembus membelainya, Yelina tak menyadari jika ada seseorang yang menghentikan mobil tak jauh dari motornya berada. Orang itu tersenyum ketika melihat wajah Yelina dari arah samping. Perlahan, dia melangkahkan kaki ke arah wanita itu.

Tak disangkanya, bahwa orang yang dari tadi membuatnya pusing, datang ke tempat yang pernah mereka datangi dulu. Tempat favoritnya jika sedang ditimpa masalah berat. Dia selalu meminta ditemani oleh orang itu ke tempat ini. Awalnya, dia tak begitu yakin akan menemui orang itu di sini. Namun, dia tetap meyakinkan dirinya untuk mencoba datang ke tempat ini.

"Nggak jauh beda dari dulu. Pemandangannya masih bagus."

Yelina yang mendengar suara seperti tak asing olehnya, segera membuka matanya. Menoleh ke samping, matanya membolak ketika mendapati seseorang yang tengah menatapnya lekat.

"Ares?"

"Gue senang, ternyata lo masih inget tempat favorit kita." Ares tersenyum hangat padanya.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height