Sweet Dream Cinderella/C5 Dan kecelakaan itu terjadi
+ Add to Library
Sweet Dream Cinderella/C5 Dan kecelakaan itu terjadi
+ Add to Library

C5 Dan kecelakaan itu terjadi

Di sebuah ruang pertemuan. Vania menggeram marah penuh dendam. Awalnya dia telah merancakan semuanya. Dia akan meminta bantuan Qianzie dan bangkit dari keterpurukan. Tapi dia tak menyangka, bahwa wanita itu akan menolaknya mentah-mentah.

Lexsi yang melihat raut wajah kesal ibunya tak bisa tenang. Dia jelas berada dalam rasa kesal yang sama. "Bu apa yang harus kita lakukan? Sekarang apa yang kita miliki untuk memulai hidup baru? Aku tak ingin hidup di jalanan. Tidak, aku tak ingin hidup miskin dan mengemis ngemis,"

Vania bergerak memeluk putrinya. "Tidak, kita tidak akan berakhir seperti itu. Kau hanya cukup menjadi cantik, dan ibu akan mengurus sisanya."

"Kenapa semua menjadi seperti ini?" Lexsi menangis frustasi. Dia selalu hidup dengan sangat manja dan selama dua tahun terakhir ini hidup sudah terlalu sulit untuknya.

Vania tak bicara karena juga tak dapat melakukan apapun. Dia hanya mencoba menenangkan putrinya dengan memberikan beberapa kata penyemangat.

"Apakah aku harus datang ke rumah utama Reegan? Ibu, kurasa--"

"Mereka tak akan membantu," potong Vania lembut. "Apakah kau lupa? Mereka juga dalam masa pemulihan setelah anjloknya harga saham."

Mata Lexsi berkilat marah. Dia mengingat kabar peperangan dua tahun lalu yang menggemparkan kota Z. "Itu, apakah peperangan dua keluarga itu benar-benar karena Ellina? Kenapa dia selalu saja membawa masalah?"

Vania hanya diam karena tak tahu harus menjawab apa. "Jangan beramsumsi, kita tak tahu kebenarannya."

"Tapi bu, itu terjadi setelah tiga bulan pertunangan mereka. Ibu juga tahu, hal apa yang di lakukan Ernest saat pertunangan itu terjadi? Bahkan, Lykaios dan Alvian juga berdiri di sisinya! Bagaiama bisa, bagaimana bisa orang sepertinya melakukan ini padaku!"

Lexsi berteriak marah dan histeris. "Dia menghancurkanku! Ibu, dia berani melawanku!"

"Tenanglah, Lexsi, tenanglah." bujuk Vania lemah lembut. "Dia telah tiada. Ingat, dia telah mati."

Tatapan Lexsi berkilat marah. Dia merutuk penuh kata kesal dan kebencian. "Lalu kenapa? Kenapa kita terseret bersamanya? Aku bahkan ta sanggup hidup jika harus berada di jalanan. Ibu, aku tak bisa, aku tak bisa,"

Vania yang awalnya tenang menjadi terprovokasi karena melihat anaknya yang sangat membenci. Perasaanya menjadi sangat buruk dan tatapan penuh dendam juga terlintas.

"Ibu dan anak tak berbeda. Sama-sama pembawa petaka hingga kematian jauh lebih baik."

Vania memejamkan matanya, ingatan wajah cantik Delvina terbayang. Dan dia tak bisa menahan amarah di hatinya. Selanjutnya wajah Ellina juga ikut serta. Membuat perasaan Vania semakin gelap.

"Jika dia masih hidup, maka aku harus membunuhnya! Ibu, aku harus menghancurkannya. Aku harus menyaksikan kematian dan penderitaannya!"

Vania mengangguk setuju. Mereka berdua saling menenangkan dan berpikir lebih dalam lagi. Hingga saat suasana hati mereka terkendali, mereka keluar dari ruangan. Menuju mobil dan mulai melaju memasuki jalan utama.

Namun itu belum jauh. Saat mereka melihat sebuah mobil truk pengangkut barang melaju dari arah berlawanan dengan kecepatan tinggi tak terkendali menuju ke arah mobil Vania. Lexsi membelalakkan matanya dan dengan erat memegang tali sabuk pengamannya. Berteriak keras agar kesadaran dan kendali mobil yang di pegang ibunya menemukan jalan lain.

"Ibuuu...!"

Semua terlihat sangat cepat. Namun siapa yang menyangka, tiba-tiba sebuah mobil hitam dengan kecepatan yang sama tinggi melaju dari samping mobil Vania dan menabrak sisi depan mobil truck tersebut. Mobil itu berputar cepat hingga membuat mobil Vania keluar dari jalur dan kendali menjadi sangat berantakan. Mobil Vania melaju menabrak sebuah toko dan menyebabkan bagian depan mobil rusak.

Selanjutnya, di jalan utama tabrakan beruntun terjadi. Bunyi rem bahkan benturan keras itu cukup mengiris hati. Beberapa menit kemudian ledakan terjadi. Kebakaran tak bisa di hindari dan menyebabkan beberapa mobil hangus secara bersamaan. Berita ini naik dengan cepat hingga beberapa polisi datang memeriksa.

Sedangkan di dalam mobil, Vania dan Lexsi tak sadarkan diri. Keramaian memadat hingga dengan cepat Vania dan Lexsi dikeluarkan dari dalam mobil. Beberapa orang dengan segera memanggil ambulan dan mengirim keduanya menuju rumah sakit terdekat.

***

Di dalam lobi hotel Canuto, Aldric baru saja merasa sangat bahagia. Tiba-tiba handphonenya berdering dan informasi tentang keadaan tabrakan beruntun menyambut. Hatinya terengut, dengan langkah cepat dia menuju rumah sakit dengan tergesa. Semua kebahagian yang baru saja dia rasakan seakan menghilang begitu saja.

Saat Aldric tiba di rumah sakit dia tak bisa tenang menunggu hasil pemeriksaan. Di dalam ruangan yang tertutup, Vania dan Lexsi jelas sedang di tangani dengan cepat. Berharap semua membaik, saat pintu ruangan itu terbuka, Aldric dengan cepat menghampiri dokter yang telah menangani anak dan istrinya.

"Dokter, bagaimana dengan kondisi anak dan istri saya?"

Dokter itu tersenyum tipis. "Sebuah berkah dapat selamat dari kecelakaan maut seperti itu. Anak dan istri anda baik-baik saja. Hanya mengalami luka ringan dan gegar otak. Namun keduanya dapat di tangani dengan baik. Anda bisa melihatnya sekarang,"

Aldric segera masuk dan tertegun saat melihat Vania dan Lexsi tengah berbaring dengan perban di beberapa bagian. Perasaannya menghangat dan air mata turun perlahan. Dia mengingat Delvina untuk sementara waktu dan begitu bahagia saat mendapati Vania dan Lexsi selamat. Dia maju dan memeluk Vania lalu Lexsi secara bergantian.

"Sayang,"

"Ayah,"

Aldric tak bisa menahan rasa bersyukurnya. "Apakah kalian baik-baik saja? Bagian mana yang sakit? Apakah sudah diperiksa dengan benar? Ayo periksa lagi, aku takut kehilangan kalian."

Vania dan Lexsi tersenyum pada deretan pertanyaan Aldric yang penuh khawatir. Vania merasa senang karena tahu bahwa suaminya benar-benar peduli padanya. Sedangkan Lexsi juga merasakan hal yang sama.

"Kau tak perlu khawatir, kami baik-baik saja," ujar Vania lemah.

"Ibu benar. Kami baik-baik saja meski sedikit syok. Kita juga tak membutuhkan rawat inap. Jadi ayah, tak perlu khawatir. Benar kan bu?"

Kening Aldric mengerut. Dia menatap Lexsi sekilas lalu pada istrinya. "Kalian terluka. Bagaimana bisa aku membawa kalian pulang?"

"Tapi," sela Lexsi pelan. "Kita tak akan punya biaya untuk membayar biaya rumah sakit. Ini adalah rumah sakit milik keluarga Blade. Dan disini biaya rawat inapnya sudah pasti sangat mahal. Ayah, kami baik-baik saja, kita bisa menyimpan uangnya untuk keperluan lainnya."

Mendengar penuturan Lexsi yang lembut, hati Aldric tersentuh. Dia tak menyangka bahwa anak tirinya akan memikirkan seluruh keadaan hingga sedemikian rupa. Selama ini dia selalu berpikir bahwa anak tirinya hanyalah anak manja yang tak akan tahan sakit atau memikirkan kondisi keluarga, tapi hari ini, matanya kembali terbuka.

"Anak baik," ucap Aldric sambil mengelus puncak kepala Lexsi. "Bagaimana bisa aku tak melihat kedewasaanmu dan mengabaikan gadis berbakti sepertimu? Aku bahkan salah membesarkan anak luar dan menangis akan kepergianya yang tak kembali. Tapi aku tak melihat bahwa aku memiliki anak sebaik dirimu,"

Mendengar kata-kata yang sangat tulus lalu sebuah pelukan hangat yang lama membuat Lexsi tertegun. Ini pertama kali baginya melihat Aldric mengakui keberadaannya dan memeluknya penuh rindu. Hatinya tercubit dan air mata tiba-tiba mengalir di kedua sudut matanya.

"Ayah," rengek Lexsi kemudian. Dia menangis pelan dalam pelukan ayahnya.

Melihat keadaan itu Vania tersenyum. Akhirnya Aldric menatap Lexsi dan mengakui keberadaannya. Akhirnya Lexsi dapat menggantikan Ellina yang telah lama tinggal. Memikirkan itu hatinya sangat bahagia.

"Kalian tak perlu khawatir. Kita punya cukup banyak uang untuk biaya pengobatan dan rawat inap. Mulai besok, hidup kita akan baik-baik saja dan kembali seperti semula."

Vania dan Lexsi saling berpandangan. Mereka baru tak bertemu beberapa jam dan kini Aldric mengatakan semua baik-baik saja. Apa yang terjadi? Apa yang telah mereka lewatkan?

"Sayang, apa maksudmu? Tabungan kita tak mencukupinya. Dari mana kau memiliki uang sebanyak itu?" tanya Vania ingin tahu. Dia harus memastikan semuanya.

Aldric menggengam tangan Vania lembut. "Aku mendapatkan investor. Dia terlalu baik. Dia hanya menginginkan tanah bagian timur menjadi milik mereka. Dan mereka akan membantu kita hingga kembali ke tempat semula."

Vania dan Lexsi saling berpandangan lagi. Itu adalah masalah mereka semua. Dan kini masalah itu selesai tanpa mereka harus melakukan sesuatu. Betapa takdir yang baik, mereka benar-benar merasa harus mensyukurinya.

"Dia pria yang sangat baik. Lexsi, kau harus menemuinya nanti. Dia orang yang sangat lembut," tambah Aldric lagi.

Mendengar itu Lexsi tersenyum tersipu. Jika pria ini mampu membantu keluarganya bangkit, itu artinya orang ini setara dengan Kenzie. Hutang keluarganya tidak sedikit. Dan mereka hanya menginginkan hal kecil untuk bagian mereka. Bukankah mereka terlalu bermurah hati? Kini Lexsi menjadi sedikit penasaran.

"Baik ayah, karena ayah mengatakan begitu, maka aku akan menemuinya dan mengucapkan terimakasih."

Vania tersenyum lembut dan menangis. "Sayang, itu artinya keluarga kita selamat' kan?"

Aldric mengangguk. "Kalian bisa di rawat dengan tenang. Biaya bukan masalah kita sekarang."

"Tapi, dari mana kau menemukan orang yang baik seperti itu?" tanya Vania hati-hati.

"Dia orang dari perusahaan L. V. dan mereka tahu tentang kita dari lelang semua sisa aset kita. Dan dia tertarik pada tanah bagian timur. Hanya itu,"

"L. V.? Maksud ayah L. V. Technology?" tanya Lexsi penasaran. Dia harus memastikan pendengarannya. Di kota Z, siapa yang tak tahu perusahaan L. V.? Dan ayahnya tiba-tiba memiliki bantuan dari keluarga kaya raya tersebut. Ini benar-benar diluar dugaannya.

Aldric mengangguk. "Kau benar. Dia berasal dari L. V. Technology."

"Tapi ayah, dia berasal dari negara Y. Apakah itu tidak apa-apa? Mereka tak mencoba menipu kita kan?"

"Lexsi, kau tak perlu khawatir. Dia benar-benar orang dari L. V. mereka akan mendirikan anak cabang di negara kita. Itu sebabnya dia menginginkan tanah kita bagian timur,"

Vania lega. Tapi keningnya mengerut. Dia mengingat sesuatu. "Sayang, tanah itu. Bukankah itu tanah yang Ellina miliki dari peninggalan Delvina?"

Wajah Lexsi bergeser. Dia tak tahu tentang ini. Ellina memiliki tanah peninggalan ibunya? Kenapa dia tidak tahu. Kenapa lagi-lagi dia melebihi dirinya. Benar-benar mengesalkan.

Aldric mengangguk. "Itu hanya sebidang tanah. Bukan apa-apa. Dia di besarkan oleh keluarga Rexton sebelumnya. Sudah hal seharusnya untuk membantu kita saat kita dalam kesulitan. Lagi pula, dia tak ingat tentang ibunya. Ditambah dia tak pernah terlihat selama dua tahun terakhir. Kita bahkan tak tahu bahwa dia masih hidup atau mati. Jadi, itu bukan masalah besar,"

Mendegar penuturan ayahnya, Lexsi tiba-tiba menyahut. "Ayah, bagaimana jika kakak kembali? Bagaimama jika kakak menginginkan tanah itu?"

Vania yang mendengar itu sedikit khawatir tapi menyembunyikannya. "Lexsi benar,bagaimana jika dia kembali dan mendapatkan ingatannya? Lalu meminta semuanya."

"Tidak. Dia tak akan bisa. Karena aku akan mengurus masalah ini melalui hukum. Aku sudah mengeluarkannya dari keluarga Rexton secara permanen. Lagi pula tanah itu akan di jual. Pihak L. V. menginginkannya."

"Tapi ayah," sela Lexsi. "Itu terlihat sedikit tak seimbang. Itu hanya sebidang tanah dan mereka membantu kita sangat banyak. Apakah mereka benar-benar tulus melakukan itu? Aku hanya takut kita semakin terpuruk," jelas Lexsi hati-hati.

"Kalian tak perlu khawatir. Aku akan mengurus semuanya, dan kita akan kembali pada posisi semula."

Vania dan Lexsi merasa sangat bahagia. Mereka tak perlu memikirkan cara untuk meminta bantuan siapapun. Tapi bantuan itu datang sendiri. Bukankah takdir begitu baik?

Tapi itu lagi-lagi atas nama Ellina. Mereka bisa lepas dari penderitaan karena sebidang tanah milik Ellina. Mengingat itu rasa benci di hati Lexsi membuncah. Kenapa dia selalu kalah dalam berbagai hal? Bahkan meski Ellina telah tiada, keluarganya tetap harus di ingatkan tentang keberadaannya.

Tapi Lexsi tidak bodoh. Dia tak akan menunjukkan kebenciannya. Dia hanya tersenyum dengan mata tulus penuh kerinduan. "Tapi ayah, aku tetap berharap kakak kembali. Aku ingin kakak tahu bahwa kebahagian kita tak akan lengkap tanpa dirinya,"

Mendengar itu Vania tersenyum tipis. Dia kenal anaknya. Dan saat ini dia hanya mendukung anaknya menghancurkan nama Ellina di mata Aldric meski gadis itu telah tiada.

Wajah Aldric bergeser. Dia menatap Lexsi penuh kasih sayang. "Jangan pikirkan dia. Dia bukan lagi siapa-siapa. Dia pergi begitu saja dan menutup mata saat kita mengalami ini semua,"

"Tapi ayah, dia kakakku. Bagaimana mungkin aku tak memikirkannya? Terlebih Kakak tak memiliki siapapun diluar sana?"

Aldric berpikir sesaat dan membenarkan kata-kata Lexsi. Tapi dia ingat kepergian Ellina bersama Kenzie yang sama sekali tak menoleh padanya. Lalu saat Kenzie memutuskan kerjasama, putrinya itu tak membantu dan seakan tak peduli. Dia telah membesarkannya dengan sangat baik. Tapi sekarang gadis itu bahkan tak peduli padanya ataupun pada keluarga yang membesarkannya. Bukankah itu sungguh keterlaluan?

Rasa rindu dan khawatir pernah terlintas di hatinya sesaat. Dia tak mungkin tak mengharapkan Ellina pulang. Tapi ini telah dua tahun. Dan putrinya itu tak pernah kembali. Bahkan keluarga Reegan tak bisa memberikan penjelasan sedikit pun. Dia jadi berpikir bahwa mungkin saja putrinya itu telah mati. Atau memang pergi dan tak ingin melihatnya lagi. Memikirkan itu hatinya menjadi sakit dan perasannya jadi sangat buruk.

"Berhenti mengkhawatirkannya. Mulai sekarang, meski dia kembali ke rumah, tutup semua pintunya. Dia tak di terima di rumah kita lagi. Aku tak mengakuinya sebagai putriku. Aku cukup memiliki satu putri yang baik sepertimu. Aku sudah mengurus surat-surat itu. Hingga dia tak memiliki alasan untuk bisa bersama kita,"

Dan mata Lexsi berbinar terang. Dia berhasil pada tujuannya. Akhirnya, Aldric menyatakan itu semua. Hal yang selalu dia tunggu-tunggu. Dan jelas saja dia begitu bahagia. Tapi ini belum saatnya menyerah. Dia harus memastikan lagi. Dia harus memastikan semua hal yang di janjikan ayahnya di penuhi. Dia tak akan membiarkan semuanya gagal. Tidak, dia harus membuat Ellina menjauh sejauh mungkin dari keluarganya, Rexton! Dan karena selama dua tahun ini Ellina tak terlihat, itu artinya gadis itu mati.

Benar, pergi dan jangan pernah kembali. kematianmu itu adalah hal terbaik untuk hidupku!

***

Ok, karena sebagian buku telah di terima, maka part akan berjalan terus. Setidaknya up akan ada setiap dua hari sekali atau paling lama tiga hari sekali.

Terimakasih atas kepercayaannya. Resi ada di halaman selanjutnya yahh.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height