Sweet Dream Cinderella/C6 Aku hanya menunggu waktu datang.
+ Add to Library
Sweet Dream Cinderella/C6 Aku hanya menunggu waktu datang.
+ Add to Library

C6 Aku hanya menunggu waktu datang.

Rumah kecil kayu di ujung perbatasan di tengah hutan pinus itu tampak sangat hangat. Meski tak ada satupun rumah lain di tengah sepinya hutan, itu tak membuat rumah terlihat dingin. Di sebuah bangku empuk, Ellina tertawa kecil saat melihat seorang pria yang tengah duduk di bangku ruang tamu itu mengerutu. Tangannya sesekali bergerak hingga membuat pria di hadapannya sangat kesal.

"Hei, bukankah kau keterlaluan? Mengalahlah sedikit padaku,"

Di hadapan mereka ada kotak balok persegi dengan dadu dan beberapa mainan lain. Mereka berdua terlihat serius dan kian serius karena susana rumah yang sunyi. Entah berapa lama antara keduanya saling menggerutu sama lain. Tertawa, atau mungkin akan ada sebuah cerita dalam obrolan yang tak berarti.

"Aku sudah katakan, daduku tak akan kecil," bantah Ellina. Matanya melirik pria di hadapannya yang tengah cemberut. "Ada kabar apa di luar sana?"

Tangan pria itu tiba-tiba terhenti. Matanya menelisik gadis cantik di hadapannya. "Kau ingin kembali sekarang?"

Senyum Ellina terkembang lagi. Tangannya meraih kotak dadu dan menjatuhkannya. Menampilkan dadu angka lima. "Bukankah sudah terlalu lama? Kurasa mereka semua sudah lupa akan keberadaanku."

"Kau benar-benar sudah bisa mengatasi traumamu?" tanya sang pria. Kali ini tatapannya tampak sangat serius. Wajahnya yang tampan terlihat seperti pemandangan musim semi yang menyenangkan.

Ini sudah dua tahun lamanya. Semua tampak terlihat sangat baik-baik saja, tapi dia tahu. Gadis di hadapannya tidak sebaik itu. Ada luka dalam yang membuat lubang dalam di pikiran Ellina. Membuatnya tampak sangat rapuh namun selalu terlihat kuat dan tenang. Gadis itu bahkan terlihat berbeda dari waktu ke waktu. Meski kecantikannya kian terpancar, senyum di wajah cantik itu tampak sangat hampa. Penuh luka dan ketakutan. Membuat perasaannya teremas tanpa sadar.

"Menurutmu?" tanya Ellina kembali. "Aku tak bisa terus bergantung padamu kan?" kali ini tatapan matanya membalas tatapan pria di hadapannya. Ujung matanya tampak sembab, menandakan bahwa dia masih sering menangis dalam beberapa malam terakhir.

Ini tak akan berakhir, batinnya. Lukanya, traumanya, ketakutannya dan semua. Ada lubang dalam di sudut-sudut pikirannya yang tak mampu dia kendalikan. Ada sebuah luka yang tak dapat dia sembuhkan. Sebanyak dia menangis, sebanyak itu juga rasa sakit di hatinya kian terasa. Nyatanya, meski dia mencoba melupakan semuanya, bayangan dark beberapa orang yang selalu dia impikan selalu datang silih berganti. Menyiksanya dalam kesunyian. Membuatnya menderita dalam persembunyiannya.

"Ellina," ada nada tekanan yang Lykaios berikan. Riak kekhawatiran tercetak jelas di wajahnya. Gadis di hadapannya ini, dia tak bisa melihatnya terluka lagi. Tak peduli apa pun, dia sangat tahu betapa Ellina melewati hari-hari yang berat di setiap waktu yang terlewat. Penuh luka dan air mata, tangisan dan jeritan. Dia bahkan tak tega menyaksikan itu semua.

"Lykaios," balas Ellina cepat. Matanya berbinar. "Aku harus melanjutkan hidupku, benar? Aku tak bisa selalu lari dari masalah. Kali ini, aku akan menghadapinya. Aku akan mengikuti arus dan seperti katamu. Bukankah aku harus menyelesaikan mimpi burukku dan mengubahnya menjadi mimpi yang indah? Semua belum berakhir. Aku tak takut mati atau pun terluka. Sekarang aku siap atas segalanya."

Lykaios tertegun. Dia menatap ketekatan di mata gadis cantik tersebut. Pikirannya melayang ke dua tahun silam. Dimana saat pertama kali dia menemukan Ellina dalam keadaan mengenaskan dengan luka dan trauma yang sangat dalam. "Kau benar. Tapi, bekas luka di punggungmu," ujarnya menggantung. ada jeda beberapa saat, membuatnya terasa kelu untuk bicara. Tapi dia kembali berujar.

"Biarkan aku melihat luka di punggungmu dahulu,"

"Itu baik-baik saja. Kau tak perlu khawatir. Operasinya berjalan lancar. Hanya meninggalkan sedikit bekas," tanpa aba-aba Ellina membalikkan badan lalu menurunkan gaunnya hingga batas pinggang. Memperlihatkan punggungnya yang telah putih mulus dan sedikit luka jahit selebar lima centi meter.

Lykaios terkejut. Matanya menatap punggung halus Ellina dan terus turun hingga pinggang. Itu sangat putih dan lembut. Tangannya bahkan langsung ingin menyentuh jika dia tak menahannya. Tapi matanya jelas melihat bekas luka yang tertinggal. meneliti, dia membandingkan dengan kulit punggung Ellina di sekitarnya. entah karena kulit gadis di hadapannya sangat putih dan lembut, tapi bekas luka jahitan itu terlihat sangat samar.

"Lakukan satu kali operasi lagi. Maka itu akan baik-baik saja." ujar Lykaios memberi pendapat.

Ellina menaikkan gaunnya, menghadap Lykaios. Kepalanya menggeleng pelan dengan senyum samar. "Kurasa itu tak perlu. Lukanya tak terasa sakit sama sekalu,"

"Tapi mengganggu."tukas Lykaios kemudian.

Membuat senyum di wajah Ellina kian terkembang. Tak diragukan lagi, Lykaios memang sangat tahu tentang kebutuhan wanita. "Baiklah. Ayo operasi sekali lagi. Aku mau hari ini,"

Kini senyum Lykaios yang terkembang. Tangannya mengacak puncak rambut kepala Ellina pelan. tatapanya sangat lembut dan teduh. menampilkan rasa peduli yang sangat besar. "Lain kali jangan lakukan itu di hadapan pria lain. Bagaimana jika aku tiba-tiba menerkammu? Apa kau tak tahu bahwa kau sangat menggoda?"

Ellina tertawa renyah. Binar matanya penuh ejekan mendengar penuturan lykaios. "Kau tertarik padaku?"

Tertarik padanya? Ellina bahkan hampir menutup bibirnya tak percaya. Dia sangat tahu, kenyamanan yang Lykaios berikan sangat tulus. Dia bahkan bisa memahami bahwa Lykaios tak sedingin yang terlihat di permukaan. Pria ini sangat baik, juga sedikit rapuh. Ya, mungkin seperti itu.

Melihat tak ada reaksi Lykaios cemberut. Bagaimana bisa gadis di hadapannya menanyakan hal itu dengan mudah? Semudah menurunkan gaunnya lalu memperlihatkan punggungnya halus. Dia juga seorang pria, bukan karena tak tertarik, tapi dia tahu, pria seperti apa yang berada di sekitar Ellina. Dan dia tak akan mengambil resiko banyak hanya untuk menyakiti Ellina.

"Apa kau masih belum sadar? Kecantikan bisa membawa petaka bagimu. Kau bahkan sudah membuat dua tuan muda berantakan dengan menghancurkan satu kota. Tidakkah itu cukup?" dia kembali mengingatkan, bahwa kecantikan yang di miliki Ellina benar-benar telah menghancurkan satu kota.

Kening Ellina mengerut. Dia memang mendengar kabar itu usai kepergiannya. Lykaios pernah menceritakan semuanya. Tentang Kenzie dan Ernest yang beradu dalam menghancurkan satu kota. Tapi kabar tersebut tak membuat minatnya bangkit untuk muncul menampakkan diri pada dunia. Justru dia terlihat sangat nyaman berada di rumah terpencil di dalam hutan. Dia seakan tak peduli pada semuanya. Dia merasa bahwa semua itu bukan salahnya.

"Jadi kau ingin aku melakukan apa?"

"Tidak," geleng Lykaios. melihat reaksi Ellina yang sangat tenang, dia sudah cukup tahu, bahwa nama kedua orang yang telah dia sebutkan tak membangkitkan minat apa pun pada gadis di hadapannya. "Baiklah, ayo pergi. Kau hanya perlu datang dan para dokter akan melakukan hal yang terbaik."

"Kau benar-benar mengijinkanku untuk pergi? Untuk melihat dunia luar?"

Lykaios mencibir. "Itu terdengar seperti aku mengurungmu di sini. Aku bukan Kenzie. Kuharap, kau ingat itu." ada senyum tipis yang terkembang di bibirnya saat menyebutkan nama Kenzie. Itu terlihat seperti ejekan, dan dia ingin melihat reaksi gadis di hadapannya saat nama Kenzie dia sebutkan.

Dan itu sangat datar. Seperti nama itu bukan siapa-siapa yang tak pernah Ellina kenali. Melihat itu reaksi Lykaios cukup takjub. Tapi dia senang melihat reaksi Ellina yang biasa saja. Seperti di antara keduanya tak pernah terjadi apa-apa. Merasa lega, akhirnya Lykaios melangkah keluar dengan riang.

"Baiklah, ayo pergi. Para dokter pasti menunggumu,"

Ellina menatap punggung Lykaios yang telah meninggalkan ruang tamu. Dia tersenyum tipis dan beranjak. Menatap rumah kayu yang ia tinggali sekali lagi, dia akhirnya keluar dari pintu dan menatap Lykaios yang telah menunggu di samping mobil sportnya. Senyumnya sekali lagi terkembang. Dia melangkah dan akhirnya memasuki mobil Lykaios.

Matanya melirik rumah kayu itu sekali lagi sebelum akhirnya mobil Lykaios melaju meninggalkan halaman rumah yang hangat. Dia jadi ingat beberapa tahun terakhir ini yang dia lewati bersama Lykaios. Pria ini yang telah menemukannya lalu membawanya pergi sangat jauh. Menyembunyikan keberadaannya dengan sangat baik dari dunia luar. Dia tak menyangka ini, tapi dia tahu satu hal dari Lykaios. Pria tampan di sampingnya itu memiliki satu kesamaan dengannya. Selalu kesepian dan harus terlihat kuat di hadapan dunia.

Lykaios juga sangat baik menyembunyikan semua kekayaannya. Siapa yang menyangka bahwa pria tampan di sampingnya ini telah membangun perusahaannya di negara Y? Sedangkan di kota Z, perusahaanya tampak tak berkembang dan hanya berdiam diri di lingkaran zona aman. Ellina merasa kepergiannya kali ini sangat pas. Sudah waktunya dia kembali dan menggemparkan dunia. Bukankah dunia internet terlalu aman setelah kepergiannya? Dan kali ini dia berniat menunjukkan dirinya pada dunia sekali lagi.

"Tak perlu kerumah sakit. Aku baik-baik saja." buka Ellina memecah kesunyian.

Lykaios yang mendengar itu sedikit tak setuju. "Tapi itu akan membuatmu ingat bahwa kau pernah terluka,"

Ellina menatap pohon-pohon pinus dari dalam mobil yang telah mereka lewati. "Tak masalah. Itu memang fakta. Dan aku tak akan menyembunyikan. Antarkan saja aku pada seninam. Aku ingin membuatnya menjadi tato."

"Tato?" tanya Lykaios langsung.

Ellina mengangguk. "Kupikir, itu akan menyamarkan bekas jahitannya. Bagaimana menurutmu?"

Lykaios memikirkannya lalu membayangkan punggung putih Ellina yang telah terlukis sebuah tato. Bibirnya tertarik ke atas tanpa sadar. "Itu seksi."

Dan Ellina tertawa. Dia mengerlingkan matanya jahat pada kata-kata Lykaios. Tapi di mata Lykaios itu terlihat sangat menggemaskan.

"Sekarang kau mencoba menggodaku? Apakah aku juga harus bertarung seperti mereka?"

Mendengar tanggapan itu, Ellina tak bisa lagi menahan tawanya. "Apakah topik tentang mereka sangat membuatmu tertarik? Atau, apakah kau cemburu?"

Mata lykaios melotot saat mendengar kata-kata Ellina yang terakhir. "Kau pikir aku gay? Aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku, jika aku mau."

"Tapi itu tak terjadi. Lykaios, kita sering bertemu dua tahun terakhir ini. Tapi aku sama sekali tak tertarik padamu. Apakah kau yakin, kau tak cemburu pada mereka?"

"Ellina," peringat Lykaios mulai kesal. "Aku bisa membuatmu hamil jika kau mau. Aku normal, oke?"

"Hahahaha,"

Dan tawa Ellina pecah. Dia suka melihat Lykaios seperti ini. Di matanya itu sangat lucu dan menghibur.

"Untuk sementara kau akan tinggal di hotelku dulu. Aku akan membelikan satu apartemen dari milik Alvian yang berada dekat dengan kawasan perusahaanku,"

mendengar suara Lykaios yang tiba-tiba serius, Ellina mengangguk. "Baiklah, aku akan menurut."

"Kau benar-benar siap jika harus betemu Kenzie dan Ernest?"

Ellina mengangguk sekali lagi. Binar matanya terlihat sangat yakin. "Aku tak akan lari lagi. Lagi pula aku harus mencari ingatanku yang lain, kan?" lalu sebuah bayangan wajah seseorang yang samar tergambar. Dia tak yain itu, tapi dia merasa itu adalah ibunya.

Lykaios bernapas lega. "Mereka pasti akan sangat terkejut. Apa kau perlu beberapa penjaga agar kau merasa aman?"

Ellina menggeleng. "Tidak. Aku akan menghadapi mereka dengan caraku."

"Kau tak perlu terlalu keras pada dirimu sendiri. Kau masih memiliki aku,"

"Jadi, apakah kau setuju jika aku memiliki satu permintaan?"

Lykaios menoleh. Matanya menyipit sesaat. "Apa itu?"

"Aku ingin membuat sebuah perangkat lunakku sendiri. Aku ingin, kau tidak ikut campur dalam hal ini."

Lykaios terlihat enggan. "Itu,"

"Lykaios, percayalah. Aku akan membalas semua kebaikanmu nanti."

"Itu bukan masalah utamanya. Kau tahu itu. Aku tak mengharapkan sesuatu apapun darimu. Hanya saja, kau berurusan dengan Kenzie dan Ernest. Aku bahkan tak yakin dapat menyelamatkanmu untuk kedua kalinya."

Ellina tertawa kecil. "Kini aku merasa kau mirip seperti mereka berdua."

"Aku tak sama dengan mereka," kilah Lykaios tak suka dibandingkan. "Bagaimana jika kau meminta bantuan Aaric? Dia mantan kekasihmu bukan?"

"Aku bahkan lupa tentang dia," jawab Ellina jujur.

"Dia akan bertunangan dengan Valerie. Kau ingat dia? Nerissa Valerie, teman adik sialanmu, Lexsi."

Kening Ellina mengerut. "Apa yang sudah terjadi selama dua tahun ini?"

"Tak banyak. Mereka di jodohkan dan Aaric tak menolak. Lalu Ariela, di katakan bahwa status keluarganya meningkat pesat, jadi ada rumor bahwa salah satu keluarga Reegan menjodohkannya dengan Alvian."

Dan ini kabar besar! Mata Ellina melotot dengan tatapan tak percaya. " Kau serius? Lalu apa tanggapan Alvian?"

Lykaios terlihat acuh tak acuh. "Aku tak bertanya perasaannya. Bukankah kau sudah tahu? Itu pernikahan bisnis. Kau pun telah mengalaminya,"

Ellina terdiam. Dia sadar, bahwa semua penderitaan hidupnya juga di mulai dari perjodohan konyol itu. Dan dia berakhir tragis. Senyumnya terlihat miris, tapi perasaannya jadi lebih baik.

"Apa kabar keluargaku?"

Lykaios terlihat enggan untuk menjawab. Tapi melihat Ellina yang terlihat tenang dia akhirnya menyerah. "Bangkrut. Tapi aku belum mendapatkan informasi dua hari ini karena mengunjungimu."

"Oh," ujar Ellina menggantung. Dia tak memiliki perasaan apapun pada kabar buruk keluarganya. "Bangunkan aku saat kita telah tiba,"

"Hmn."

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height