Sweet Dream Cinderella/C7 Tapi aku tak mengenalmu
+ Add to Library
Sweet Dream Cinderella/C7 Tapi aku tak mengenalmu
+ Add to Library

C7 Tapi aku tak mengenalmu

Canuto Hotel Group.

Ellina menatap gedung tinggi dihadapannya. Setelah melalui hampir delapan jam perjalanan, dia akhirnya sampai di pusat kota. Lalu Lykaios juga telah membawanya ke sebuah tempat tato. Menato bekas luka jahitannya dengan sebuah gambar mawar merah yang tengah merekah. Membuat kulit putihnya terlihat sangat pas dengan tato di punggungnya.

Kini Ellina berdiri di depan hotel. Dia mengingat kata-kata Lykaios beberapa saat lalu. Sebelum akhirnya pria itu pergi dengan tatapab berat hati. Dia tahu kedatangannya ke kota ini membutuhkan banyak hal untuk di lakukan. Dan Lykaios melakukan itu semua. Dia yakin, pria itu pasti mulai menyusun rencana untuk semua kemungkinan.

"Katakan saja kau sepupuku. Aku telah menyediakan kamar vvip di lantai 40. Semua kebutuhanmu ada di dalam kamar. Aku harus memeriksa sesuatu dan akan mengunjungimu besok. Pastikan kau mengunci kamarmu dan jangan membuka pintu meski itu layanan kamar. Kau mengerti?"

Ellina tersenyum manis. Perhatian itu terasa sangat nyaman untuknya. Itu terlihat mirip dengan perhatian Ernest, tapi Lykaios jelas lebih tulus. Karena selama ini pria itu tak mengharapkan apapun darinya. Dan itu cukup membuatnya terkejut. Mengingat Ernest, senyum Ellina lagi-lagi terkembang. Ada rasa rindu di hatinya meski hanya sedikit. Tapi janji untuk menuntaskan kerjasama terbayang. Dan itu tanpa sadar membuat minatnya terbakar.

Dia melangkah memasuki hotel. Mengambil kunci kamarnya dan mulai terbiasa pada pandangan sopan beberapa pegawai. Dia tak pedulikan itu, memilih memasuki lift menuju kamarnya.

Dia berdiri menatap pintu coklat di hadapannya. Tangannya menggesekkan sebuah kartu yang dia miliki dan pintu kamar terbuka. Dia baru akan melangkah masuk, saat suara asing itu membalikkan tubuhnya.

"Ellina,"

Ellina menoleh. Mengerutkan kening saat menyadari seorang pria asing yang tampan berdiri di pintu samping kamarnya.

"Kau benar-benar Ellina? Ya Tuhan, istri kecilku."

Pria itu melangkah memeluk erat tubuh Ellina yang membeku. Dia mengecup puncak kepala Ellina berkali-kali tanpa ijin. Dan dorongan kuat membuat tubuhnya menjauh beberapa langkah dari Ellina.

"Maaf, Aku tak mengenalmu!" peringat Ellina dingin. Dia mengingat perkataan Lykaios dan mulai hati-hati. Meneliti pria di hadapannya dan mencoba mengingat wajahnya.

Pria itu tersenyum manis. Dia menunjuk dirinya sendiri dengan bangga. "Apa kau bercanda? Coba perhatikan aku baik-baik. Mataku, alisku, hidungku, bibirku dan wajahku. Aku tetap masih tampan seperti dulu."

Ellina mundur selangkah dan semakin hati-hati. Dia mengerutkan keningnya dalam. Mencoba mengingat namun dia merasa memang tak pernah mengenal pria di hadapannya. Tatapannya kini berubah dingin. Apa ini? Apakah dia orang cabul yang mengenalku? Tapi aku tak mengenalnya.

"Maaf, kau mungkin salah orang."

"Tidak," potong pria itu cepat. "Coba ingat lagi. Ini aku," tanpa sadar tangannya menunjuk wajahnya sendiri. Tatapannya sangat memohon dengan senyum manis yang tak pudar.

Ellina menuruti, menatap pria itu dengan teliti dan berpikir. Tapi pria itu benar-benar asing untuknya. Dia tak pernah melijat pria itu sebelumnya.

"Aku tak mengenalmu,"

Ellina mundur mendekati pintu dan baru saja akan masuk. Tapi tangan pria itu menahannya.

"Ini aku, Irlac Fallon Agate. Kekasih kecilmu dulu."

Irlac menatap wajah Ellina yang kebingungan. Mata cantik itu, bibir cerry yang segar itu, dan wajah halus dengan kecantikan yang tak dapat di abaikan. Itu memperjelas bahwa istri kecilnya tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Lalu dia mulai mengerti kenapa ada banyak pria berada di sekitarnya. Tapi dia adalah Ellina, kekasih dan istri kecilnya. Dia tak akan membiarkan siapapun memiliki istrinya.

"Kau benar-benar tak mengenalku?" tanya Irlac kecewa. Tatapannya meredup seiring raut kebingungan Ellina.

Ellina menggeleng pelan. Wajahnya sangat bingung. Tapi dia dengan jelas melepaskan tangannya dari genggaman hangat itu. Dia menyentakkan tangan asing dan mengenggam tangannya sendiri. Tatapan matanya tajam dan dingin.

"Jangan menyentuhku!"

Irlac tertegun. Dia tak menyangka Ellina bisa menatapnya dengan tatapan permusuhan yang penuh rasa jijik. Dia merasa bahwa istri kecilnya tengah memberi peringatan hanya dengan tatapan mata tajam. Dia mundur sedikit, tapi rasa rindunya membuncah hingga ke ubun, dan saat ini gadis di hadapannya sama sekali tak merespon atau mengenal dirinya.

"Apa yang terjadi? Kenapa kau tak bisa mengenaliku?" tanyanya kecewa. Dia tak menyangka bahwa dia akan dilupakan semudah itu.

Ellina hanya tersenyum tipis. Hatinya mulai tertarik pada topik pembicaraan. Sepertinya pria bernama Irlac ini benar-benar tahu dirinya. Tapi dia tetap menjaga jarak aman dan bersikap acuh tak acuh.

"Kau mengenalku?"

Mendapati pertanyaan itu Irlac mengangguk cepat. "Kau adalah istri kecilku. Kau benar-benar tak ingat padaku sedikit pun? Kita bahkan berjanji akan menikah saat kita bertemu,"

Ellina mencibir. Tatapan matanya menjadi sedikit jijik dan jijik. Pria ini sungguh aneh. Memeluknya, mengakui dirinya sebagai istri kecilnya, lalu bahkan sekarang dengan jelas membicarakan sebuah janji pernikahan. Bukankah itu sangat konyol? Tapi sudut mulutnya tertarik, membentuk senyum sinis.

"Ayo pulang, aku akan mengantarmu pada kakek, lalu kita akan menikah."

Irlac dengan sangat ringan menarik tangan Ellina untuk mengikutinya. Tapi Ellina memberontak. Gadis itu menggeleng menolak. Dah tepisan tangannya yang cepat menjelaskan segalanya.

"Aku tak memiliki keluarga," tekan Ellina dingin. Menjelaskan dengan tatapan mata bahwa pria di hadapannya ini sia-sia jika mengaku telah mengenal dirinya.

Irlac tertegun mendengar penuturan Ellina. Dia tertawa tipis dan menutup wajahnya sedikit. "Hal buruk apa yang sedang kau bicarakan? Kau memiliki keluarga. Kakek dari ibumu, telah mencarimu. Semua karena kecelakaan itu. Kakekmu tak dapat menemukanmu. Jadi, jangan bercanda, dan ayo pulang bersamaku."

Ellina mencerna setiap kata yang Irlac ucapkan. Hatinya bergetar, saat pria itu menyebutkan kecelakaan ibunya seakan itu bukan rahasia. Pria itu bahkan mengajaknya pulang menemui keluarga ibunya. Pria ini, apakah dia benar-benar mengatakan yang sebenarnya, atau ingin menipunya? Tapi dia tak bisa percaya semudah itu. Terlebih dia tak mengenal pria di hadapannya.

"Aku tak memiliki ibu dan keluarga. Maaf, kau salah orang." elak Ellina dengan masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu dengan cepat.

"Ell-i-na--" desak Irlac masuk setelah Ellina menutup pintu kamarnya rapat.

Tatapan kecewa mengunci pintu kamar yang telah tertutup. Irlac mendesah kasar dan menendang tembok di sampingnya. Dia tak menyangka bahwa Ellina akan meninggalkannya. Tangannya bergerak cepat menghubungi Damon dan memberi tahu bahwa Ellina telah kembali. Dia harus memeriksa semuanya. Lalu menyusun rencana agar semua dapat ditangani dengan cepat.

Sedangkan di dalam kamar, Ellina dengan cepat melupakan pertemuannya dengan Irlac. Dia menatap kamar luas yang sangat nyaman. Tubuhnya bergerak natural menyentuh barang-barang di atas meja. Ada laptop dan Handphone baru di sana. Tapi entah kenapa Ellina enggan membukanya.

Dia bergerak, menarik gorden kamar dan pemandangan kelap kelip lampu malam yang riuh. Itu sedikit menghiburnya. Selama ini dia selalu berada di tempat yang sepi. Dan saat melihat keramaian kota kembali, hatinya menghangat dengan senyum tipis. Dia juga menjadi ingat dengan Ernest dan maple villa. Jadi dia mulai berpikir, apakah dia merindukan Ernest sedemikian rupa atau hanya kehangatan di Maple villa?

Ellina melangkah menuju kamar mandi, membersihkan dirinya dan lagi-lagi saat membuka sebuah lemari, beberapa baju baru masih terbungkus dan tergantung rapi. Keningnya mengerut, dia menoleh dan menghitung pintu lemari yang terjejer. Itu ada sekitar sepuluh pintu, dan tangannya membuka satu persatu. Dan kejutan, semua lemari itu berisi penuh dengan pakaian baru.

"Lykaios," ujarnya sambil tersenyum. Dia menggerakan kepalanya kesamping. Menarik satu set pakaian santai secara acak dan mengenakannya.

Mematutkan dirinya sekali lagi di depan cermin, dan dia kembali terpaku saat melihat ruangan kecil tak jauh dari deretan pintu lemari. Dia memasuki ruangan itu, dan kembali terpaku, saat ada deretan sepatu flat hingga hak tinggi. Lalu aksesoris, tas, dan semua kebutuhannya. Bahkan masih ada beberapa pakaian yang tampak mewah juga tergantung rapi di dalam ruangan tersebut.

Sebenarnya, berapa banyak yang Lykaios siapkan untuknya? Kenapa pria itu benar-benar menyiapkan semua kebutuhannya? Perhatiannya bahkan melebihi Ernest.

Memikirkan itu semua, dia mengambil sebuah ikat rambut dan menggelung rambutnya. Tangannya mengambil sebuah kaca mata dan memakainya. Dia berjalan keluar hotel menuju keramaian. Menikmati momen yang dia rasakan dengan penuh rasa rindu. Langkahnya sesekali terhenti dan tersenyum saat melihat ramainya sebuah pertunjukan di jalanan. Dia kembali berjalan, dan berdiri terpaku saat melihat orang-orang di dalam warung internet. Itu sangat penuh dan ramai, lalu mata mereka selalu fokus pada layar monitor di hadapan dengan tangan bergerak cepat di atas keyboard.

Ellina melangkah tanpa sadar. Menyewa sebuah ruang dengan hati berdebar. Matanya menatap layar monitor yang masih mati, lalu pada keyboard berwarna hitam. Dia tersenyum miris, lalu bahagia.

Benar. Ini sudah saatnya. Aku terlalu lama dalam diriku sendiri. Hari ini, aku akan mengguncang kota z. Ayo bertarung, dan dapatkan uang untuk menjalani hari esok. Aku tak mungkin bergantung pada Lykaios terus kan?

Dan tangannya bergerak pelan. Layar monitor itu perlahan hidup, Ellina mengedipkan matanya sekali, jarinya dengan ringan menari di atas keyboard, dia mulai bergerak memasuki akun lamanya. Dan perasaannya menguap di udara. Perasaan ini, adalah suatu hal yang selalu dia rindukan selama dua tahun terakhir.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height