Tanpa Rasa/C5 Orang Tua Meisya
+ Add to Library
Tanpa Rasa/C5 Orang Tua Meisya
+ Add to Library

C5 Orang Tua Meisya

Hari ini Meisya pulang kuliah lebih cepat karena dosennya berhalangan masuk dan akan menggantinya dengan hari lain. Meisya segera melajukan motornya menuju rumah. Dia jadi bisa menjemput ayahnya keluar dari rumah sakit.

Setelah memarkirkan motornya dan menaruh bukunya di kamar, Meisya kembali keluar rumah. Dia duduk di teras sembari memesan ojek online. Nanti dari rumah sakit, baru dia pesan taksi online untuk pulang ke rumah.

Tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti di depan pagar rumah Meisya. Perempuan itu mengalihkan pandangan dari ponsel ke arah mobil tersebut.

Meisya sontak terkejut mengetahui kedatangan orang itu. Dia memang mengetahui siapa pemilik mobil itu. Meisya bangkit dari duduknya, lalu menghampiri si pengendara mobil yang baru saja keluar dari sisi kemudi.

"Kak Mario, ngapain ke sini?" tanya Meisya heran. Pasalnya dia merasa tidak punya kepentingan dengan lelaki itu. Perkara motornya kemarin, Meisya berjanji akan membayar jika sudah punya uang, walau Mario sendiri bilang ikhlas membantunya.

"Mau jemput ayah lo, 'kan? Ayo gue anterin!"

"Hah?!" Meisya malah bengong. Mengapa Mario repot-repot ingin menemaninya menjemput ayahnya? Padahal Mesiya bisa menggunakan kendaraan online dari sana nanti.

"Yuk! Bukannya kata lo 2 hari yang lalu, ayah lo keluar dari rumah sakit hari ini?"

"Iya sih. Tapi, nggak usah dianterin. Gue nanti bisa pesan taksi online dari sana."

"Gue anterin. Dari pada lo ngeluarin uang lagi buat bayar taksi, mending sama gue, gratis. Mumpung gue lagi free nih!"

Meisya semakin heran. Belakangan ini Mario terlihat baik padanya. Bukan berarti sebelummya enggak baik. Mario baik ketika dia sedang bersama Pelangi. Namun, Meisya tidak pernah merasakan langsung kebaikannya. Hanya mendengar cerita dari Pelangi saja. Dan baiknya yang dia tahu secara langsung, hanya lah Mario yang suka mentraktirnya makan saat sedang bersama Pelangi di kantin kampus.

"Lo nggak ke tempat kosnya Pelangi emang?" tanya Meisya mengalihkan.

"Ini dari kosan Pelangi. Gue bingung mau ke mana lagi, eh, tiba-tiba gue jadi inget sama lo. Jadi ya, ke sini."

Di dalam hati Meisya bertanya-tanya, apa reaksi Pelangi jika tahu pacarnya begitu perhatian pada sahabatnya sendiri? Meisya sendiri juga tidak tahu, apa alasan Mario peduli padanya.

***

"Siapa ini, Sya?" tanya Deborah ketika melihat Meisya tidak hanya datang sendiri, melainkan berdua dengan seorang lelaki. Selama ini, setahunya Meisya tidak pernah berteman dekat dengan lawan jenisnya.

Baru Meisya hendak menjawab, Mario sudah lebih dulu bersuara.

"Saya Mario, Tan, temannya kampusnya Meisya.

"Temen kampus?"

"Lebih tepatnya kakak tingkat Meisya di kampus," jawab Mario tersenyum ramah. Mario memang ahlinya perihal mengambil hati orang lain.

Meisya hanya diam saja. Tadinya dia ingin menjawab jika Mario ini adalah kekasihnya Pelangi. Namun, nanti ibunya malah bertanya tentang Pelangi. Kenapa sahabatnya itu tak ikut kemari? Melainkan pacarnya saja yang menemani Meisya.

Deborah tidak bertanya lagi. Dia mendekati ranjang, menuntun suaminya menuju kursi roda yang sudah disediakan perawat di sana.

Tak lupa, Mario memberi salam pada ayah Meisya juga.

"Kita mau langsung pulang aja, Bu? Udah beres semua, 'kan?"

Deborah mengangguk.

"Kamu pesen taksi online aja sekarang, biar nggak nunggu lama lagi."

"Nggak usah pesen taksi online, Tante. Saya bawa mobil ke sini. Pulang pakai mobil saya aja."

Deborah meneliti kembali penampilan Mario. Lelaki itu sepertinya anak orang berada.

Apa hubungannya dengan Meisya sampai dia berbaik hati mau mengantarkan mereka pulang dari rumah sakit?

Apa lelaki ini yang dimaksud Meisya sebagai orang baik waktu itu? Deborah akan menanyakannya hal ini nanti kepada Meisya.

"Iya, Bu. Kita pulang pake mobil Kak Mario aja," ujar Meisya ketika Deborah beralih menatapnya.

***

"Maaf udah ngerepotin kamu... " Deborah menjeda ucapannya. "Siapa tadi nama kamu? Tante lupa."

"Mario, Tan."

"Iya, Nak Mario. Terima kasih udah nganterin kami pulang. Mau mampir dulu?"

Mario tampak ragu, hingga akhirnya Deborah mengeluarkan suaranya kembali.

"Ah, maaf. Begini lah rumah kami, nggak sebesar rumah Nak Mario pastinya." Deborah tersenyum kecil.

"Saya mau mampir kok, Tan," jawab Mario cepat. Sebenarnya dia ingin segera balik ke kos, ingin istirahat. Namun, tidak enak mendengar ucapan dari Deborah.

Mario tidak berlama-lama di dalam rumah Meisya. Cukup setengah jam, dia pamit pulang.

"Jadi, Mario itu orang baik yang kamu bilang? Yang bantuin kasih kamu uang buat biaya operasi ayah?" tanya Deborah setelah Mario pulang.

"Jujur aja sama Ibu," ujar Deborah lagi.

Meisya mengangguk.

"Iya, Bu. Kak Mario yang udah kasih aku uang buat operasi ayah," jawab Meisya lemah. Tapi bukannya ngasih secara cuma-cuma.

“Apa dia ngasihnya secara cuma-cuma?" tanya Deborah penasaran. “Emm, uang segitu bukan jumlah yang sedikit loh, Sya.”

Nggak, Bu. Aku harus bayar dengan sesuatu yang sangat berharga bagiku. Maaf, aku tidak bisa menjaganya. Tujuan aku melakukan ini semua untuk ayah. Dari mana lagi kita akan mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu sekejap?

"Kenapa diam?"

"Kak Mario itu orangnya baik dan dermawan, Bu. Suka membantu. Dia ngasih ini semua tanpa imbalan," ujar Meisya yang tentu saja berbohong. Ada yang harus dia bayar untuk mendapatkan uang itu.

"Bener?" Deborah sedikit tidak yakin dengan jawaban yang diberikan oleh Meisya.

"Iya, Bu. Ngapain juga aku bohong?"

Deborah mengusap rambut anaknya itu pelan. "Ibu bersyukur kamu punya teman sebaik Mario. Tapi, Ibu pengen nanti kita nyicil ganti uangnya kalau kita lagi ada uang lebih."

"Kata Kak Mario nggak usah diganti. Aku emang niat mau bayar nyicil waktu itu, dia menolaknya, Bu." Meisya bersandar di lengan Deborah.

"Kalau dia nggak mau diganti uangnya, nanti kita pikirkan cara lain untuk membalas kebaikan dia."

Kebaikan Mario? Entah kenapa Meisya tidak begitu yakin, apa lelaki itu benar-benar baik? Lelaki yang baik tidak akan meniduri seorang perempuan sebelum waktunya tiba, bukan?

"Emm, apa Mario itu punya perasaan sama kamu, Sya?"

Meisya sontak tertawa akan pertanyaan ibunya. Mana mungkin? Mario jelas-jelas sudah mempunyai kekasih, yaitu sahabatnya sendiri. Lagi pula, semisal Mario masih jomblo, dia tidak akan mau dengan perempuan seperti Meisya. Perempuan itu pasti sama sekali tidak masuk dalam kriteria perempuan idamannya.

"Ngaco deh, Bu! Kak Mario itu udah punya pacar."

"Oh, ya?"

"Iya. Dan pacarnya itu cantik, nggak ada apa-apanya dibandingin sama aku."

"Anak Ibu juga cantik."

"Dia jauh lebih cantik, Bu. Kelebihannya banyak. Pokoknya aku kalah jauh dari dia."

"Kamu cantik dan juga pintar. Ibu harap, kamu menemukan seseorang yang benar-benar tulus sama kamu suatu saat nanti."

Apa mungkin, Bu? Aku sudah kotor. Apa masih ada yang mau menerima aku apa adanya?

***

Setelah menimang-nimang, Meisya mengirimkan pesan pada Mario. Dia memang tidak mengetahui apa tujuan lelaki itu peduli padanya. Setelah berbicara dengan Deborah, Meisya jadi terpikir untk membalas kebaikan Mario selama 2 hari belakangan padanya.

Di seberang sana, Mario tersenyum licik begitu mendapat pesan dari Meisya. Dia langsung membalas dengan menelepon perempuan itu.

"Beneran hari Sabtu mau nemenin gue?"

"Iya, Kak."

"Sipp. Nanti Sabtu gue jemput. Bilang aja sama orang tua lo kalau ada acara kampus."

"Emang perginya sebentar apa gimana?"

"Kita kemungkinan nginep, Sya. Lo tenang aja, ada perempuan lainnya juga kok, di sana. Nggak cuma lo doang."

"Umm, oke, Kak."

Senyum licik Mario kembali mengembang setelah menutup teleponnya. Mudah sekali membuat perempuan lugu itu masuk ke dalam perangkapnya. Mario bersiul-siul, senang akan rencananya tahap pertama berhasil.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height