Terjerat Berondong/C6 Pernikahan
+ Add to Library
Terjerat Berondong/C6 Pernikahan
+ Add to Library

C6 Pernikahan

Seminggu berlalu begitu cepat bagi seorang Uly Syahrani. Kini, ia sedang mematut diri di depan cermin yang menunjukkan wajah ayu yang terpoles make-up sederhana tapi tetap memancarkan wajah cantik nan teduhnya.

Wanita itu memilin jari dengan gelisah. Di bawah sana, Dewa angkasa sedang bersiap mengucap ijab qobul untuk pernikahan mereka. Pemuda itu benar-benar tak mau mundur walau Uly sudah berulang kali mengatakan bahwa ia tak perlu dinikahi.

Acara ini dilakukan di rumah besar keluarga Angkasa. Ayah dan Ibu ulUly juga hadir, mereka tiba kemarin sore dan menginap semalam di hotel berbintang yang dibiayai langsung oleh Abas karena Ayah Uly sungkan menginap di rumah mereka.

Saat ia memberi tahu perihal pernikahannya, mereka sempat terkejut dan merasa kecewa karena Uly tak menepati janji untuk menjaga diri saat jauh dari mereka. Tapi entah kenapa setelah Dewa meminta untuk bicara bertiga saja tanpa kehadiran Uly, ayah dan ibunya langsung memberi restu bahkan tidak sabar untuk menanti hari pernikahan putri mereka.

Uly sempat berpikir buruk dan mengira Dewa memberi sejumlah uang kepada ayah dan ibunya sebagai sogokan tapi wanita itu segera menepis pemikiran buruknya karena ia tahu bahwa orang tuanya tidak akan melakukan hal sekejam itu kepadanya, mereka tidak akan menyerahkan putrinya hanya demi uang.

Suara pintu diketuk pelan sebelum terbuka dengan perlahan. Muncullah sosok sang ibu dengan balutan kebaya modern berwarna coklat.

"Sudah selesai, Mbak?" tanya sang ibu, menyebutkan panggilan Uly sebagai anak tertua.

Uly menoleh sembari tersenyum sesaat. "Sudah, Bu," jawabnya.

Wanita paruh baya itu tersenyum teduh sebelum mengusap lengan putrinya dengan lembut. "Ayah dan Ibu yakin bahwa Nak Dewa bisa membahagiakan kamu, bukan karena hartanya tapi karena kesungguhan hatinya."

Mau tak mau Uly mengangguk sebagai jawaban, wanita itu tak ingin membuat sang Ibu merasa khawatir. Ini adalah takdir yang diberikan Tuhan untuk dijalaninya, dengan kelapangan hati yang coba digalinya, ia berusaha menerima.

"Sekarang mari kita turun dan temui suamimu, dia pasti sudah tidak sabar melihat istrinya yang cantik ini," ucap sang Ibu menggoda.

Entah atas dasar apa, Uly merasakan jantungnya berdetak kencang, hatinya gelisah karena kegugupan yang melanda. Apalagi saat sang ibu menuntunnya menuju tempat dimana Dewa sekarang berada.

Langkah demi langkah Uly jalani bersama ibu dan adik perempuannya yang bernama Sherly. Hingga kini ia tiba di ujung tangga tempat dimana acara ijab kabul baru saja berlangsung.

Matanya bersibobrok dengan pandangan intens yang ditujukan Dewa kepadanya, sontak saja hal itu membuat jantung Uly semakin berdetak tak karuan.

Tak banyak yang hadir dalam acara ini bahkan Uly tak melihat adanya tanda-tanda Arya hadir di sana, meskipun di sebelah Abas duduk ibu dari pria yang menghianatinya dengan keji, wajah wanita itu sangat terlihat tidak senang.

Kini ia dituntun untuk duduk di sebelah pemuda yang kini sudah sah menjadi suaminya. Laki-laki itu menyodorkan tangan kanannya pertanda Uly harus memberikan salam pertama sebagai tanda hormat kepada suamnya itu.

Lalu, hal yang tak disangka-sangka adalah ketika Dewa dengan santainya merapatkan diri untuk mencium dahinya seraya berbisik serak, "Selamat, elo sekarang sudah jadi nyonya Angkasa."

Hal itu sudah cukup membuktikan bagi Uly bahwa yang dialaminya sekarang ini bukanlah mimpi melainkan kenyataan. Sungguh, ia tak pernah membayangkan bahwa dirinya akan dinikahi oleh seorang brondong apalagi dalam kurun waktu secepat ini.

Harapannya tentang seorang suami yang matang dan mengayomi sirna sudah. Kini ia harus menerima nasib bersuamikan seorang berondong yang Uly yakin sikap dan prilakunya masih kekanakan, dan wanita itu juga merasa Dewa mempunyai sikap pemarah yang dilihatnya saat kepulangan Arya waktu itu.

"Alhamdulillah, sekarang kalian sudah sah menjadi suami istri," ucap Ibu Uly haru.

Tak ada acara lain setelahnya, hanya makan bersama sebagai wujud syukur karena acara sudah terlaksana.

Setelah semua usai, para keluarga mulai membubarkan diri. Orangtua Uly kembali ke hotel sebelum esok pulang ke kampung halaman.

Sementara Papi Gama menepuk pundak putranya sebelum melenggang ke ruang kerja, mengunci diri di dalam sana.

Dewa tahu bahwa papinya masih merasa kecewa pada dirinya, tapi apa mau dikata. Ini adahal pilihannya, dan siapapun tak berhak melarangnya, karena selama ini mereka juga tak pernah memberi apa yang Dewa butuhkan.

Pemuda itu menarik tangan Uly menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Mendudukkan wanita itu yang entah mengapa sejak tadi menunduk dalam. Mungkinkah ia masih tak terima dengan pernikahan ini?

Dewa meremas pundak wanita yang kini berstatus sebagai istrinya itu. "Kamu tahu, sekalipun pernikahan ini dilakukan mendadak, tapi aku tidak berniat main-main di dalamnya. Jadi, lakukan tugasmu sebagai istri dengan baik," ujar Dewa tegas.

Uly menegang, wajahnya terangkat perlahan. Apakah Dewa baru saja mengubah panggilannya? Aku kamu?

"Sekarang, ayo berkemas karena kita tidak akan tinggal di sini," ucapnya santai.

Uly mengernyitkan dahi. "Lalu kita tinggal di mana?" tanyanya.

Dewa tak menjawab, pemuda itu mengedikkan bahu seraya berlalu menuju kamar mandi.

Uly yang masih duduk di atas kasur menatap ke arah cermin yang memantulkan wajah lesunya. Wanita itu menghela napas sebelum beranjak menuju kopernya yang terletak di dekat lemari. Ia memilih sebuah gaun santai dan berniat memakainya.

Kebaya dengan kancing yang berbaris rapat di punggungnya membuat ia cukup kesulitan, saat itulah Dewa muncul dari kamar mandi dan melangkah ke arahnya.

"Perlu bantuan, My wife?" tanyanya pelan.

Uly sedikit kaget dan berusaha menutupi sebagian punggungnya yang sudah terbuka.

Dewa menyingkirkan tangan wanita itu dan mulai melanjutkan tugas Uly melepas satu persatu kancing kebaya itu.

Uly menahan napas saat merasakan tangan dingin Dewa bergerak perlahan di atas kulitnya. Rasanya seperti tersengat listrik bertegangan tinggi.

"Sudah selesai," bisik Dewa serak, " apa kamu mau aku bantu menanggalkannya juga?" imbuhnya.

"Tidak. Aku bisa sendiri," tolak Uly cepat.

Dewa terkekeh pelan sebelum menganggukkan kepala. "Baiklah,My Wife, kali ini kuberi ruang privasi untukmu," ucapnya ringan.

Namun sebelum melangkah pergi, bocah itu masih sempat mencuri ciuman di atas kulit terbuka Uly, membuat wanita itu meremang setengah mati.

"So beautiful. Mine, mine, mine."

TBC

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height