+ Add to Library
+ Add to Library

C6 Little Devil

Mobil terus meluncur melewati perbatasan meninggalkan Roger Pass jauh di belakang. Nina mulai merasa lega. Kini satu-satunya kendala adalah, apa yang selanjutnya mesti dia perbuat terhadap Abigail?

“Mama ….”

Terdengar Abigail memanggil ibunya dan mulai siuman. Semua terjadi tepat saat mereka tiba di depan sebuah motel yang bisa Nina pilih untuk merapikan Abigail yang masih berlumuran darah. Mobil memasuki halaman dan Nina menoleh ke belakang.

“Kamukah yang menyelamatkan aku tadi?” tanya Abigail dengan mata sedikit terpicing. Nina mengangguk namun kemudian menyadari kondisi gelap dan Abigail tidak mungkin melihat anggukan kepalanya.

“Ya, aku Nina,” sahutnya dengan suara datar.

“Kenapa kamu membawaku? Apakah kamu termasuk orang jahat yang membunuh kakek dan nenek?” tanya Abigail dengan cepat dan bersiap mengacungkan tangannya untuk memukul.

“Tidak! Aku dikirim oleh seseorang untuk menyelamatkanmu,” jawab Nina tidak kalah cepat. Dia tidak ingin ada salah paham yang terjadi.

“Buktikan!” tuntut Abigail dengan suara tajam.

“Kalung yang tergantung dilehermu adalah milik Lexi. Dia juga yang memintaku untuk membawamu jauh dari rumah supaya tidak menjadi korban berikutnya!” sahut Nina mulai kesal. Dia tidak memiliki pengalaman bicara dengan anak kecil. Baginya manusia kecil dihadapannya sangat tidak bersyukur dan asal menuduh. Abigail meraba leher dan menarik kalung emas dengan liontin salib.

“Kenapa kamu membawaku pergi? Aku harus melihat apakah mama masih hidup atau tidak!”

“Tidak ada yang masih hidup! Semua keluargamu sudah mati! Sekarang jika engkau masih ingin bernapas, pilihannya adalah diam dan ikuti semua perintahku!” seru Nina mulai kehilangan kesabaran. Abigail mendadak terisak. Nina menggeram kesal.

“Hhhhhhgggrh!” jengkel mulai menguasai dirinya. Nina tidak pernah menyukai anak kecil. Baginya mereka adalah makhluk menyusahkan dan sangat cengeng.

“Kamu jahat sekali. Mama belum mati!!!” teriak Abigail dengan suara yang berupa jeritan. Nina tidak peduli. Dia keluar dari mobil untuk memesan kamar. Nina menemui resepsionis yang berdiri di luar dan sedang merokok.

“Semuanya baik-baik saja?” tanya pria itu sembari melongokkan kepala mencoba melihat ke arah mobil. Tangisan Abigail terdengar dengan jelas.

“Ya, anakku sedang dalam kondisi tidak senang,” jawab Nina asal dan wajahnya masih tampak kesal. Pria itu mematikan rokok dan tertawa. Keduanya masuk dan Nina memesan kamar.

“Masalah yang paling menyulitkan saat menjadi orang tua adalah ketika anak kita menangis, bukan?” ucap pria tersebut dan memberikan kunci pada Nina. Wanita itu tidak menimpali dan memberi respon, wajahnya datar tanpa ekspresi.

“Oh ya, aku butuh identitasmu,” ucapnya. Nina meraih dompet dan mengeluarkan passport. Ucapan pria itu masih tidak ia tanggapi.

“Wah sedang berlibur? Aksenmu sangat bagus. Aku tidak mengenali jika dirimu dari …” pria itu membaca tanda pengenal, “Serbia …, jauh sekali,” lanjutnya sambil mengetik sesuatu di komputernya. Nina tersenyum tipis dan kembali berwajah datar.

“Wanita Eropa sangat serius dan tidak suka bercanda ya? Aku penasaran bagaimana jika mereka marah?” gurau pria itu yang tertarik dengan wajah Nina yang sangat cantik dan menawan. Nina mengambil kembali tanda pengenalnya dan menyimpan cepat-cepat.

“Kami menodongkan pistol dan selanjutnya kepalamu hilang,” jawab Nina dan berbalik meninggalkan resepsionis yang sangat usil dan banyak bicara itu. Pria itu tertegun dan mendadak pucat.

“Semoga waktumu menyenangkan …,” balasnya pelan sambil mengelus lehernya.

Nina kembali ke mobil dan Abigail masih tersedu.

“Kamu adalah gadis bisu yang tidak bisa bicara, jadi jangan membuka mulut sedikit pun,” ucap Nina membuka pintu mobil. Abigail masih diam, tidak beranjak. Nina menghela napas.

“Jika engkau memilih tidur di mobil, jangan salahkan aku jika bukan hanya pembunuh yang akan mencelakakanmu tapi juga pemerkosa anak!” ancam Nina. Abigail menatap Nina penuh dengan kebencian namun terpaksa mengikuti perintahnya. Mereka berjalan dengan cepat menuju kamar yang berada di ujung. Nina melempar tas dan mengeluarkan baju ganti Abigail.

“Mandi dan ganti bajumu dengan yang bersih. Kita harus melanjutkan perjalanan secepatnya,” perintah Nina sembari mengeluarkan laptop dan memeriksa email. Abigail meraih baju dan tanpa bicara dia masuk kamar mandi.

Tidak ada email dari Alter Fidelis. Kemana dia harus membawa Abigail pergi? Anak itu tidak memiliki identitas apa pun! Bagaimana jika polisi menghentikan mereka dan akhirnya curiga? Bahkan Nina mungkin dituduh sebagai penculik! Tidak seharusnya dia memenuhi permintaan konyol yang sangat tidak terkoordinasi dengan baik tersebut.

Dengan kesal dia menutup laptop dan membereskan kembali. Ini jauh lebih sulit dari tugas membunuh sebelumnya. Nina hanya cukup menyiapkan peluru dan menembakkan di kepala atau bagian dada. Selesai.

“Ini jaket dan sweater. Pakai cepat, kita harus segera pergi!” cetus Nina juga baru selesai berganti baju dan mandi. Keduanya sudah dalam keadaan bersih dan bersiap melanjutkan perjalanan. Abigail masih sibuk mengusap air matanya yang sesekali mengalir. Nina mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Kapan air mata anak ini habis, batinnya menggerutu.

Setelah membayar, mereka meluncur kembali dan membelah malam yang pekat. Salju mulai turun walau tidak deras. Wiper mobil masih berfungsi dengan baik namun pikirannya begitu kalut dan dia tidak siap untuk rencana selanjutnya. Nina merutuk dalam hati karena Fidelis belum kunjung memberinya kabar.

***

Sudah satu jam lebih jam mereka berkendara. Tidak ada perbincangan antara keduanya. Abigail juga terus terjaga dan menatap jalanan dari kaca mobil. Nina membiarkan dia duduk di belakang supaya menghindari pembicaraan. Entah sudah berapa kali ia memeriksa email namun tidak ada satupun pesan yang masuk.

Begitu memasuki Missoula City, sebuah mobil polisi tampak mendekati dari belakang. Saat ini sudah pukul dua pagi. Tidak banyak kendaraan yang lalu lalang dan pick up SUV mereka mungkin satu-satunya mobil asing yang lewat. Bagi kota sekecil ini, sheriff akan mudah mengenali mobil dengan plat yang kurang familiar.

Nina menepikan mobilnya begitu tanda beep berulang kali terdengar, pertanda dia harus berhenti. Seketika pikirannya dipenuhi oleh berbagai alasan namun belum ada yang terasa tepat.

“Sekali lagi, kau bisu dan tidak bisa bicara,” tegas Nina pada Abigail sebelum membuka kaca mobil. Seorang sheriff paruh baya bertubuh gempal pendek mendekati dan mengangguk hormat sembari memegang topinya.

“Selamat malam Nyonya, bisa menunjukkan identitas dan SIM Anda?” tanya polisi tersebut. Untunglah ada tanda tergores sedikit di pipi Nina. Dirinya kini memiliki rencana yang cukup brilian.

“Selamat malam, Sheriff,” jawab Nina tanpa menyembunyikan aksen asingnya. Sheriff tersebut membaca dengan menyorotkan senter dan menatap Nina.

“Kemana tujuan anda, Nyonya? Ini sudah terlalu malam untuk mengunjungi tempat wisata, bukan?” tanya petugas tersebut. Nina paham yang dia maksud. Mungkin karena warga negara Serbia, dia menganggap Nina adalah turis.

“A-aku harus mengunjungi saudaraku dan mencari tempat menginap. Mungkin besok kami ke airport,” jawab Nina pura-pura gugup.

“Ada kendala? Mungkin kami bisa bantu?” tanya Sheriff itu sambil menyorot dengan senter ke arah tempat duduk di belakang. Nina menunduk.

“Anakku, di belakang,” jawab Nina masih belum mengungkapkan masalah yang sudah terancang dalam kepalanya. Sandiwaranya sejauh ini berjalan baik.

“Anak anda terlihat tidak sehat? Ada masalah apa sebenarnya?” tanya Sherif itu kembali dan mulai terlihat curiga. Petugas itu semakin menunjukkan wajah yang mendesaknya untuk segera menjawab. Bagaimana jika Abigail tidak mau bekerja sama dan membangkang perintahnya? Membunuh dua petugas bukanlah hal yang sulit, tetapi Nina sungguh tidak ingin terlibat dalam masalah. Ingin segera mengakhiri tugas pertama dan merengkuh kebebasannya dengan damai.

“Nyonya, ada masalah apa?” tanya Sheriff itu kembali. Nina berpikir keras.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height