C6 6

Cherry meringkuk nyaman di dada Bryan saat Bryan membawanya turun menapaki tangga pesawat yang mereka tumpangi. Aku justru tampak ragu mengikutinya di belakang pria itu. Bryan menoleh setelah beberapa saat merasa langkah kakiku terasa semakin jauh tertinggal dibelakangnya.
"Apa lagi yang kau pikirkan Nia?" Katanya setelah menoleh dengan tatapannya yang dalam.
"Jangan bilang kamu ingin berbalik dan kembali ke Inggris saat ini juga?"
Kalimat Bryan menginterupsi keraguanku. Pria itu tak lagi ramah seperti di dalam pesawat tadi, berganti dengan pria berwajah datar, beraura kelam dan ekspresi mengejek. Bryan rupanya tak lagi sabar, hingga ia memutuskan menghampiriku yang tengah meragu ini, dan menarik tanganku dalam genggaman yang mulai tak asing di perabaku.
Dalam perjalanan menuju entah kemana, aku terus saja membisu. Bryan sibuk dengan tablet yang diangsurkan seseorang yang tengah duduk di kursi penumpang sebelah supir, segera saja Bryan memfokuskan diri pada hal yang sepertinya pekerjaan penting. Sementara Cherry asyik sendiri dengan celotehannya yang ditanggapi pak supir dalam bahasa inggris juga. Rupanya supir Bryan bukan sekedar supir. Atau jangan-jangan dia memang bukan. Bersyukur demam Cherry sudah menghilang meskipun ruam-ruam di leher gadisku itu masih tersisa.
Bagaimana nasibnya setelah ini, mungkinkah Bryan mengijinkannya terus bersama putri kecilnya. Tapi bagaimana dengan keluarganya yang lain? Orangtuanya Vivian belum tentu menyukai keberadaannya disekitar Cherry. Mungkin juga Bryan telah memiliki pengganti Vivian yang bisa jadi tak akan menyukai Cherry apalagi diriku yang hanya ibu pengganti.
Lalu nama belakang yang lima tahun ini tersemat padaku?
Ok, dia akan menyuruh Dimas segera mengganti semua dokumen dan tanda pengenalnya selama 5 tahun ini dengan yang baru. Tapi bukankah semua butuh proses. Lalu selama menunggu semua itu selesai, apa dia akan bertapa di dalam rumah saja. Bicara soal rumah, apakah setelah ini dia masih bisa tinggal serumah dengan Cherry, atau Bryan hanya mengijinkan dirinya menemui Cherry secara berkala?
Aku sadar Bryan tengah menatapku lama. Memandangku yang kini telah memperhatikan Cherry dengan mata sendu. Aku berharap Bryan akan kasihan padaku dan sudi memberiku kesempatan bersama Cherry lebih lama lagi.
"Kau akan tetap jadi ibunya, Nia" ujar Bryan membuatku menoleh, menatap tepat ke arah mata Bryan. Mencari-cari apakah dia hanya menghibur diriku.
"Meskipun kau menikah lagi nantinya?" Tanyaku, bukan apa-apa, itu harus ku pikirkan apabila Cherry akan memiliki ibu baru nantinya. Anehnya Bryan mengerjab sesaat lalu memilih berpaling ke luar jendela mobil.
"Aku tidak tertarik dengan wanita, dan kita sudah sampai." tutupnya.
Aku mendengus dalam hati berbisik, mana ada tidak tertarik tapi setiap harinya pria itu terus berganti wanita. Ciiih, batinku mengolok. jangan tanya dari mana aku tahu, tentu saja dari Dimas, siapa lagi.
Aku turun dari mobil, tepat setelah pria itu bertindak gentle dengan membuka pintu penumpang tempat di sisiku duduk cantik. Dan satu lagi pria berahang tegas itu menutupkan jas mahalnya di atas kepalaku. Membuatku berdiri kaku menatap lurus mata sekelam malam itu.
"Gerimis akan membuatmu sakit." katanya singkat.
Aku hendak membuka mulut saat pria itu lagi-lagi mendahului bicara.
"Cherry sudah diambang pintu bersama James, dia tidak basah sama sekali." jelas Bryan tanpa melihat Cherry, karena matanya kini beranjak memandang anaknya yang sudah digendong James yang sudah berada di depan pintu mansion keluarga Walter ini. Membuatku lega, putrinya tidak kehujanan.
"Ini hujan, bukan gerimis." ralatku.
"Harusnya pipimu bersemu merah saat seorang pria bertindak seperti ini."
Aku yang bingung dengan kalimat Bryan hanya mampu terdiam, membuat pria itu menoleh ingin tahu.
"Haruskah aku mabuk kepayang pada pria yang tidak tertarik dengan wanita?" jawabku ringan. Senyum Bryan menular padaku.
"Kau harus, kalau itu aku." Bisik Bryan sensual kemudian lidahnya menggigit kecil ujung telingaku. Aku menegang seketika, degup jantung ikut menggila. Bolehkan aku marah, pria ini telah keterlaluan, ya ampun ini memalukan.
Pria ini sinting. Reflek tangannya memukul dada Bryan. Tapi Bryan justru menangkapnya dengan mudah dan menggenggamnya. Nia berontak dan mendesis marah.
"Bry, lepaskan aku. Kau membuatku malu. Mereka melihat kita. Dan Cherry. oh sayangku cherry, lihatlah apa yang akan dia katakan sebentar lagi.
"Kau gila Bry!!" Semburnya dengan tetap mengontrol suaranya agar tidak di dengar james dan Cherry.
Oh ya jangan lupakan pria-pria tinggi tegap itu yang sejak di bandara tadi mengikuti Bryan.
"Mami, Daddy, kata paman James kalian sedang memproses adik bayi ya?" tanya Cherry polos. Dan itu membuat semua telinga yang mendengar memerah malu.
"James nama mu kan" aku meliriknya tak suka.
"Maaf, Miss Walter, saya hanya menyampaikan apa yang ingin di dengar Nona Cherry, Miss." Pria itu menunduk sopan, sementara aku hanya bisa menggeleng pasrah.
"Bryan!! aku marah padamu, antar aku dan Cherry pulang ke Inggris."
Dan bla.....Blaaa.... Aku terus menggerutu hingga masuk kedalam mansion keluarga Walter.
Bryan tersenyum miring menanggapi Gerutuanku. Aku melupakan satu hal, bahwa seharusnya aku tidak boleh bersikap tidak formal padanya, mengingat status kami Yanga hanya atasan dan bawahan.
Bryan menarik tanganku masuk kedalam kamarnya, diikuti James yang masih menggendong Cherry.
"Sementara kalian akan tidur disini sebelum aku membuatkan kamar khusus untuk princes Walter." kata Bryan sambil beranjak menurunkan Cherry dari gendongan nyaman James, dan menidurkannya di bed king sizenya.
"Daddy, aku capek, ngantuk." Rengek Cherry manja.
"Tidurlah honey, besok kita akan menemui kakekmu." Bryan mengecup dahi putrinya penuh sayang.
"Tidak Cherry, lepas dulu jaketmu dan ganti bajumu dengan baju tidur agar kau nyaman." Pungkasku tak mau dibantah. Dia baru saja lepas dari demam, aku takut sewaktu-waktu dia kembali demam, hingga suhu tinggi terperangkap dalam tubuhnya karena tebal pakaian Cherry.
Kini aku yang juga jetlag tengah membongkar koper milik Cherry dan mengambil terusan bergambar cinderlela, kemudian segera menggapai gadis cilik itu dan segera mengganti bajunya.
"Aku tidur dimana?" Aku bertanya dengan menoleh sekilas pada Bryan, tanganku sedang membenahi selimut Cherry. Bryan mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum miring.
"Jangan perlihatkan wajah menyebalkan kepadaku, Pak Bryan." ketusku mengingat perlakuan mesumnya tadi. Aku tidak tahu, hanya beberapa jam saja interaksi kami tapi mengapa rasanya Bryan bertindak seolah teman lama.
Bryan terkekeh, "di kamar sebelah denganku Ms. Walter." ledeknya menyebalkan.
Aku mendekati Bryan selangkah demi selangkah. Saat jarak kami kian menipis, mata kami saling beradu. Aku mengangkat jemariku ke wajah Bryan tapi tak juga menempelkannya. Menelusuri garis rahang pria berwajah tak tercela tersebut hingga ke dagu, dada dan perutnya. Bryan memejamkan mata. Namun tak ada yang terjadi detik berikutnya, hingga Bryan membuka matanya. Justru senyum mengejek terbit dari bibirku.
Tanpa kata aku menyambar tangan besar Bryan lalu menariknya keluar dari kamar pria itu sendiri. Segera mendorong pintu untuk menutupnya dan menguncinya secepat kilat.
Saat itu juga Bryan mengetuk-ngetuk penuh amarah. Diriku tertawa terbahak-bahak bersama Cherry yang ternyata memperhatikan kami sejak tadi.
"Awas kau Ms.Walter!!" rutuk bryan dari luar sana.
Aku dan Cherry saling berpandangan lalu terbahak bersama setelahnya.
"Momy, kenapa kita tidak tidur bersama daddy saja?" Cherry bertanya sambil menguap.
"Tidurlah sayang, besok pasti melelahkan untuk kita."
Cherry beranjak berdiri diatas bed dan mencium daguku sayang sambil mengucapkan, "good night momy, I love u, I love daddy."
Senyumnya gadis itu merekah, Cherry tampak bahagia sekali, tapi bagaimana dengan aku? Apakah aku juga bisa merasakan seperti yang dirasa Cherry setelah ini?