+ Add to Library
+ Add to Library

C18 18

"Aku juga menginginkan kamu jadi ratu satu-satunya di rumahku, My Bell. Ku harap kamu memikirkan dengan baik sebelum memutuskan."

Aku terperangah, mulutku menganga dengan tangan menutupnya. Bagaimana bisa dia ada disini, ya tuhan....!

"Ryu... Anda ada disini?"

"Aku tidak bermaksud menguping, My Bell. Tapi ternyata ini kamu. Jadi tuan Abraham, aku mau persaingan yang fair diantara kita."

"Ryu... Ouh, Mas aku..." Aku bingung bagaimana ini? Menoleh ke arah Zach berganti ke arah Ryu Yoshinaga. Aku mempertimbangkan Ryu untuk menjadi masa depanku. Tapi jauh di dalam hatiku, aku sudah meletakkan cinta ini pada Zach. Hanya saja si Zach yang brengsek itu membuat ku ragu.

"Baik, Tuan Yoshinaga. Kita lihat siapa yang benar-benar akan mendapatkan hati pacar saya ini." Ucap Zach melingkarkan lengannya pada pinggulku. Dan itu tak lepas dari pengawasan Ryu yang tajam.

"Pacar? My Bell kamu bilang..." Pria matang memang sweet, dia konsisten memanggil My Bell padahal ada Zach disini.

"Tidak Ryu, itu hanya klaimnya sepihak." Mata tenang Zach kini membulat sempurna. Dia mengeraskan rahangnya, dan menatapku kecewa. Biar saja, ku rasa Zach juga perlu diberi pelajaran.

"Bella, bukankah tadi aku sudah bilang soal status kita."

Menggigit bibirku, memutar otak agar aku menemukan kalimat pembelaan yang pas untuk situasi ini. Apes banget sih, aku ini.

Dengan kondisi mengenaskan, tanpa alas kaki. Kenapa aku merasa seperti perempuan tersial di dunia. Ada dua laki-laki yang tengah beradu saraf diantara diriku. Sementara aku tidak bisa memutuskan, yang satu ku cinta tapi brengsek. Yang satu terlalu potensial untuk ditolak tapi perasaanku hanya sebatas kagum padanya. Bagaimana ini? Someone, help me please!!

"Mas, aku masih ragu padamu." Ku balas tatapan lurus mengiris itu. Tapi aku sudah memutuskan bahwa Zach perlu tahu, aku perempuan baik-baik yang anti jual murah atas harga diri.

"Sebelumnya aku sudah janji pada mister Yoshinaga untuk memberi kesempatan. Jadi mister Yoshinaga benar, kalau memang kamu serius padaku. Bersaing saja secara fair dengannya." Ku lirik Ryu Yoshinaga yang menatapku puas.

"Selamat malam, Mas Zach." Meski suaraku tenang, tapi tanganku merebut sepatuku dari tangan kirinya.

"Selamat malam, Ryu... Senang sekali makan malam dengan Anda." Aku mengangguk singkat pada Zach. Tapi ku sunggingkan senyum tipis saat menatap Ryu. Bukannya aku membedakan keduanya. Aku menghargai Ryu jauh dari aku menghargai Zach yang tidak bisa menghargaiku seperti seharusnya.

"Baik Bella, kalau kamu memang sengaja ingin melihat kesungguhanku." Jelas sekali itu adalah suara Zach. Sementara aku mengangkat daguku tinggi untuk menuju letak unitku berada.

By the way, mengapa diperebutkan itu rasanya senang sekali ya? Merasa berharga dan luar biasa. Aku menarik bibirku ke samping, merasa lucu dengan diri sendiri.

***

"Ya mami...?"

"Gimana kantor Bel?"

Aneh, bukannya kemarin kami zoom meeting ya?

"Ya gimana Mi, berjalan baik seperti seharusnya. Hari ini akan mewawancarai beberapa editor baru. Sebelum secara resmi bergabung dengan majalah kita. Jadwal pemotretan untuk edisi bulan depan juga terkontrol kok."

"Aku tidak bicara soal majalah kita. Aku bicara soal proyek-proyek milyaran dengan pra pria itu."

"Pak Salman sudah beres, Mi. Mister Yoshinaga juga setuju menanamkan modal pada kita." Jelasku pada Bu boss yang cerewetnya kembali ke level awal.

"Aku dengar dari Zach, kamu ada hubungan dengan dia?"

"Si bangkit tua Salman, iih amit-amit!" Aku menggigil geli membayangkan wajah mesum Pak Salman.

"Kalau Ryu Yoshinaga?"

"Alhamdulillah, dia matang, tampan, dan kaya." Akuku jujur, bukankah dulu Bu Anisa juga mengatakan hal ini saat menilai pria Jepang itu.

"Mami mau kamu profesional, Bella." Maksudnya apa tuh, apa dia tahu Zach menebar ranjaunya padaku.

"Maksud mami?" Tanyaku lirih dan ragu.

"Benar kamu mendapatkan kontrak dengannya karena kamu dengannya memiliki sesuatu yang khusus." Mataku melotot, bisa-bisanya Bu Anisa menanyakan sesuatu yang tidak akan pernah ku lakukan.

"Apa mi! Aku dan dia kenapa?" Aku mulai merasakan sesuatu yang tak enak disini walau si bos menggunakan kalimat yang sopan, tapi aku mulai paham arah pembicaraannya.

"Zachy bilang, kamu memuluskan~"

Mami! Justru Pak Zach yang berkali-kali ngajakin aku check in. Tapi aku hanya membatin penuh emosi.

"Mami lebih percaya Mas Zach silahkan. Tapi bukan sehari dua hari mami kenal Bella. By mam, Bella mau ke kantor." Ku tutup secara sepihak telpon wanita labil itu. Biar saja aku dianggap tidak sopan, salah siapa percaya kabar burung. Burung nakalnya si Zach, iirrhhgg!! Aku kesal.

Begini mau mempertimbangkan si brengsek itu. Kurang ajar sekali dia fitnah aku depan emaknya. Apa dia tidak tahu peribahasa, fitnah lebih melelahkan dari pada fitnes. Ku sumpahi bucin akut sampai mau mati sama Bella yang cantik dan polos ini, arggh. Zach Abraham sialan!

Kepalaku butuh diguyur air dingin.

Sesampainya di kantor, aku tidak menuju ruangan ku berada. Aku sedang marah bertemu pria sialan itu. Aku menuju ruang meeting, lalu meminta Angel untuk membawakan pekerjaanku ke sini.

"Mbak sepertinya si ganteng nungguin tuh."

"Jangan bilang aku disini."

"Yah, aku udah bilang Mbak Bella di ruang meeting. Dia tanya apa da meeting dengan klien, aku jawab enggaklah. Wong jadwal pagi ini kosong kan, Mbak? Baru nanti ketemu calon editor baru kan?"

Aku menghela nafas, dasar si Angel.

"Ya udah, bilang aku sibuk banget, Ya Ngel. Makasih."

"Duh, pasangan sekantor yang lagi ngambek-ngambekan." Sinis Angel dengan senyum yang bikin tanganku gatal ingin menguncir bibirnya yang tidak pernah tulus itu.

"Angel, kerja sono. Jangan gosip, nanti kena karma potong gaji mau kamu! Hussh sana." Aku melotot padanya.

"Iih, mentang-mentang jabatan lebih tinggi, bisanya semena-mena." Gerutu Angel saat aku mengusir dia dengan kibasan tangan tak sopan, salah siapa nyinyir pagi-pagi.

Ponselku berdenting, notifikasi WhatsApp menampilkan nama Ryu Yoshinaga. Bibirku auto tersenyum membaca pesannya.

"Dinner ya, My Bell. Aku jemput di kantor apa di apartemenmu?"

"Sure. Tapi aku tidak tahu Anda bisa menjemputku dimana. Nanti ku hubungi, ya." Begitu balasanku.

Ku raba leherku, dimana liontin darinya bertengger manis. Ku pikir cinta bisa dipupuk, soal usia tak jadi masalah. Ryu masihlah terlihat muda daripada umur aslinya. Aku tidak keberatan dianggap jalan bareng om-om kalau itu Ryu.

Eh iya, Ryu tinggal dimana ya? Masak dia tinggal di apartemen kelas menengah seperti itu, mengingat semalam dia berkeliaran di sekitar unitku. Atau dia tengah menemui seseorang di sekitar sana. Kalaupun dia tinggal disana, kok aku tidak pernah bertemu sebelum tadi malam? Baiklah, biar nanti aku tanya langsung saja.

Kembali ponselku mengeluarkan bunyi notifikasi. Kali ini si Zach yang bikin kepalaku berasap karena fitnah yang lebih melelahkan daripada fitness itu dia layangkan padaku.

"Bella? Menghindariku?"

Ku abaikan pesannya, hingga beberapa menit setelahnya pesan yang lain menyusul yang sama ku abaikan.

"Bella aku butuh kamu"

"Bella, jangan cuekin aku"

"Bella..."

Biarlah aku belajar berprinsip, keras pada hatiku agar ke depannya aku tidak dibutakan cinta. Aku menggeleng, mengembalikan pikiran pada pekerjaan yang menumpuk di depan mata.

Sampai Angel mengingatkan bahwa wawancara editor baru akan segera di mulai. Jadi aku bersiap menuju ruang serba guna yang berada di lantai satu, dimana empat orang pelamar terbaik sudah menanti.

Keluar dari lift, aku dikejutkan dengan pemandangan luar biasa membuat mata iritasi. Dimana seorang wanita memeluk Zach dengan tatapan kagum sekaligus rindu.

"Zachy, aku tidak percaya aku bisa melihatmu lagi. I Miss you so bad, Zach. My boyfriend..."

Bolehkan ku hantam kepala Zach dengan empat map tebal ini?

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height