+ Add to Library
+ Add to Library

C26 26

"Kenapa anda mendekati pacar saya menggunakan putri anda, Tuan Yoshinaga?"

Itu yang keluar dari mulut beracun Zachy saat kakinya pertama kali memasuki unitku. Matanya yang semula menatapku tajam berubah penuh amarah saat menuju arah Ryu. Sementara aku menghela nafas, lelah menghadapi Zachy yang emosional begini. Rasanya aku memang tak benar-benar mengenal dia dengan baik.

"Saya sudah meminta maaf pada Bella soal ini. Ku rasa kalaupun kamu memang memiliki hubungan lebih dari teman, kamu masih tidak berhak atas dia. Biarkan dia memutuskan apapun yang memang menjadi maunya, termasuk soal putriku." Jawab Ryu dengan intonasi tenang dan kalem. Memang tidak ada senyum di bibirnya tapi aku tahu pria itu tengah serius.

"Mama" Nara menggeliat tak nyaman, suhu tubuhnya masih panas, sepertinya dia merasa tidak nyaman karena suasana tegang antara dua orang pria di ruangan ini.

"Sssshh..." Ku usap punggungnya agar dia kembali tenang.

"Maaf semua, sepertinya aku akan menemani Nara dulu satu atau dua jam ke depan. Kasian dia." Putusku.

"Kalian berdua boleh beradu urat di luar unitku. Oh ya mas, aku tidak perlu bilang padamu kan kalau aku akan datang terlambat." Tentu saja aku tidak perlu bilang pada Zach, posisinya belum pernah dikukuhkan di Womenize walau semua orang tahu kalau dia adalah pengganti Bu Anisa. Nyatanya beberapa keputusan penting masihlah diambil langsung oleh Bu Anisa. Apalagi aku tahu keberadaan Zach di Womenize seperti hanya main-main belaka.

"Bella!" Geram Zachy padaku yang tak ku hiraukan. Entah kenapa aku lebih peduli pada balita imut ini. Walau bukan anakku, rasanya dipanggil mama dan perasaan membutuhkan dari anak ini membuatku tersentuh. Aku tidak tahu kenapa begini, tapi aku merasa sisi keibuan dalam diriku terusik.

"Maaf mas. Dia hanya anak kecil." Aku mengangguk kecil pada Zach lalu berpindah pada Ryu.

"Ryu, boleh tinggalkan Nara bersama saya. Biarkan dia istirahat disini, nanti akan saya antar dia pada anda. Apa tidak apa-apa?" Aku merasa perlu untuk meminta izin. Pasalnya aku hanya orang lain yang kebetulan saja disukai putrinya.

"Ku percayakan dia padamu kalau memang tidak menganggu, my Belle. " Katanya tanpa menoleh padaku, masih beradu tatapan dengan Zach yang menguarkan aura permusuhan.

"Baiklah, siapapun yang keluar terakhir tolong tutup rapat pintunya." Ku tujukan kalimat itu pada dua pria tersebut yang masih saling berdiri berhadapan dalam jarak enam sampai tujuh meter. Setelah itu ku bawa Nara ke kamar untuk ku tidurkan. Gadis kecil itu merengek ingin ku temani, jadi aku ikut berbaring memeluk tubuh kecil itu.

"Mama, jangan tinggalkan Nara lagi ya..." mohon gadis kecil itu dalam tidurnya. Seperti ada bongkahan es yang mencair dalam sudut hatiku. Perasaan merasa dicintai, perasaan dibutuhkan membuatku menelisik hatiku. Ini baru pertemuan kedua kami, bagaimana kalau Nara tidak bisa lepas dariku sementara aku tidak dengan papanya. Ini membuatku berpikir lama, memilah dan menyusun perasaanku sendiri.

"Bella." Suara Zachy menggema dalam kamar ini.

Aish, mau apa dia. Apa dia tidak paham apa yang ku katakan beberapa menit lalu.

"Mas, bisa tunda nanti? Kasian dia demam tinggi mas?"

"Bella, geramnya rendah. Kenapa aku merasa kamu tengah mengkhianati aku?"

Semalam aku memang mengangguk menyetujui permintaan Zachy untuk menjadi kekasihnya. Menjalani hubungan ini dengan sungguh-sungguh. Memperjuangkan satu sama dan saling mempercayai. Lalu apa maksudnya dengan ini? Bukankah dia sudah tidak percaya denganku, meragukan aku bahwa aku akan menciderai kepercayaan darinya dengan menjalin hubungan dengan Ryu.

"Maksudmu apa mas?" Tanyaku tidak puas, walau sesungguhnya aku paham. Suaraku ku pelankan, takut mengganggu Nara yang baru saja terlelap.

"Dengan kamu menyayangi anak ini, anak dari pria yang jelas-jelas mengharapkan dirimu menjadi pasangannya?"

Aku tidak bisa mengelak dari pertanyaan Zachy. Bukankah ini sama dengan apa yang aku pikirkan baru saja.

"Mas, aku hanya kasian padanya. Tidak tega melihatnya sakit sementara dia terus saja memanggil aku. Tolong pahami itu." Sesungguhnya dengan jawaban ini aku bukan sedang menyangkal Zachy, tapi aku sedang menyangkal perasaanku sendiri. Sedikit merasa denial pada kenyamanan yang ku rasakan pada Ryu. Menegaskan pada diri sendiri bahwa aku sudah memilih Zachy atas nama cinta.

"Bella, ini akan berbeda kalau dia memang anak kandungmu, tapi dia bukan apa-apa bagimu, apa aku salah menanyakan ini?" Zachy memperlihatkan wajah kesal luar biasa. Dia berdiri dengan intimidasi, namun aku mencoba tak memperlihatkan rasa bersalah yang tiba-tiba bercokol karena baru saja aku mengatakan aku merasa nyaman dengan Ryu.

"Mas dia hanya seorang balita. Lagi pula aku tidak memiliki hubungan apapun dengan papanya. Bukankah aku sudah bilang setuju berkomitmen denganmu." Jauh di dalam hatiku aku meragu, bimbang pada apa yang ku yakini bahwa aku mencintai Zachy.

"Yakin kamu masih bilang tidak mempunyai hubungan setelah kamu makan malam dengannya semalam." Katanya melempar tatapan yang rumit padaku. Tapi otakku justru mengingat dirinya seharian kemarin melewatkan waktu dengan siapa bahkan sampai berakhir makan malam dimana.

"Lalu bagaimana dengan kamu sendiri mas, bukankah kamu juga datang ke acara makan malam keluarga perempuan yang mengakui mu sebagai boyfriend semenjak pagi? Oh ayolah, Ryu jauh berbeda dari itu. Ryu hanya meminta kesempatan padaku. Bukan klaim sebagai kekasih seperti yang perempuan lain lakukan."

Sungguh kenapa aku merasa menyesal semalam jadi kehilangan orientasi ketika menyetujui kemauan Zach untuk berkomitmen. Aku merasa semakin hari mengenalnya semakin aku tak memahami emosinya. Kenapa dia tak bisa setenang Ryu saat menghadapi aku. Kenapa cara Ryu yang demikian justru membuatku merasa disayang dan dihargai.

"Ouh, aku tidak tahu kenapa kita musti kembali membahas ini?" Kayanya tak habis pikir.

"Semalam kamu tidak memberiku kesempatan membahas ini. Dengar Mas Zach, kalau kamu serius dengan hubungan kita maka berhenti main hati dengan perempuan-perempuan itu. Terus terang, aku belum bisa percaya kamu hanya memiliki aku."

"Bella sayang, kau janji hanya akan ada kamu saja mulai sekarang." Katanya mendekati aku lalu merangkum wajahku dalam kedua telapak tangannya.

"Lalu bagaimana dengan Rika, perempuan yang di video call itu juga?" Aku cemberut, mengingat sepak terjang Zachy. Playboy satu ini apa bisa beneran insyaf?

"Sudahlah sayang. Aku akan berhenti berhubungan dengan mereka. Tapi tolong jangan membuatku terbakar cemburu dengan keberadaan anak ini." ungkapnya keberatan. Aku bisa memahami maksudnya sih.

"Mas, apa salah gadis malang ini, kalau bisa aku akan mengadopsinya." Sungguh aku iba pada Nara yang begini. Ku lirik gadis kecil itu, sepertinya keningnya mulai berkeringat. Semoga demamnya turun.

" Tidak usah. Biarkan papanya mencarikan mama baru. Jangan kamu. Kita bikin sendiri saja." Katanya mencium dahiku. Sepertinya emosinya telah mereda.

"Ihh, ogah! Halalin dulu pada orangtuaku." Ketusku.

"Oke. Hari ini kita bisa ke rumah ibumu di Bandung, kan?"

Mataku membelalak, apa Zach serius?

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height