+ Add to Library
+ Add to Library

C27 27

Zachy berkompromi denganku untuk mengurus Nara terlebih dulu hari ini sebelum ke Bandung menemui mama. Sementara dia bilang akan menyelesaikan urusannya sendiri dengan para perempuan itu siang ini.

Namun baru saja aku masuk ruangan ku yang terjadi adalah Zach memelukku erat. Aku sudah mengantarkan Nara pulang. Demamnya telah turun, walau sulit berpisah akhirnya Nara mengijinkan aku ke kantor dengan janji nanti aku akan menghubungi gadis itu.

"Ada mas?"

"Baby, maafkan aku." Katanya menatapku menyesal.

"Kita tunda dulu ke Bandung, aku harus terbang ke Seattle. Aku benar-benar tak bisa menunda urusan ini sayang. Papaku menungguku disana. Kamu tidak apa-apa kan?"

Ku balas gelengan disertai senyum maklum. Lagipula aku bisa apa, setidaknya dengan berjauhan sementara begini aku bisa menyelami hatiku. Apa yang sebenarnya ku mau, apakah Zachy atau justru pria lain yang menatapku teduh itu.

Setelah Zach pergi, hari-hari ku sibuk dengan Nara, sesekali berdua dengan papanya walau hanya sekedar makan malam. Beberapa hari pertama komunikasi dengan Zach berjalan lancar, namun akhir minggu kemarin dia sudah tidak dapat dihubungi. Aku mengendikkan bahu, biarlah bagaimana maunya. Hubungan LDR itu sungguh tidak ada dalam kamus ku.

Semakin hari pekerjaan di kantor memenjarakan aku. Angel yang setiap pukul 4 akan terus menggerutu hingga aku mengijinkannya pulang beberapa jam kemudian menjadi hal biasa akhir-akhir ini.

Kabar Zach? setelah memasuki akhir minggu kedua ini adalah aku tidak tahu. Jadi jangan membayangkan pipi merona ada di wajahku karena mengingatnya. Yang ada aku merasa bodoh karena dipermainkan si playboy, sampai jantungku akan bedebar sedikit lebih cepat jika mengingatnya. Tidak sama sekali selain perasaan kesal yang mendominasi.

"Mbak... gimana pak Zach?" Angel memulai membahas topik seram bagi hati dan otakku. Tentu seram karena aku tak mau jatuh pada si Zach jika terlalu sering mendengar namanya disebut.

"Kok nggak pernah kesini lagi ya, nggak takut apa uangnya di korupsi sama Mbak Bella?" katanya tanpa dosa.

"Mulut, please!" kataku ringan tak lagi tersinggung dengan mulut serampangan Angel.

"Mbak... buka youtube dong... Jangan sibuk aja sampai kagak tau gosip panas." Ucap Angel dengan nada profokasi, namun aku tak menggubrisnya sedikitpun.

"Mbak... Aku yakin kamu bakalan megap-megap kalau tahu viewer terbanyak bahas siapa?" Angel mendekatkan mulutnya kearahku berharap aku akan merespon ucapannya. Padahal aku makin muak karena informasi itu, dan lebih memilih melampiaskan amarahku pada si Angel ini.

"Angel... Coba cek lagi utang dan piutang serta debet kreditnya. Kayaknya bagian keuangan melewatkan sesuatu. Cepetan, nggak pakai bumbu gosip." Perintahku mendesak walau menggunakan nada datar.

Bagaimana tidak besok gajian, aku belum acc untuk mencairkan gaji mereka karena pekerjaan yang semakin menggunung di mejaku. Bahkan tadi siang manager keuangan udah teriak-teriak meminta berkasnya segera diperiksa. Tidak lupa umpatan serupa desisan yang masih jelas ku dengar, mengataiki perawan tua yang sok pintar karena berhasil menjadi tangan kanan bu Annisa.

Perawan tua, oh aku jadi ingat mamaku. Ku pastikan minggu ini aku akan pulang ke Bandung. Kalau perlu besok aku ngambil cuti buat ke Bandung. Kangenku dengan mama semakin menjadi pasca minggu kemaren aku tidak jadi pulang ke sana.

"Angel, besok ada schedul apa untuk saya?" aku memastikan.

"Tidak ada yang penting mbak, hanya tanda tangan berkas saja." Angel membuka lembar demi lembar buku note kecil di mana ia mencatat jadwalku.

"Oke, besok kalian jadi gajian. Sementara aku akan ke Bandung jenguk mama." Dealku setelah ku pastikan tidak ada lagi masalah pada laporan bagian keuangan yang ku pegang sekarang. Aku akan mengirim laporan ini kepada bu Annisa melalui email.

"Jadi mbak, aku sudah boleh pulang kan?" Angel meminta persetujuanku, yang ku amini dengan anggukan kecil. Mukanya berseri mengingat perkataan ku tadi tentang gaji barusan.

"Nih mbak, lihat" Angel memplay tombol pada aplikasi youtube, menampilkan Zach yang sedang berjalan mesra di red karpet hollywood. Tangannya melingkar posesif di pinggang semi telanjang gadis muda yang rupanya seorang model yang lagi naik daun. Jangan lupa, adegan 17+ nya nggak ketinggalan, saat mereka saling menoleh dan melempar senyum. Bibir Katherine yang terlalu dekat dengan bibir Zach. Jika Zach bergerak sesenti saja, pasti ciuman itu akan terjadi. Uhg, mesum sekali. Intinya hatiku panas, apa yang aku khawatirkan terjadi. Zach tidak bisa memegang kepercayaan ku.

"Katherine Wilson, model terhits Victoria Secret bulan ini." Angel menelisik ekspresiku yang ku pasang lempeng. Ada kerutan di wajah putih mulusnya.

"Gimana mbak, sudah cemburu?" tidak ada nada ejekan disana, Angel kini mulai merubah pandangannya akan diriku. Katanya melihat dedikasiku beberapa bulan ini, wanita itu jadi tau darimana kepercayaan bu Annisa kepadaku. Aku memang punya kemampuan bukan hanya bersilat lidah semata.

"Nggak Angel, aku hanya asisten boss. tidak ada hubungan emosi apapun dengan anak bossnya, oke." Ku tarik senyum terpaksa. Sebenarnya saat aku mengucapkan ini, aku sedang mengingatkan diriku sendiri tentang keselamatan hatiku. Aku sedang membunuh benih-benih rindu pada pria casanova itu, yang tak ku pungkiri sering hadir. Aku juga sedang mewanti-wanti perasaanku agar tak kecewa dengan apapun. Bukankah aku sudah menyiapkan diri akan resiko kecewa apabila Zachy memang berpaling?

"Tapi mbak... Kok jadi pendiam sih, akhir-akhir ini." Angel terus menatapku, mencari bahan ledekan yang mungkin ia temukan bertema Zach Abraham.

"Bukankah sudah ku bilang, panggil Bella saja, saat tidak ada orang, kamu lebih tua dariku." Aku mulai menghormati wanita ini, setelah dia tak lagi nyinyir aneh-aneh. Selain itu, aku tengah mengalihkan pembicaraan.

"Sudah biasa mbak..." katanya.

"Oke, mari pulang. Kamu bawa mobil?!

"Iya, mbak..." ia mengangguk sesaat sebelum pergi dari ruanganku.

Ku kemasi dompet, Ipad dan hape ke dalam tas, ingin rasanya segera pulang ke Bandung. Tapi kalau nyetir sendiri apa nggak capek aku ya? Aman nggak kira-kira. Atau naik kereta malam, barang kali bisa ya.

"Angel..."

"Iya mbak...." wanita 30 tahun itu sudah melengok di pintu Ruanganku lengkap dengan handbagnya, sepertinya ia hendak pamit pulang.

"Tolong cari tahu, tiket kereta Jakarta-Bandung untuk malam ini." aku meminta bantuan Angel, meski terdengar seperti perintah.

"Yakin mbak, nggak mending tiket besok pagi aja?" Aku mengangguk. Terlalu malas menanggapi keraguan di otak Angel. Sedangkan Angel menampilkan raut khawatir di muka capeknya.

Aku sudah merasa jenuh dengan udara Jakarta. Ada rasa sesak yang merambat. Wajah bahagia Katherine dan senyum miring Zach di layar Ipad Angel tadi sedikit menggangguku. Hanya sedikit loh ya, se-di-kit. Setengah ujung kuku mungkin. Tapi ku rasa lebih kepada lelah bekerja yang jadi penyebab suntukknya aku malam ini, hingga ingin cepat- cepat pulang ke Bandung.

"Ada mbak, jam 10 malam." Angel memutus lamunanku.

"Aku pesankan sekalian Mbak?" Lanjutnya lagi.

Memang serasi sih, Katherine itu ada di samping Zach. Loh kok jadi kepikiran begini sih. Dasar Zach dan segala perhatian manisnya, oh jangan lupakan ciuman-ciumannya. Hmm, hatiku sakit tapi tak berdarah.

"Mbak...." Angel melambai di depan wajahku. Aku segera tersadar dan menyampaikan terima kasih padanya untuk hari ini.

"Sebut nama mbak pada petugas loket ya..., kelas eksekutif mbak." Angel mengikutiku dan menaikkan volume suaranya saat aku memilih berlalu dari hadapannya. Aku hanya membalasnya dengan jempol kananku tanpa menoleh dan bergegas masuk ke dalam lift yang akan membawa kami turun menuju basement.

Tak ada lagi perbincangan antara aku dan Angel dalam lift yang membawa kami turun. Angel dan hapenya, sementara aku dan mantra-mantra di otakku. Berusaha mengusir bayangan Katherin yang cantik, yang sialnya tampak begitu serasi dengan pria mesum yang ku rindukan.

Tidak, aku tidak jatuh cinta padanya. Aku hanya merindukan dia sebagai teman yang kadang menyenangkan. Iya seperti itu, pasti seperti itu, memang harusnya hanya seperti itu kan.

Ku tekan nomor Nara yang segera gadis kecil itu angkat dalam dering ke tiga.

"Mama, Nara kangen..." Rengek gadis itu. Ada nenek dan obasan di sebelahnya.

"Hallo Bella, lama kamu tidak berkunjung?" Tanya nenek Ryu terlalu sopan.

"Selamat malam nenek," aku mengangguk, lupa sepenuhnya kalau ini hanya sambungan telpon biasa, bukan video call.

"Maafkan saya yang sedang sangat sibuk akhir-akhir ini. Kapan-kapan saya akan meluangkan waktu ya, Nek?" Imbuhku pada akhirnya.

Nenek Ryu dan si obasan ini jadi baik sekali padaku saat tahu aku yang ikut andil merawat Nara saat sakit waktu itu.

"Baiklah, nanti akan kami siapkan makanan kesukaan kamu."

"Ah, jangan repot-repot."

Ini semua pasti karena Nara, lagi pula sejak kapan mereka tahu makanan kesukaanku?

"My Belle..."

Aku menoleh pada sumber suara, Ryu berdiri di sebelah pintu. Baru masuk ke lobi sepertinya. Tapi kenapa wajahnya terlihat sangat pucat? Ada apa dengannya?

"Ryu, ada apa dengan wajah anda?"

"Ayo pulang" katanya lemah sebelum tubuhnya oleng ke arahku membuatku berteriak histeris saat menemukan darah di perutnya yang tengah dia tekan.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height