+ Add to Library
+ Add to Library

C32 32

Heee maafkan aku yang kelamaan hiatus di cerita ini 😅

Welcome back to the Bella story.

________

Aku tidak tahu sejauh apa sudah masuk ke dalam kehidupan Ryu dan Nara. Sampai-sampai waktu seminggu berlalu begitu saja dengan aku yang bolak-balik rumah sakit sembari mengantar jemput Nara. Bahkan aku mendapatkan akses ke rumah Ryu beserta fasilitasnya termasuk seorang supir yang merangkap penjaga. Ada rasa mengganjal saat diperlakukan terlalu baik oleh keluarga Ryu padahal aku masih bukan siapa-siapa.

Apalagi ketika orang yang menusuk Ryu sudah ditemukan. Sungguh kisah Ryu, Nara dan wanita yang menusuk Ryu yang tidak lain adalah mamanya Nara yang oleh Ryu dianggap sudah meninggal. Aku tak akan menceritakan di sini karena itu bukan bagian ku. Maka sebisa mungkin aku akan menyingkirkan dari hidup Ryu. Wanita itu berhak mendapatkan pengakuan dari Nara sebagai wanita yang melahirkan Nara. Aish, sudahlah aku lelah. Seharusnya kalau tidak ada halangan apapun, nanti malam aku akan bisa menghirup udara sejuk kampung halaman di pinggiran Bandung yang sejuk. Nara sudah ku beri pengertian kalau harus menemani papanya yang masih dalam masa penyembuhan.

Pagi tadi ku katakan bahwa aku memiliki pertemuan yang penting yang tidak boleh membawa anak kecil, beruntungnya Nara yang pintar itu mengerti.

Apa kabar Zachy? Hubungan ku dengannya bahkan memburuk. Aku kesal soal dia yang tampil mesra di hollywood bersama si model Victoria Secret itu. Ada dua pria potensial sebagai calon suami, tapi bagiku mereka tidak terjangkau. Maka aku sadar diri, sebelum disebut sebagai punguk yang merindukan bulan lebih baik ku tinggalkan saja semua.

Bu boss is calling...

Aku mendesah, weekday dan bu boss menghubungi. Sepertinya bukan hal baik. Terpaksa aku mengangkat telpon itu, mau bagaimana lagi aku masih makan gaji darinya walau keinginan resign itu sungguh besar.

"Ya bu...?"

"Aku sudah menyuruh Jeremy untuk ke Soeta jemput kamu. Nanti dia bakal hubungi kamu, Bella. Kamu siap-siap ya?"

"Maksudnya ini gimana, Mami?" Aku hanya butuh kepastian dari maksud bu Anisa. Seenaknya saja nyuruh-nyuruh aku ke tempatnya. Dipikirnya Jakarta Singapura itu kayak Jakarta ke Monas. Gila aja! Aku menggerutu.

"Mami, ada yang sangat mendesak ya?" Tanyaku tak habis pikir. Awas saja kalau alasannya membuatku terbang jauh-jauh ke sana hanya karena hal remeh temeh.

"Iya lah, Mami bakal punya mantu dalam waktu dekat. Hah, Mami sangat bahagia. Akhirnya Zachy menuruti keinginan Mami untuk segera berumah tangga. "

Mantu? Apa ada yang ku lewatkan, seperti mami punya anak lain selain Zach Abraham? Atau yang dimaksud calon mantu olehnya itu aku, bolehkah aku berpikir demikian karena waktu itu Zachy bilang akan melamar ku pada mama ku di Bandung secara langsung?

"Mam, memangnya Mas Zach sudah punya calon?" Aku sengaja memancing dengan pertanyaan yang terkesan meragukan si Zach ini.

"Kejutan, tapi karena kamu juga sudah seperti anak mami, kamu wajib ada di sini untuk merayakan bersama kami. Okey, Mami juga tidak menerima penolakan. Kamu bisa sekalian liburan selama tiga hari ke depan, bagaimana? Bosmu ini baik kan,berterimakasih lah."

Diam-diam aku mencibir Bu Anisa atas kenarsisannya yang berbaur dengan kegembiraan. Aku turut senang mendengar suaranya yang riang, seolah kebahagiaan menguar dari Singapura ke tempatku sekarang.

Namun jadinya aku tidak tenang. Bahkan sampai Bu Anisa mengakhiri sambungan kami. Aku memijit pelipisku, rasanya nyeri mendera dengan tingkat yang akut. Kepalaku sakit sekali. Aku ingin segera pulang dan mengubur diriku dalam selimut sampai pagi. Jadi ku paksa kaki ini untuk bergerak untuk pulang. Meninggalkan mobilku di kantor terasa benar, karena berita bu Anisa bakal punya mantu itu membuat tubuhku lemas.

Feelingku tidak baik, apakah Zachy mengenalkan wanita lain pada Bu Anisa? Dengan kondisi sadar mataku terasa penuh dengan air mata. Sesekali aku mendongak agar air mata ini tak meleleh. Tempo hari saat bersama Ryu, berpisah dengan Zach seperti akan menjadi hal mudah. Tapi nyatanya saat ini benar-benar terjadi, entah mengapa hatiku terasa nyeri, merasa dikhianati.

Sampai di lobi kantor, aku meminta pak satpam untuk mencarikan taksi, sementara aku duduk di sofa tunggu. Sekali lagi, ku tanyakan pada diriku apakah aku lebih berat pada Zachy atau pada Ryu?

Tak menunggu terlalu lama, Pak satpam bilang taksi sudah menunggu. Jadi aku segera beranjak dan mengarahkan supir taksi ke alamat di mana apartemen ku berada. Lalu aku juga menyuruh si supir menunggu setelah membayar argonya lebih dulu. Maklum segusarnya diriku, soal duit aku tetap teliti. Sayang duitnya kalau argonya terus berjalan sementara menunggu diriku berkemas bisa lebih sepuluh menit.

Hingga setengah jam setelahnya aku sudah berjalan di lapangan terbang menuju pesawat Jeremy berada. Apakah aku sudah pernah menceritakan kalau Jeremy ini adalah orang berkebangsaan Eropa yang menjadi pilot pesawat milik ayahnya Zach? Walaupun terkadang aku masih bingung, kenapa bu anisa yang hanya mantan istri tetap bisa menikmati fasilitas tersebut. Ya biarlah, biar bagaimana pun bukan urusanku juga. Ah, lelahnya aku.

Sepertinya itu si Jeremy, jelas dia menungguku. Maka aku segera menghampiri bule ganteng yang bertato hampir di seluruh badan itu.

"Jer..."

Tanpa merasa perlu menjawab sapaku, si Jeremy justru memeluk ku seperti kami ini sudah lama tak bertemu, padahal terakhir itu belum dua bulan yang aku mengunjungi Bu Anisa je Singapura.

"I miss you, Lady..." Katanya setelah mengurai pelukan kami , tak lupa kerlingan jahil yang selalu menjadi ciri khasnya.

"Mulutmu selalu manis, Jer. Tapi aku enggak miss kamu tuh! Ayo!"

Jeremy tertawa riang pada reaksiku yang mendahului dirinya menapaki tangga demi tangga menuju kabin pesawat. Sialnya pertama kali yang ku lihat adalah Zachy dan seorang wanita yang tak ku sukai tapi tidak juga ku benci tengah menjadi penumpang VVIP dari pesawat yang dipiloti oleh Jeremy ini.

"Bella, apa aku lupa belum bilang, kalau Tuan Abraham dan Lady Wilson ikut menjemput mu." Jeremy yang masih menggunakan nada riang terdengar berada sangat dekat denganku. Pria itu menepuk pundakku dua kali seolah memberiku semangat, lalu menyarankan aku untuk segera duduk. Agar penerbangan malam ini bisa segera di mulai.

Shitt!! Pakai dobel! Umpatku dalam hati, tapi pikiran rasional ku mengambil alih. Aku harus tetap profesional bukan, walau rasanya di dadaku terasa sakit tapi tak berdarah.

"Selamat malam, Pak Zach. Terima kasih sudah repot-repot menjemput saya. Sebenarnya itu tidak perlu." Begitu yang ku katakan setelah mengangguk sopan sebagai penghormatan. Tidak juga ku lupakan wanita yang katanya model Victoria Secret itu, aku juga mengangguk padanya. Sayangnya wanita itu hanya menatapku lurus, mempelajari penampilanku dari ujung kepala hingga ujung sepatu. Bibirnya mencibir seolah aku ada di sini sekarang adalah sebuah kesalahan.

"Duduk." Itu suara bernada perintah dari Zach.

"Apa kabar si Ryu dan putrinya? Aku dengar hubungan kalian sangat berjalan baik." Imbuhnya membuatku makin lelah.

"Maaf, sepertinya sekarang tidak dalam situasi yang tepat membicarakan urusan pribadi. Permisi, saya mau duduk."

"Ih, sombong! Macam mana pekerja itu!"

Hah, mataku membela keheranan. Si Katherin ngomong bahasa Melayu? Dia orang mana sih! Tanyaku diam-diam, sayangnya itu tidak akan ku utarakan. Aku tidak ingin terlihat menyedihkan dengan 'keping wanita yang terindikasi jadi kekasih dari pria yang mengajakku menjalin hubungan serius. Argg, yang ada sekarang ini aku sangat kesal dan kecewa pada Zach. Teganya dia padaku, apa dia lupa apa yang dia lakukan ketika aku bersama Ryu? Dasar brengsek, makin lagi.

"Maaf, Miss. Silahkan nikmati perjalanan ini." Aku menganggukkan kepala lagi padanya. Lama-lama aku mirip orang dugem. Segera aku memasang selt belt seperti yang diinstruksikan oleh Jeremy lewat pengemasan suara untuk kemudian duduk bersandar. Dua jam ke depan, aku ingin tidur tanpa gangguan siapapun, baik itu Zach maupun Katherin.

Aku hendak memejamkan mataku, ketika pertanyaan Zachy selanjutnya membuatku berpikir keras.

"Bella, apa sekarang kamu sudah merasakan seperti yang aku rasakan saat kamu bersama dengan Ryu Yoshinaga?"

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height