+ Add to Library
+ Add to Library

C5 5

"Thankyou mister. Senang bekerja sama dengan anda." Aku menjabat tangan kolega dari Jepang ini dengan mantab. Bersyukur dalam hati akhirnya deal juga meski tanpa Bu boss.

"You are welcome, beauty. Kapan kita bisa makan malam bersama?" Tanyanya dengan mata berbinar.

"Hhh.... Kapan-kapan Mister Yoshinaga akan saya hubungi ya, beberapa Minggu ini, jadwal saya full." Aku tertawa canggung dengan ajakannya yang bikin anu. Aku kan jadi geer, sumpah.

Pria Jepang awal 40-an yang katanya masih lajang itu mengangguk senang saat aku tersenyum pada janjiku.

"Oke, i'm waiting. Kapanpun kau luang, darling." Katanya tersenyum menggoda. Aku mengangguk sopan menghargai klien yang sedikit suka tebar pesona ini. Tampan sih, dan catat, ka-ya. Sikapnya juga begitu memajakan wanita, sungguh manis kan? Beda banget sama si, hadeh....liat dech matanya udah mau keluar aja yang melotot kearahku.

"Caper!" Bisiknya mengejek di sebelah telingaku. Setelah Mister Yoshinaga benar-benar keluar dari ruang kerja Bu boss.

Aku memutar bola mata sebal.

"Whathever!"

"Haruskah pake baju kekecilan begitu?" tanyanya dengan mata memincing.

Aku seketika menilisik ke busana kerja yang aku kenakan saat ini. Rock pensil selutut body fit dan kemeja merah berlengan panjang ukuran M yang pass juga tentu saja. Semua bajuku emang ukuran M, kekecilan dari mana coba.

"Kekecilan dari mana sih, bapak?!" tanyaku.

Pria itu mulai beranjak dari kursi yang biasa di duduki bu boss lalu melewatiku menuju sofa nyaman dan elegan yang menggambarkan si pemilik yakni Bu Anisa.

"Tentu saja kekecilan, bra kamu tercetak jelas." jawabnya sambil lalu.

Saat aku sudah sejajar dengan langkahnya, dia berbisik rendah.

"Hitam menggoda." mukaku serasa kena badai api, memerah panas. Sialan nih orang tau dari mana coba. oke, kalaupun kemejaku ini terlalu ketat itu hanya mencetak bentuknya saja kan, bukan memperlihatkan warnanya juga.

Aku tak akan lagi berdebat masalah busana dengan orang ini. Aku menghentakan kakiku kesal dan berlalu mendahui langkahnya. Dia justru terkekeh.

"Hallo, selamat siang bu boss?! Sapaku pada si pembuat sambungan di seberang sana.

"...."

"Iya, sudah beres bu, Mister Yoshinaga sudah tanda tangan. Beliau berkenan dengan yang kita ajukan terakhir itu bu."

"..."

"Baik, saya akan kesana selepas ngantor nanti, Bu bos."

"..."

"Iya bu bos." Sahutku menahan sabar pada permintaannya yang banyak.

Menyebalkan, ibu dan anak kompak menyiksaku. Kenapa juga aku mesti repot-repot kesana kalo disana nanti sudah ada keluarganya.

"Mbak Bella, Pak Zach." si angel memanggilku dengan suara yang manja dibuat-buat. Tapi arah pandangan matanya malah jatuh ke dada bidang dan perut rata si Zach. Ugh.... Si angel mah gitu, nggak bakal tahan sama model cowok yang begitu. Aku cuma geleng-geleng kepala saja, sudah tahu tabiat si Angel.

"Angel, apalagi jadwal Bu Anisa hari ini?" Tanyaku. Andai ada jadwal temu klien aku bisa mengkondisikan diriku saja yang ketemu atau perlukah dengan si bule wajah datar itu.

Ku lihat Pak Zach baru saja menutup telpon yang mendadak dia terima saat kami melewati meja angel tadi. Kami hendak menuju bagian perencanaan terkait kerjasama dengan mister Yoshinaga tadi.

Dia menoleh ke arahku dan aku membuang muka, sengaja aku mencebik dan memutar bola mataku. Bukankah dia akan marah kalau aku begini. Liat aja, satu, dua...aku menghitung dalam hati.

Tuh kan, dia mengacungkan jarinya kearah mataku lalu ke matanya. Nggak lupa pelototan galak yang justru bikin aku cekikin sendiri. Dasar pemarah. Tapi apa aku yang salah liat ya, sudut bibirnya sempat tertarik kan, yah meskipun sedikit sih.

Aku mengembalikan konsentrasiku kearah tablet yang ku pegang. Tugas-tugas yang harus ku kerjakan jadi berlipat akibat sakitnya bu boss. Pak boss mah, belum tentu ngeh dengan semua ini, bukannya dia bodoh, tapi memang dia nggak akan paham pekerjaan ibunya di kantor ini hanya dalam waktu beberapa jam saja dari dia masuk kesini kan.

"Bella, come here." panggilnya. Aku menghela nafas lelah menghadapi setan tampan ini.

"Ya, bapak... Ada yang bisa saya bantu? Atau Angel aja Pak kalau Bapak butuh something important." tawarku.

Zach mengerutkan dahi. Seolah dia mau ngomong,"Apa-apaan kamu, aku manggil kamu kok, bukan Angel." tapi aku benar-benar sibuk jika pria ini mau tahu.

"Ini dibatalkan apa gimana?!" dia menunjuk ponselnya yang menampilkan sebuah hunian mewah, di Jakarta Utara. Dimana itu sebenarnya sudah di DP sama bapaknya tapi si anak katanya nggak setuju karena menginginkan Villa di pegunungan yang berhawa dingin. Bukan hunian yang menghadap kepantai begini. Ah, ini adalah proyek Bu Anisa yang hendak melebarkan sayap.

Aku menjelaskan panjang lebar, pria itu kembali mengernyit sehingga kedua alisnya hampir menyatu.

"Terus DP-nya gimana?" tanyanya lagi.

"Minta kembali pak orangnya, tapi kemarin ibu belum setuju, toh dalam jual beli apapun, apabila terjadi kegagalan yang dikarenakan pihak pembeli maka DP tetap jadi milik kita." imbuhku.

"Terus ini, orangnya bikin janji temu kan dengan kita, ini si Angel baru saja mengirimkan email keluhan pada saya."

Jadi email bu Anisa mulai dikendalikan oleh Zach sejak hari ini.

"Berapa sih DP-nya" Zach kembali bertanya.

"250 juta Pak." sahutku. Dia terdiam, mungkin mikir pantes aja diminta kembali, wong banyak.

"Sudah ya pak, pekerjaan saya banyak." aku nyelonong keluar ruangan, hendak menuju ke tempatku sendiri demi kedamaian yang aku butuhkan untuk menyelesaikan semua urusan.

Dia menggeramkan namaku lagi.

"Bella, nggak sopan kamu."

Peduli amat, aku cuma nyengir kuda dan kembali berjalan untuk kemudian menekuni laptop dan laporan-laporan yang harus ku periksa. Maklum ini akhir bulan. Kalau laporan dari manager keuangan ini belum beres diperiksa, mana bisa gajian anak-anak di lantai bawah, bahkan aku juga sih. Ini tugas Bu Anisa, tapi tiap bulan aku yang selalu melajukannya.

Hingga Angel mengingatkan makan siang, aku baru berhenti karena mengingat ada makhluk berjalan di dalam ruangan Bu Anisa. Aku menyuruh Angel menanyakan pada anak Bu boss mau dibelikan apa, atau mungkin dia pengen makan di luar.

Ku lihat muka Angel berbinar ceria, saat ku mendengar perintahku. Sesaat kemudian dia kembali dengan kaki yang dihentakkan tidak wajar. Roboh ini gedung entar ya... Duile, ini cewek.

Setengah jam berlalu, Angel sepertinya membawa makanan masuk kedalam kantor si boss, aku masih tak menggubrisnya. Aku lebih khawatir jika 3 hari lagi nggak gajian.

"Mbak, dipanggil boss ganteng tuh." kata Angel nggak ikhlas.

"Ngapain?" Tanyaku masih tidak memperhatikan Angel karena tanganku bekerja kalkulator pada monitor.

"Mana aku tahu mbak." nada Angel udah mulai sewot. aku mengangkat kepalaku, dia bersedekap seperti menghakimiku.

"Apa ngel?" Tanyaku berusaha sabar.

Si Angel ini punya emosi yang mudah meledak. Hanya saja pekerjaannya bagus sehingga bu boss mempertahankan wanita awal 30-an yang masih suka gonta-ganti pacar ini. bukannya menjawab dia malah melengos dan berlalu kembali ke mejanya. Aku cuma menggeleng tak ambil pusing. Aku berdiri memutuskan menemui si Zach Abraham.

"Iya pak." aku nyelonong masuk tanpa mengetuk pintu kaca ini.

"Duduk." katanya singkat, nadanya syarat akan perintah yang tak mau dibantah.

"Buka itu, kita makan." Zach masih menekuni lembaran-lembaran kertas di mejanya. Aku membuka dua bento yang dibawa Angel tadi. Isinya sama loh, berarti salah satunya memang buatku kan ? haduww, perhatian sekali si Zach ternyata.

"Nggak usah ge-er, kalo kamu mati kelaparan, mamaku yang susah. Jadi aku berkewajiban menjaga perutmu." katanya. Aku bener-bener nggak kaget sama mulut judes pria ini. Selama aku jadi asisten ibunya, pria ini nggak pernah nggak mengejekku.

"O em ji, so sweet banget sih, calon lakinya siapa coba, perhatian banget sama perutku." cibirku tak tahan, manis kalimatku berbanding terbalik dengan wajah sebalku. Zach terkekeh, mengambil satu bento yang sudah kusiapkan dengan sepasang sumpit diatasnya.

"Airnya?" katanya memerintah satu-satunya orang di ruang ini selain dirinya. Aku beranjak nggak ikhlas menuju pantry di lantai ini, untuk mengambil air mineral botol yang biasa disiapkan untuk kebutuhan kami penghuni lantai tiga ini. Gedung yang kami tempati memang bukan gedung yang tinggi.

Aku meletakkan sebotol air mineraldi dekat piringnya, tidak lupa dengan gelasnya. Saat aku ingin mulai menyantap bagianku, pria ini bersuara kembali.

"Nggak dibuka dan dituang sekalian?" Auto aku melihat pada seluruh anggota tubuhnya yang semua sehat.

tangannya nggak patah kok bisikku gaya dalam hati. Dasar boss, semau dia deh! Ku buka dengan enggan dan ku tuang ke dalam gelas yang ku siapkan tadi dengan terpaksa.

Kami makan dalam diam, sepertinya seseorang didepanku sedang menatapku. Aku tak mau melirik apalagi melihatnya balik. Ogah, toh aku sudah hapal, senyumnya. Kalau bukan smirk menyebalkan, ya senyum miring yang bikin emosi jiwa.

"Cuma kamu yang berani nyuekin saya." ungkapnya. Aku tak merespon apa-apa. Aku memandangnya datar, mengambil air dalam botol bagianku dan meminumnya tanpa gelas. Bukan apa-apa, tadi itu ribet banget bawa 2 gelas dan 2 botol air sekaligus. Jadi minum langsung tak masalah buatku, lebih praktis.

"Whatever dech Maz Zach." aku menjawabnya acuh setelah ku teguk air putihku.

"Betewe, thanks ya makan siangnya, enak." Aku mengedipkan mataku sebelah dan berlalu membawa 2 kotak bento yang telah ludes isinya. Aku sengaja manggil dia Mas, itu artinya aku menghormati dia sebagai pria anak orang yang ku hormati juga. Pasti deh dia geleng-geleng kepala setelah ini menanggapi tingkat cuekku. Aku tertawa dalam hati. Syukurin aku juga bisa jadi menyebalkan.

Tanpa Bella sadari, Zach Abraham sempat tercengang dengan godaan Bella yang menurutnya terlihat begitu cantik hari ini.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height